Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Film Netflix Do Revenge: Kisah Pembalasan Dendam yang Pelik Tapi Menggelikan
24 September 2022 17:36 WIB
Tulisan dari Rizal Nurhadiansyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Jennifer Kaytin Robinson kembali duduk di kursi sutradara setelah sukses di film pertamanya untuk Netflix, Someone Great (2019). Jennifer kembali bekerja sama dengan Netflix untuk film drama komedi remaja Do Revenge (2022) yang dirilis baru-baru ini. Penulis dan sutradara berusia 34 tahun ini terkenal sering menulis film bergenre komedi romantis dan drama komedi. Salah satu naskah paling mengesankan yang pernah dia tulis adalah Unpregnant (2020) drama komedi apik yang disutradarai Rachel Lee Goldenberg. Film terakhir yang dia tulis adalah film Marvel Thor: Love and Thunder (2022) bersama Taika Waititi.
ADVERTISEMENT
Karya terbarunya, Do Revenge, secara mengejutkan menjadi sajian yang berbeda dari film Jennifer sebelumnya. Dalam drama komedi ini, Jennifer berusaha membicarakan isu sosial seperti feminisme, rasisme, klasisme, dan isu kesehatan mental dengan Generasi Z melalui cerita fun revenge penuh plot twist tapi mudah dikunyah. Dua rising star Camila Mendes (Riverdale) dan Maya Hawke (Stranger Things) didapuk menjadi protagonis yang kompleks di film ini.
Do Revenge dimulai dengan seorang siswi penerima beasiswa, Drea Torres (Camila Mendes) yang cemerlang, berada di puncak reputasi dan popularitasnya di SMA elite Rosehill. Namun, tak sampai semalam, semua yang sudah dia bangun hancur berkeping-keping setelah video seksualnya tersebar di internet. Drea menduga pacarnya, Max Broussard (Austin Abrams dari Euphoria), yang menyebarkan video tersebut karena hanya dia yang tahu. Namun, Max mengelak dan dunia mendukung anak kaya raya tersebut. Drea hanya bisa menahan malu dan merelakan semua kesuksesan yang dia raih di SMA sirna begitu saja.
ADVERTISEMENT
Pada liburan musim panas, Drea menghabiskan liburannya di kamp tenis. Di sana, dia bertemu dengan Eleanor (Maya Hawke), gadis canggung dengan topi yang diputar ke belakang dan kaos Beastie Boys yang longgar. Mereka pun berteman dan saling curhat. Drea, dengan ketakutannya menghadapi dunia setelah insiden video itu, dan Eleanor yang dianggap "predator" setelah difitnah oleh "teman perempuannya", Carissa (Ava Capri). Mereka berdua memiliki masalah yang sama.
Ide balas dendam pun lahir. Drea akan membantu Eleanor membalas perbuatan Carissa jika dia mau membantu Drea menghancurkan Max. Petualangan remaja patah hati ini pun dimulai. Eleanor akan menyamar sebagai siswa gaul agar bisa mendekati lingkaran pertemanan Max, sedangkan Drea akan bergabung dengan ekskul berkebun yang diikuti Carissa. Dua rencana dalam satu waktu.
ADVERTISEMENT
Semua rencana berjalan lancar sampai Drea dan Eleanor mulai kehilangan arah. Keduanya terjebak dalam lingkaran balas membalas yang tidak berkesudahan. Konflik pun semakin menegangkan dan twist mengejutkan bertebaran.
Do Revenge secara implisit memadukan elemen dari beberapa film populer seperti Strangers on a Train (1951), Clueless (1995), hingga Mean Girls (2004). Selain itu, film ini juga "mencuri" kemegahan pesta di The Wolf of Wall Street (2013) dan kenaifan serial HBO Euphoria (2019) dalam kadar yang wajar. Perpaduan elemen tersebut menciptakan sajian renyah dan mudah dikunyah meski memuat narasi yang berat.
Jennifer menyusun peristiwa di film ini seperti teka-teki, tetapi mudah dipahami. Selain itu, laju film ini cukup cepat dengan plot yang padat, tidak bertele-tele. Jennifer tidak membiarkan ada ruang bagi penonton untuk menguap dan berujung tertidur saat menonton. Setiap adegan di dalam film ini penting dan berpengaruh terhadap plot. Bahkan karakter minor sekalipun turut berkontribusi terhadap kemajuan plot.
ADVERTISEMENT
Do Revenge juga mampu tampil berani dengan kritik sosial yang tajam. Hal tersebut dibungkus dengan satire dan lelucon yang bikin penonton tertawa geli. Setiap lelucon di film ini membawa nilai-nilai subtil mengenai kesetaraan.
Do Revenge juga tidak menghakimi komunitas gender tertentu. Film ini bukan tentang hitam dan putih. Film ini juga sama sekali bukan perlawanan terhadap laki-laki. Do Revenge tidak membicarakan soal benar dan salah, melainkan mempertanyakan apa itu benar dan salah jika semua manusia abu-abu — terlalu rumit untuk dibedakan hanya ke dalam dua jenis. Bahkan dua protagonis di film ini tidak selalu digambarkan sebagai orang yang paling menderita atau sebagai orang suci yang tersakiti. Salah satu protagonis di film ini bahkan rela melakukan banyak tindakan yang tidak sesuai nuraninya demi ambisi menjadi sukses. Apakah menjadi oportunis adalah dosa? Persoalan dosa atau bukan menjadi tidak penting ketika seseorang diimpit oleh keadaan.
ADVERTISEMENT
Jennifer secara cerdik membaurkan elemen komedi dengan plot yang penuh twist. Film ini memang secara tidak langsung diilhami oleh karya monumental Alfred Hitchcock, Strangers on a Train dalam hal plot. Tidak heran kalau twist di film ini memiliki efek kejut yang efektif. Setiap twist ditanam dan dituai secara cermat sehingga penonton bisa langsung memahami maksudnya. Suasana seru dan lucu yang sudah dibangun tidak roboh begitu saja. Film ini berhasil mengadopsi teknik-teknik Hitchcock dalam mengurai cerita dengan cara yang lebih asyik.
Harus diakui, Do Revenge memang tidak terlepas dari keklisean drama remaja yang biasa Netflix produksi. Namun, semua hal klise itu bisa dimaafkan berkat skenario yang apik dan kecerdikannya mengemas isu-isu berat untuk dikonsumsi remaja.
ADVERTISEMENT
Secara keseluruhan, Do Revenge adalah sajian yang kompleks tetapi juga renyah dan mudah dikunyah. Abaikan embel-embel kritik sosial, cukup siapkan camilan dan minuman bersoda, duduk manis, dan nikmati film ini dengan pikiran terbuka.