Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Perekrutan Tentara Anak Dalam Perang Saudara di Afrika
28 November 2022 8:54 WIB
Tulisan dari Rini Afriliani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Perang saudara di Republik Sierra Leone, Afrika Barat telah berlangsung selama 11 tahun dari 23 Maret tahun 1991 sampai 18 Januari 2002 telah menyisakan luka yang dalam terutama pada anak-anak yang ikut terlibat dalam perang sebagai tentara anak.
ADVERTISEMENT
Aksi pemberontakan yang dilakukan oleh kelompok Revolutionary United Front atau dalam bahasa Indonesia kita sebut sebagai kelompok Front Persatuan Revolusioner merupakan salah satu sejarah kelam Sierra Leone di mana banyaknya aksi kejahatan yang telah dilakukan oleh kelompok pemberontak ini tidak hanya dengan melakukan penculikan terhadap anak-anak mereka turut melakukan penjarahan, pembunuhan, pembataian dan aksi keji lainnya yang sangat mengerikan. Aksi kelompok pemberontakan yang dibentuk oleh Foday Sabayana Sankoh ini melancarkan serangan kepada pihak pemerintah dengan tujuan untuk menggulingkan pemerintahan Joseph Momoh yang dianggap korup selama pemerintahannya.
Dalam aksi mereka melakukan pemberontakan, kelompok Front Persatuan Revolusioner banyak melakukan penculikan terhadap anak-anak yang kampung-kampungnya mereka serang. Kemudian, anak-anak yang berusia 8-14 tahun ini akan mereka bawa ke markas mereka dan kemudian setiap anak akan dicuci otaknya dan di doktrin sehingga pada saat perang berlangsung anak-anak ini dapat mereka gunakan sebagai tentara pemberontakan bersama kelompok Front Persatuan Revolusioner.
ADVERTISEMENT
Dalam sejarah pemberontakan selama 11 tahun itu telah tercatat lebih dari 5.000 anak di rekrut sebagai tentara anak, di bius, dan dipaksa untuk berpartisipasi dalam kejahatan terhadap kemanusiaan. Anak-anak ini di rekrut di bawah ancaman kekerasan terhadap keluarga mereka. Setelah pelatihan dan indoktrinasi, tentara anak-anak sering diminta untuk melakukan penyerangan dengan kekerasan terhadap desa mereka sendiri untuk membuktikan kesetiaan mereka kepada gerakan tersebut. Bahkan anak-anak diminta untuk membunuh orang tua mereka sendiri demi membuktikan kesetiaan mereka terhadap kelompok Front Persatuan Revolusioner.
Kata seorang anak bernama Ishmael Beah, anak-anak yang tak mau berperang akan langsung di tembak mati di depan temannya. Ishmael menambahkan jika ada anak yang menangis atau menunjukkan kelemahannya, maka ia harus mati. Bukan hanya dipaksa berperang dan membunuh, mereka juga sering kali dipaksa menggunakan narkoba dengan cara dioleskan pada luka di dada mereka yang diukir dengan tulisan Front Persatuan Revolusioner demi membuktikan kesetiaan mereka terhadap kelompok ini.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya dijadikan sebagai tentara, anak-anak yang diculik ini ada pula dari mereka bertugas sebagai pembawa pesan dan kuli angkut hingga penjaga pertambangan berlian. Kemudian, para gadis-gadis muda yang ditangkap akan dijadikan budak seksual atau menikah secara paksa dengan para jenderal.
Jika ditinjau berdasarkan Hukum Internasional setiap individu yang memegang senjata dan memiliki organisasi yang terdisiplin, kemudian adanya komando yang bertanggung jawab maka orang tersebut boleh ditembak karena mereka telah dinyatakan sebagai kombatan.
Maka dari itu, demi melindungi anak-anak yang telah terlibat dalam satuan tentara perang bersenjata, Hukum Humaniter sebagai cabang dari Hukum Internasional telah melindungi hak-hak mereka yang tercantum di dalam Protokol I dan Protokol II: Konvensi Jenewa. Di mana isi dari konvensi tersebut melarang keterlibatan anak berusia di bawah 15 tahun untuk terlibat di dalam konflik bersenjata, baik sebagai korban maupun sebagai kombatan.
ADVERTISEMENT
Pelarangan keterlibatan anak oleh Hukum Humaniter telah dijelaskan dalam Protokol Tambahan 1977 dengan isi sebagai berikut:
1. Orang-orang yang terluka baik dari kalangan sipil maupun militer harus dilindungi dan dirawat tanpa dibeda-bedakan.
2. Wanita dan anak-anak harus dihormati dan dilindungi dari tindakan-tindakan asusila.
3. Anak-anak dan remaja harus dijamin mendapatkan perlindungan khusus.
4. Anggota keluarga yang terpisahkan harus disatukan kembali karena setiap orang mempunyai hak untuk mengetahui nasib dari keluarganya yang hilang.