Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Sambal sebagai Identitas Bangsa hingga Modal Diplomasi
7 Februari 2022 11:15 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Hendri Rizaldi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Klasifikasi Sambal Nusantara
ADVERTISEMENT
Bagi orang Indonesia, makan tanpa sambal akan terasa kurang lengkap. Kehadiran sambal seolah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sebagian besar makanan khas nusantara. Kegemaran terhadap sambal dan makanan bercita rasa pedas telah menjadi kebiasaan yang melekat pada mayoritas masyarakat Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kuliner pedas digemari oleh masyarakat dari berbagai suku dan status sosial. Dari barat hingga timur Indonesia, bisa dipastikan terdapat beraneka ragam jenis sambal. Hal inilah yang menjadikan sambal dan makanan dengan cita rasa pedas sebagai suatu ikon kuliner Indonesia.
Hingga saat ini setidaknya ada 322 jenis masakan bernama sambal di nusantara. Temuan ini dilakukan oleh tim peneliti UGM yang mengidentifikasi informasi dan resep sambal dari seluruh Indonesia.
Prof. Mudjiati Garjito selaku ketua tim peneliti sekaligus pemerhati dan penulis buku Kuliner Cita Rasa Pedas mengungkapkan bahwa klasifikasi sambal dibuat berdasarkan komponen utama yaitu cabai, terasi dan garam. “Menurut bahan yang dipakai, 84% sambal memakai garam, kemudian 61 dari 300 jenis sambal Indonesia menggunakan terasi di dalamnya,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
Sambal juga dapat dikategorikan berdasarkan proses pembuatannya, yakni sambal mentah dan sambal masak. Persentase jenis sambal mentah di Indonesia sendiri yakni sebesar 46% dan sisanya adalah sambal yang mengalami proses masak. “Sambal yang dimasak itu bisa melalui proses digoreng, kukus, panggang, dan sembam,” jelasnya.
Beragam sambal nusantara yang tersebar hampir pada seluruh pulau di Indonesia memiliki peranan besar dalam kemajuan kuliner nusantara. Menurut Prof. Mudjiati, sambal dalam peranannya di bidang kuliner masuk ke dalam kelompok pelengkap makanan. “Karena tanpa sambal makanan itu terasa kurang lengkap, sehingga orang mengatakan kalau tanpa sambal makanan akan terasa hambar,” ungkap guru besar Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Gadjah Mada (UGM) ini.
Keanekaragaman jenis sambal yang ada di Indonesia telah menyiratkan wujud identitas nusantara. Perbedaan jenis dan karakter sambal di tiap daerah sejalan dengan karakter dan kebiasan masyarakat, serta bahan yang tersedia di masing-masing wilayah. Sebut saja Maluku dengan sambal colo-colo dan Sulawesi Utara dengan sambal dabu-dabunya. “Sambal telah mempersatukan bangsa Indonesia, karena hampir semua masyarakat Indonesia gemar akan sambal,” tambah Prof. Mudjiati.
ADVERTISEMENT
Komoditi Utama Dalam Hidangan Sambal
Meski sensasi pedas sudah dimiliki oleh kuliner nusantara sejak dahulu kala, namun pada saat itu cabai atau capsicum tidak digunakan dalam menciptakan cita rasa pedas. Pada mulanya terdapat beberapa komponen lain yang digunakan seperti, jahe, lada dan cabya atau biasa disebut dengan cabai jawa.
Fadly Rahman dalam buku Kuliner Cita Rasa Pedas menjelaskan bahwa kala itu cabai belum menjadi bagian dari kuliner masyarakat Jawa Kuno dalam mengolah cita rasa pedas. Namun setelah kedatangan bangsa Spanyol di Indonesia, mereka mengenalkan dua komoditi yaitu cabai dan tomat yang digunakan hingga saat ini dalam menciptakan sensasi rasa pedas dalam sambal.
Prof. Mudjiati Garjito beserta tim dalam temuannya terkait sambal menjelaskan bahwa saat ini penggunaan cabai dalam menciptakan sensasi rasa pedas sangat berkembang dan disukai daripada komoditas lainnya. "Tidak seperti jahe, cabya, dan lada, rasa pedas dari cabai atau capsicum tidak memberikan rasa sakit bagi tubuh, melainkan dapat meningkatkan nafsu makan saat mengkonsumsinya,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Sambal Sebagai Bentuk “Diplomasi”
Pada tahun 2019 silam, Duta besar Indonesia untuk Republik Rakyat Demokratik Korea (RRDK), Berlian Napitupulu membawa sambal dari Indonesia dalam kunjungannya ke Yaksu, Kangso, Korea Utara. Hal ini ia lakukan sebagai bentuk diplomasi melalui makanan.
Hal yang serupa ingin dilakukan oleh Azmia Yumna (21), seorang Warga Negara Indonesia (WNI) yang telah lama menetap di Turki. Berbeda dengan para pemimpin dan pejabat negara, “diplomasi” yang ia lakukan berupa mengenalkan sambal Indonesia pada lingkungan terdekatnya di negara transkontinental tersebut.
Mahasiswi Amasya University ini juga beranggapan bahwa sambal adalah identitas Indonesia. “ Karena sudah seperti ciri khas, orang Indonesia tidak bisa terlepas dari yang namanya sambal sebagai pelengkap dalam membuat makanan menjadi lebih nikmat,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Wanita yang akrab dengan sapaan Mia ini secara tidak langsung mengenalkan sambal kepada teman-temannya karena ia kerap makan menggunakan sambal. “Teman-teman saya penasaran terhadap sambal karena sering melihat saya mengonsumsinya. Tak disangka, ketika mencobanya, mereka suka dan tertarik dengan sambal Indonesia,” katanya.
Bak berbuah manis, hasil dari “diplomasi” sambal yang dilakukan Mia berhasil membuat teman-teman terdekatnya jatuh cinta pada sambal Indonesia. Seperti halnya Hatice Nur Altınküpe (20), wanita asal Kota Isparta ini menyukai beberapa jenis sambal nusantara seperti, sambal kacang, sambal hijau dan sambal terasi.
“Sambal adalah sauce dari Indonesia yang sangat pedas, namun membuat makanan menjadi lebih nikmat,” tuturnya ketika dihubungi secara daring. Kecintaannya terhadap sambal membuat Hatice juga berkeinginan untuk belajar membuat sambal khas Indonesia, ia kerap melihat berbagai tutorial pembuatan sambal di internet.
ADVERTISEMENT
Keanekaragaman sambal di Nusantara membuat ungkapan “tak lengkap rasanya jika makan tanpa sensasi pedas dari sambal yang nikmat” terasa tepat. Makan ditemani sambal apa hari ini?