Konten dari Pengguna

Kisah di Balik Pilihan Menjadi Vegan dan Vegetarian

Hendri Rizaldi
Mahasiswa Ilmu Komunikasi UPN Veteran Yogyakarta yang gemar bersepeda dan demen main sama kucing. Suka tertawa dan bercita-cita selalu bahagia.
7 Februari 2022 9:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hendri Rizaldi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Salad buah & sayur. Foto : shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Salad buah & sayur. Foto : shutterstock
ADVERTISEMENT
Vegan dan vegetarian menjadi salah satu pilihan hidup bagi sebagian orang. Dengan berbagai macam alasan, pola hidup vegan dan vegetarian kini telah menjadi bagian dari gaya hidup yang dilakukan oleh masyarakat.
ADVERTISEMENT
Banyak orang yang memilih menjadi vegan dan vegetarian karena alasan kesehatan. Seperti yang dialami seorang pemuka agama Budha, Sri Ernawati (44), yang menjalani pola hidup vegan dan vegetarian secara bertahap, karena adanya reaksi pada tubuh ketika mengonsumsi unsur hewani. “Ketika saya memakan yang mengandung hewani, secara alami terjadi penolakan dari dalam tubuh. Saya akan muntah kemudian sakit,” tuturnya.
Selain kesehatan, faktor lingkungan dan moral juga menjadi alasan untuk mengadopsi pola hidup vegan dan vegetarian. Beberapa dari mereka memandang hewan setara dengan manusia, yang juga memiliki rasa sakit dan hak hidup. Sehingga, membunuh dan mengonsumsi hewan dianggap perbuatan kejam yang harus dihindari.
Okta Sinan (22) misalnya, seorang vegan sekaligus influencer di TikTok ini kerap melakukan campaign terkait vegan dengan menyuarakan untuk tidak menyakiti serta mengonsumsi hewan. Hal ini dilakukan dengan alasan welas asih dan kasih sayangnya terhadap semua makhluk, tak terkecuali hewan. “Coba lihat hewan, mereka juga punya rasa sakit. Kita tidak dapat merebut kehidupannya,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Ada juga motivasi lain bagi seseorang dalam memutuskan untuk menjadi vegan dan vegetarian. Menjaga kelestarian lingkungan menjadi dorongan bagi mereka yang memilih untuk menjalani gaya hidup ini. Veganisme acapkali dikaitkan untuk tujuan konservasi energi, air, tanah dan tanaman.
Penelitian yang dilakukan Poore pada tahun 2019 mengemukakan bahwa dengan menghindari konsumsi produk hewani dapat memberikan manfaat bagi lingkungan. Hal ini dikarenakan produksi industri dari produk hewani menyumbang emisi gas rumah kaca sebanyak 60 persen, lebih besar daripada polusi yang disebabkan dari sektor transportasi.
Seperti Sheila Serena Susanto (20), mahasiswi asal Palembang yang menerapkan pola hidup vegan dan vegetarian akibat pandangannya terhadap kepentingan lingkungan. “Karena tingginya permintaan pasar akan daging, maka banyak muncul peternakan yang kotorannya menghasilkan gas metana, juga banyak hutan mangrove ditebang untuk dijadikan pertambakan. Sehingga kalau berbicara lingkungan, sangat dianjurkan untuk menjadi vegan,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Sependapat dengan Sheila, dr. Lusia Anggraini, staf ahli dari Vegan Society of Indonesia (VSI) beranggapan bahwa menjaga keseimbangan antara makhluk hidup dan bumi adalah hal yang baik. Menurutnya, hidup bukan hanya tentang diri sendiri, melainkan juga tentang orang lain, sesama makhluk hidup dan semua yang ada di bumi ini.
“Untuk urusan makanan kita harus bijak, bukan masalah enak atau tidak, tapi juga bisa memberikan kontribusi dan kebaikan bagi sesama makhluk hidup dan bumi,” jelas Lusia.
Jika dikaji secara spiritual, terdapat beberapa ajaran agama dan budaya yang menganjurkan umatnya untuk menerapkan pola hidup vegan dan vegetarian. Dalam ajaran agama atau budaya tersebut, seseorang tidak diperbolehkan membunuh sesama makhluk hidup yang bernyawa dengan alasan apapun, terlebih untuk kepentingan dan kepuasan pribadi.
ADVERTISEMENT
Buddha adalah salah satu agama yang menganjurkan untuk menerapkan pola hidup vegan dan vegetarian. Menurut pemuka agama Buddha, Sri Ernawati (44), dalam ajaran Buddha sendiri terdapat beberapa aliran, ada yang menganjurkan menjadi vegan dan ada yang tidak. Dari satu kelompok yang menganjurkan, menjadi vegan merupakan suatu praktik menjalankan sila pertama dalam Kitab Tripitaka yang berbunyi “Panatipata veramani sikkhapadang samadiyami'' yang berarti “Aku bertekad melatih menahan diri dari membunuh makhluk hidup”.
Namun ada satu kelompok lain yang menyatakan boleh memakan daging asalkan daging tersebut memenuhi syaratnya, yakni tidak membunuh binatang itu secara langsung, tidak menyebabkan binatang itu dibunuh, dan tidak mendengar tangisan atau jeritan ketika binatang itu dibunuh.
“Dari segi agama ada satu sisi yang membolehkan mengonsumsi daging dengan syarat tertentu, namun ada satu sisi yang tidak membolehkan. Kembali kepada apa yang Buddha ajarkan bahwa semuanya adalah pilihan kita,” jelas Sri Ernawati selaku Upasika Pandita Agama Buddha.
ADVERTISEMENT
Layaknya beragama, menjadi vegan haruslah didasari dengan keyakinan dan tanpa paksaan. Setiap orang berhak memilih jalan hidupnya, termasuk menjadi vegan dengan rasa aman dan nyaman.