Konten dari Pengguna

Harapan Keluarga dan Pergulatan Identitas: Perjalanan Hidup Kuning yang Berliku

Rina Zulvia
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya memiliki hobi membaca, menulis, dan bernyanyi.
31 Oktober 2024 14:12 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rina Zulvia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Mengupas Pergulatan Identitas Pribadi di Bawah Bayang-Bayang Harapan Keluarga

Ilustrasi Fotografi Siluet Dan Skala Abu Abu Dari Manusia Yang Berdiri. Sumber: Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Fotografi Siluet Dan Skala Abu Abu Dari Manusia Yang Berdiri. Sumber: Pexels
ADVERTISEMENT
Novel Hilanglah Si Anak Hilang karya Nasjah Djamin merupakan karya sastra yang tergolong dalam genre sastra modern. Novel ini terbit pertama kali sebagai cerita bersambung di surat kabar Minggu Pagi, Yogyakarta, pada tahun 1960 sebelum diterbitkan dalam bentuk buku pada tahun 1963. Tema utama yang diangkat dalam novel ini adalah pergulatan antara kebebasan individu dan tuntutan keluarga. Cerita pada novel ini berfokus pada tokoh utama bernama Kuning. Ia adalah seorang pelukis individualis yang memilih jalan hidupnya sendiri, namun bertentangan dengan keinginan keluarga yang selalu melarangnya.
ADVERTISEMENT
Konflik utama muncul ketika Kuning berusaha mempertahankan kebebasannya, yang ingin menjadi pelukis. Hal ini berbenturan dengan keinginan keluarganya, termasuk kakaknya Centani, adik-adiknya Udin dan Akbar, serta ibunya, yang tidak menyetujui pilihan Kuning, keluarganya pun tidak menyukai pergaulan Kuning dengan Marni, seorang tunasusila. Menurut mereka, apa yang dilakukan oleh Kuning merupakan perbuatan yang menjatuhkan martabat keluarganya. Keluarga Kuning berusaha mengembalikannya ke "jalan yang benar", salah satunya dengan menjodohkannya dengan Meinar, seorang guru. Namun Kuning masih terpaut pada Marni, seorang wanita tunasusila yang dianggap merusak moralnya oleh keluarga.
Pertentangan antara keinginan Kuning untuk bebas menjalani hidupnya dan tekanan keluarga menjadi inti konflik dalam novel ini. Kuning pergi dari rumahnya untuk mencari jalan hidup sendiri sebagai “si anak hilang”. Setelah pergi dari keluarganya, Ibu kunging merasa kehilangan anaknya dan berharap Kuning mau kembali ke rumah. Agar moral kuning kembali, saat itu Kuning dikirimkan surat oleh keluarganya untuk kembali. Mereka mencari cara agar Kuning kembali seperti dulu dengan merencanakan perkawinan. Mereka berniat mengawinkan Kuning dengan Meinar, seorang asuhan Cetani. Saat menerima kiriman surat akhirnya Kuning mau kembali ke rumah. Tidak lama kemudian Kuning akhirnya mengetahui rencana yang dibuat oleh keluarganya. Ia pun menolak. Karena hanya Marni seorang yang ada dihatinya.
ADVERTISEMENT
Penekanan yang terus diberikan keluarga kepadanya membuat ia tidak betah dan meinggalkan rumahnya lagi dan memilih untuk kembali ke Yogyakarta. Setelah beberapa lama kemudian ia mendapatkan tiga buah surat yang berisi surat yang mengabarkan kematian Marni, surat yang berisi niat untuk bunuh diri, dan surat yang mengabari tentang gangguan jiwa dan kematian Marni. Nasjah Djamin tidak memberikan penyelesaian yang jelas dan memuaskan dalam novel ini.
Tuntutan Keluarga dan Pencarian Jati Diri
Dalam novel Hilanglah Si Anak Hilang karya Nasjah Djamin, tuntutan keluarga dan pencarian jati diri menjadi dua tema yang saling bertentangan dalam perjalanan hidup tokoh utama, Kuning. Keluarga Kuning memiliki harapan besar terhadapnya untuk mengikuti jalan hidup yang dianggap bermartabat dan sesuai norma sosial. Keluarganya tidak menyetujui pilihan Kuning sebagai pelukis dan hubungannya dengan Marni, seorang wanita tunasusila. Tekanan ini menjadi konflik utama, di mana keluarga berusaha "mengembalikan" Kuning ke jalur yang menurut mereka benar termasuk dengan mencoba menjodohkannya dengan Meinar, seorang wanita yang dianggap pantas dan sesuai.
ADVERTISEMENT
Namun, bagi Kuning, pilihan menjadi pelukis dan kedekatannya dengan Marni adalah bentuk ekspresi kebebasan pribadi dan bagian penting dari jati dirinya. Kuning mencari makna hidup yang berbeda dari harapan keluarganya dan berusaha melepaskan diri dari batasan yang mereka tetapkan. Pilihan hidupnya adalah upaya untuk hidup sesuai dengan prinsip dan kehendaknya sendiri, meskipun hal ini membuatnya kehilangan penerimaan dari keluarga.
Tuntutan keluarga, dalam cerita ini, digambarkan sebagai kekuatan yang mengekang pencarian jati diri Kuning. Di sisi lain, keputusan Kuning untuk hidup sesuai dengan prinsipnya sendiri menunjukkan bahwa kebebasan pribadi harus diiringi dengan keberanian menghadapi konsekuensi, termasuk konflik dengan orang-orang terdekat. Novel ini mengajarkan bahwa menemukan identitas sejati sering kali membutuhkan keberanian untuk menentang harapan sosial dan keluarga, meskipun jalan ini penuh tantangan dan pengorbanan.
ADVERTISEMENT