Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Sedikit Ulasan Film Long Shot!
8 Mei 2019 11:32 WIB
Tulisan dari Riyardi Arisman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Sungguh, sederhana sekali pemikiran saya kala itu. Rasanya Seth Rogen dan Charlize Theron sudah banyak bercerita di poster. Terutama gesture dan expresi keduanya. Tapi saya yakin, Jonathan Levine sebagai sutradara punya banyak kejutan untuk garapannya ini. Terlebih ketika saya mulai peka. Saya mulai bahagia ketika mendalami warna kuning yang dipilih menjadi background poster film ini. Long Shot, judulnya. Yang saya pikir bisa menjadi hiburan alternatif buat kalian yang mulai bosan dengan film yang masih ‘nangkring’ di bioskop saat ini. Long Shot menawarkan sesuatu yang fresh!
Tak perlu waktu lama untuk Long Shot mengambil perhatian saya. Terbilang sukses, mungkin. Saya merasa langsung diajak masuk ke film dan tak sabar untuk mengikuti alur ceritanya. Mengawali kisahnya dengan memperkenalkan sosok Fred Flarsky (Seth Rogen), seorang jurnalis yang totalitas untuk pekerjaannya, menurut saya adalah langkah yang tepat ketika kita kembali melihat poster film ini. Di poster hanya ada dua manusia, dan tentunya yang harus dilakukan pertama kali oleh sang sutradara adalah memperkenalkan mereka.
ADVERTISEMENT
Ada 5 babak yang saya rasakan ketika menyaksikan film ini. Babak pertama adalah pengenalan tokoh, yang berjalan cukup rapih, dan sebagai penonton saya langsung merasa kenal dengan sosok Fred serta masalah yang dihadapinya. Begitupun ketika Long Shot memperkenalkan tokoh Charlotte Field (Charlize Theron), yang mulai mengajak penonton untuk sadar akan sisi yang ingin lebih ‘dijual’ dalam film, yaitu romance.
Kedua tokoh utama memasuki babak selanjutnya, di mana mereka bertemu dan mulai mengajak penonton untuk memasuki alur cerita sebenarnya, yang lebih kepada kisah Charlotte sebagai Menteri Luar Negeri Amerika Serikat yang ingin mencalonkan diri sebagai Presiden. Sebenarnya, Fred punya sisi yang ingin ‘dijual’ juga untuk film ini, sisi humornya yang sudah sedari awal ia tunjukan, tapi bagi saya hal itu kurang berasa, hanya beberapa kali saya tertawa karena ulahnya. Hal ini mungkin terjadi karena Long Shot memiliki dialog yang cukup panjang dan cepat. Kalian wajib membuktikannya.
ADVERTISEMENT
Singkat cerita, Charlotte yang ingin maju sebagai presiden membutuhkan bantuan Fred untuk membuat naskah pidatonya, tapi bukan sembarangan naskah, karena Charlotte butuh naskah yang bisa menyeimbangkan sisi humor dengan kecerdasan yang dimilikinya sebagai seorang Menlu untuk menarik simpati para calon pendukungnya hingga publik. Di part ini, kalian pasti sudah menduga kalau Fred berhasil. Kenapa? karena ternyata Charlotte dan Fred pernah memiliki masa lalu bersama. Dan di sini juga, sisi romance Long Shot dimulai.
Babak ketiga, Fred dan Charlotte semakin dekat dan mulai menjalin hubungan. Di sini, saya (pribadi) sebagai penonton seperti dipaksa untuk menikmati kisah mereka dengan musik yang bagi saya kurang pas. Kadang saya berpikir, lebih baik tak perlu menggunakan musik di part ini, karena sudah cukup romantis. Untungnya, skenario yang dibuat Dan Sterling dan Liz Hannah pada percakapan keduanya terbilang cukup intim, menarik sekali, sehingga saya agak lebih fokus pada dialog dibandingkan musiknya.
Yang tak boleh dilupakan karena kita terlalu hanyut dalam keromatisan keduanya adalah fakta bahwa Long Shot mengangkat masalah yang cukup berat. Panggung dunia politik yang berhadapan dengan jurnalis, ditambah penggambaran girl powernya. Sebagai penonton, kita akan dipersilahkan untuk memilih, merasakan dan mencoba lebih mengerti sisi yang mana. Long Shot pada akhirnya menggambar sisi tokoh politik dan seorang jurnalis yang bisa sejalan. Ini menarik. Terlepas dari saling cinta, Fred dan Charlotte seakan mengajak kedua sisi untuk saling mengenal lebih dalam. Dan berhasil.
ADVERTISEMENT
Konflik, adalah babak yang tak bisa dihindari. Babak keempat yang membuat film ini semakin seru sekaligus membuat saya takut melihat endingnya. Charlotte pun semakin memperlihatkan kejeniusan aktingnya untuk film ini, terutama pengembangan karakternya yang menjadikan film ini semakin manis. Terlihat dari pilihan yang ia miliki untuk konflik-konfil yang ada, dan ia memilih dengan sangat tepat untuk membuat cerita semakin terasa ‘penting’ diikuti. Dan barulah, di part ini saya setuju Long Shot memasukan musik. Dan hal lain yang saya suka dari Long Shot adalah kostum dan tata riasnya yang nyaman di mata. Sukses memperindah film.
Sampailah kita di babak terakhir, endingnya. Seperti bayangan saya, Long Shot menyelesaikan film dengan cara yang sangat sederhana. Durasi 125 menit ‘mau gak mau’ bisa dibilang berhasil untuk menempatkan ending yang membuat tujuan film terealisasi, yaitu menghibur penonton. Kalau kalian sudah menonton film para pahlawan, Long Shot bisa menjadi pilihan selanjutnya, dijamin bikin bahagia dengan ide cerita, akting, dan kekonyolan yang disuguhkan film ini. Kalian berhak tertawa saat menonton Long Shot.
ADVERTISEMENT