Konten dari Pengguna

5 Kepentingan Zionis "Israel" di Suriah Pasca Tumbangnya Rezim Bashar Al-Assad

Rinnay Nitrabening Wahyunnisa
Mahasiswa Program Magister Kajian Wilayah Timur Tengah dan Islam, Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia.
24 Desember 2024 13:31 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rinnay Nitrabening Wahyunnisa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Presiden Suriah Bashar al-Assad. Foto: Louai Beshara / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Suriah Bashar al-Assad. Foto: Louai Beshara / AFP
ADVERTISEMENT
Sejak tergulingnya rezim Presiden Bashar Al-Assad di Suriah pada 8 Desember 2024, Zionis “Israel” melakukan serangkaian operasi militer yang intensif di Suriah. Lebih dari 300 serangan udara telah dilancarkan Zionis “Israel” dengan menargetkan aset-aset dan fasilitas-fasilitas militer di Suriah. Mereka mengaku telah menghancurkan sebagian besar armada Angkatan Laut negara tetangganya tersebut. Zionis “Israel” menyatakan bahwa serangan ini bertujuan untuk menghancurkan sisa-sisa senjata kimia dan rudal jarak jauh milik Suriah dan mencegah senjata strategis tersebut jatuh ke tangan kelompok ekstremis.
ADVERTISEMENT
Zionis “Israel” juga telah mengerahkan pasukannya untuk maju jauh melewati zona demiliterisasi di Dataran Tinggi Golan, Suriah. Ini pertama kalinya dalam 50 tahun Zionis “Israel” masuk secara terang-terangan ke wilayah Suriah, memperluas wilayah yang berada di bawah kendali mereka. Zionis “Israel” mengatakan bahwa pasukan militer mereka berada di dalam zona penyangga (buffer zone) di perbatasan dan di titik lain “untuk melindungi perbatasan Israel”. Hal tersebut diklaim sebagai upaya untuk menjamin keamanan nasional mereka dan mencegah potensi serangan dari wilayah Suriah.
Berbagai alasan yang dikemukakan oleh Zionis “Israel” tidak berarti lantas melegalkan rangkaian operasi militer mereka tersebut yang melanggar hukum-hukum internasional. Lalu apa sebenarnya kepentingan Zionis “Israel” yang memotivasi mereka untuk tetap melancarkan berbagai operasi militernya di Suriah?
ADVERTISEMENT
1. Keamanan Nasional.
Bagi Zionis “Israel”, Iran merupakan negara yang paling mengancam mereka secara langsung dengan kemampuan nuklirnya. Sementara itu, Hezbollah merupakan ancaman terkuat dari wilayah tetangganya. Suriah yang merupakan sekutu Iran adalah kunci bagi transfer senjata dan amunisi dari Iran kepada Hezbollah. Suriah menjadi negara yang mampu menyalurkan bantuan militer ke Hezbollah yang berada di Lebanon Selatan dan perbatasan langsung dengan Zionis “Israel”.
Dukungan Suriah dan Iran terhadap Hezbollah merupakan masalah besar bagi keamanan nasional Zionis “Israel”. Oleh sebab itu, dengan menduduki wilayah tertentu Suriah, Zionis “Israel” dapat menciptakan zona penyangga untuk melindungi perbatasannya dari potensi serangan rudal atau infiltrasi. Sebelum jatuhnya rezim Bashar Al-Assad pun, Zionis “Israel” pernah melakukan serangan militer ke Suriah yang diklaim untuk mencegah transfer senjata Iran ke Hezbollah dan menjaga stabilitas regional.
ADVERTISEMENT
2. Kendali atas Wilayah Strategis dan Sumber Daya Alam.
Dataran Tinggi Golan adalah wilayah yang sangat strategis secara militer karena memberikan Zionis “Israel” posisi dominan untuk memantau aktivitas di Suriah dan sekitarnya. Selain strategis, Dataran Tinggi Golan juga merupakan sumber penting air tawar dan tanah subur. Wilayah tersebut juga diketahui memiliki potensi cadangan minyak bumi dan gas alam. Zionis “Israel” dapat mengeksploitasi sumber daya ini untuk memenuhi kebutuhan energinya.
3. Pencegahan Penyebaran Senjata Mematikan.
Zionis “Israel” khawatir tentang keberadaan senjata kimia atau senjata strategis lainnya di Suriah yang bisa digunakan oleh kelompok militan untuk menyerang mereka. Dengan melakukan serangan-serangan udara, Zionis “Israel” bertujuan menghancurkan fasilitas produksi dan penyimpanan senjata berbahaya tersebut.
ADVERTISEMENT
Jauh sebelum rezim Bashar Al-Assad tumbang, Zionis “Israel” juga pernah melancarkan serangan pada sebuah laboratorium penelitian militer di Suriah. Selain itu, pada 6 September 2007, 7 pesawat jet tempur Zionis “Israel” menggempur bangunan yang dicurigai sebagai tempat pembangunan senjata nuklir. Bangunan tersebut menurut CIA merupakan kerja sama antara Suriah dan Korea Utara untuk pengembangan senjata nuklir. Serangan Zionis “Israel” terjadi 3 hari setelah kapal Korea Utara bersandar di pelabuhan laut Tartus, Suriah, membawa kargo berupa semen. Intelijen Zionis curiga bahwa kapal tersebut membawa peralatan pembangunan nuklir.
4. Tekanan Politik Domestik.
Keamanan dan ancaman eksternal adalah isu sensitif di politik internal Zionis “Israel”. Tindakan tegas terhadap Suriah dapat digunakan untuk menggalang dukungan domestik dan memperkuat posisi pemerintah.
ADVERTISEMENT
5. Perwujudan Agenda “Greater Israel”.
Terakhir, salah satu kepentingan Zionis “Israel” di Suriah yang tak kalah penting namun jarang dibicarakan adalah adanya agenda besar “Greater Israel”. Konsep “Greater Israel” (Eretz Yisrael HaShlema) merujuk pada sebuah gagasan ideologis yang muncul di beberapa kalangan Zionis, terutama pada akhir abad ke-19. Gagasan ini mengacu pada wilayah yang lebih luas dari batas-batas “Israel” saat ini.
Dalam interpretasi relijius, “Greater Israel” merujuk pada tanah yang dijanjikan kepada bangsa Israel menurut kitab suci, yang meliputi wilayah dari Sungai Nil di Mesir hingga Sungai Efrat di Mesopotamia (sekarang Irak dan Suriah). Secara praktis, ide ini jarang menjadi bagian eksplisit dari kebijakan Zionis “Israel”. Namun, kelompok sayap kanan tertentu, seperti Gush Emunim dan beberapa partai Zionis radikal, mendukung visi “Greater Israel” sebagai proyek relijius atau nasionalis.
ADVERTISEMENT
Suriah dianggap penting dalam narasi “Greater Israel” karena mencakup bagian wilayah Sungai Efrat. Dataran Tinggi Golan, yang strategis secara geopolitik, menjadi pusat perhatian karena diklaim sebagai bagian penting dari keamanan dan kontrol Zionis “Israel” atas wilayah tetangganya.
Pada hari Minggu, 8 Desember 2024, saat rezim Bashar Al-Assad digulingkan oleh oposisi di Suriah, Zionis “Israel” mengumumkan bahwa tentaranya telah mengambil alih sementara zona demiliterisasi di Dataran Tinggi Golan. Zionis “Israel” juga mengklaim perjanjian penarikan yang ditandatangani dengan Suriah tahun 1974 tidak lagi berlaku karena pasukan Suriah telah meninggalkan pos mereka.
Zionis “Israel” merebut Dataran Tinggi Golan pada masa-masa terakhir Perang Enam Hari tahun 1967 dan mencaploknya pada tahun 1981. Pencaplokan ini tidak diakui oleh komunitas internasional, kecuali oleh Amerika Serikat (2019).
ADVERTISEMENT
Menurut Laporan BBC News Mundo (11 Desember 2024), diperkirakan ada 30 pemukiman Yahudi di daerah tersebut yang dihuni sekitar 20.000 orang. Mereka tinggal bersama 20.000 warga Suriah lainnya yang sebagian besar adalah warga Arab Druze, yang tidak melarikan diri ketika Dataran Tinggi Golan dianeksasi. Pemukiman tersebut tergolong ilegal menurut hukum internasional, meskipun Zionis “Israel” membantahnya. Sementara itu, Suriah selalu berkeras bahwa mereka tidak akan menerima perjanjian damai dengan Zionis “Israel” kecuali jika mereka menarik diri dari seluruh Dataran Tinggi Golan.
Banyak yang mengganggap gagasan “Greater Israel” ini sebagai teori konspirasi yang digunakan untuk menjustifikasi kebijakan ekspansionis zionis. Pemerintah Zionis “Israel” sendiri sering menyangkal klaim ini dan tidak secara resmi mendukung gagasan “Greater Israel”. Namun, kritikus menyebut bahwa tindakan mereka dan pembangunan pemukiman ilegal di wilayah Palestina dan Dataran Tinggi Golan mencerminkan ambisi ekspansionis Zionis “Israel”.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan:
Zionis “Israel” menunjukkan intensitas kepentingannya di Suriah pasca tumbangnya rezim Bashar Al-Assad dengan berbagai langkah strategis operasi militer, termasuk lebih dari 300 serangan udara yang menghancurkan berbagai aset dan fasilitas militer di Suriah dan juga pengerahan pasukan ke zona penyangga demiliterisasi di Dataran Tinggi Golan. Tindakan Zionis “Israel” tersebut didasari paling tidak oleh 5 kepentingan nasional mereka di Suriah, yaitu: keamanan nasional, kendali atas wilayah strategis dan sumber daya alam, pencegahan penyebaran senjata mematikan, tekanan politik domestik, dan juga perwujudan agenda “Greater Israel”.
*****