Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Menelisik Penerapan Good Corporate Governance PT Asuransi Jiwasraya
28 Desember 2020 17:08 WIB
Tulisan dari Rizka Syavitri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Belakangan ini banyak media yang menyorot permasalahan di beberapa perusahaan swasta maupun perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), salah satunya PT Asuransi Jiwasraya (PT AJS). Bermula dari adanya kesalahan pengambilan keputusan pada internal organisasi PT AJS, hingga menimbulkan permasalahan lain yang begitu kompleks. Meskipun sudah lama terjadi, permasalahan ini masih menjadi sebuah isu publik, karena sampai sekarang pembayaran klaim nasabah yang ditunda dari 2018 belum terselesaikan.
ADVERTISEMENT
Terkuak fakta bahwa PT AJS mengalami gagal bayar klaim nasabah “JS Saving Plan” sebesar Rp 16,1 triliun yang akan jatuh tempo hingga akhir tahun 2020. Berdasarkan penyidikan Badan Pengawas Keuangan (BPK) sejak tahun 2008 hingga 2018, potensi kerugian negara mencapai Rp 16,8 triliun, dengan perinciannya terdiri dari kerugian investasi saham sebesar Rp 4,65 triliun dan kerugian investasi reksa dana sebesar Rp 12,16 triliun. Mengilas balik kondisi PT AJS, sirkulasi perusahaan sudah mulai terpuruk mulai tahun 2002 akibat krisis ekonomi, dimana perusahaan mengalami insolvensi (cadangan lebih kecil dari yang seharusnya).
Diperlukan adanya tata kelola perusahaan yang baik agar dapat memberikan nilai tambah kepada pemangku kepentingan baik untuk perusahaan swasta maupun BUMN. Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) menggagas salah satu prinsip yang perlu untuk diterapkan dalam setiap perusahaan sebagai indikator baik atau tidaknya pengelolaan dalam perusahaan, yaitu Good Corporate Governance (GCG). Secara umum, GCG adalah suatu konsep pengelolaan perusahaan yang baik, dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja perusahaan, melindungi kepentingan stakeholders, dan meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan serta nilai-nilai etika yang berlaku. Konsep tersebut sangatlah penting untuk diterapkan, dan pemerintah pun telah memberikan pedoman pelaksanaan GCG pada Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor:PER-01/MBU/2011, yang terdiri dari prinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, dan kewajaran.
ADVERTISEMENT
Dari adanya kasus korupsi akibat penyalahgunaan kekuasaan tersebut dapat dikaitkan dengan Good Corporate Governance (GCG) yang tercantum pada Peraturan Menteri Negara BUMN. Rekomendasi yang diberikan meliputi 5 prinsip, yaitu :
Dalam prinsip transparansi, perusahaan dituntut untuk menerapkan keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan dengan menyampaikan berbagai informasi material dan relevan mengenai perusahaan. Hasil penyelidikan BPK menyatakan adanya tindakan pemalsuan laporan keuangan sejak tahun 2006, hal ini melanggar prinsip transparansi pada GCG. Bahkan pada tahun 2017, perusahaan mencatatkan laba sebesar Rp 360,6 miliar, dan hal tersebut merupakan hasil rekayasa akuntansi. Bukan hanya itu, keterlambatan PT AJS dalam menyampaikan laporan keuangan 2018 jelas telah melanggar aturan pada pasal 8 Peraturan OJK Nomor 55/POJK.05/2017, yang menuliskan bahwa laporan tahunan perusahaan asuransi harus disampaikan paling lambat 30 April pada tahun berikutnya. Tetapi, PT AJS baru memberikan laporan keuangannya pada awal tahun 2020. Dengan begitu, seperti yang dikatakan Toto Pranoto selaku pengamat BUMN bahwa adanya keterlambatan laporan keuangan telah menjadi faktor yang akan memperburuk reputasi perusahaan dan melanggar prinsip transparansi pada GCG, karena para pemangku kepentingan, salah satunya nasabah tidak dapat mengambil tindakan sesuai dengan informasi keadaan perusahaan.
ADVERTISEMENT
Akuntabilitas menuntut akan kejelasan fungsi, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban struktur organisasi, sehingga pengelolaannya dapat terlaksana secara efektif. Jaksa Agung telah menetapkan 13 manajer investasi sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi PT AJS, karena ikut serta dalam proses pengelolaan investasi yang dilakukan oleh enam terdakwa lainnya. Para terdakwa bersama (13 manajer investasi) terbukti membentuk produk reksadana khusus untuk PT AJS agar pengelolaan instrumen keuangan yang menjadi underlying dapat dikendalikan oleh para terdakwa. Dalam audit BPK disebutkan, kerugian negara dari kerjasama investasi ini sekitar Rp12 triliun lebih. Sebagai manajer investasi, seharusnya dapat mengambil keputusan secara objektif untuk menghasilkan dana bagi nasabah dan bagi operasional perusahaan. Sebaliknya, para manajer tersebut menyalahgunakan kekuasaan yang dimiliki untuk mengambil keputusan yang tidak sejalan dengan tugas jabatannya.
ADVERTISEMENT
Prinsip pertanggungjawaban merupakan prinsip kesesuaian dalam pengelolaan perusahaan terhadap perundang-undangan dan prinsip korporasi yang sehat. Produk “JS Saving Plan” yang dikeluarkan PT AJS pada 2013 dinilai menyalahi UU Nomor 40 tahun 2014 Tentang Perasuransian dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 27 Tahun 2018 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi, karena menurut Kodrat Muis selaku konsultan perbankan, manajemen, dan investasi yang menjadi saksi ahli dalam persidangan mengatakan bahwa istilah saving plan tidak dikenal dalam dunia asuransi, karena produk ini memberi imbal hasil pasti. Sedangkan produk asuransi yang memadukan produk investasi, disebut unit link. Korporasi yang sehat salah satunya ditandai dengan sirkulasi keuangan yang baik, yang dapat dicapai dengan pengelolaan perusahaan yang baik.
ADVERTISEMENT
Kemandirian merupakan suatu keadaan dimana perusahaan dikelola tanpa campur tangan dan kepentingan serta tekanan dari pihak yang tidak sesuai perundang-undangan dan prinsip korporasi yang sehat. Wujud kemandirian yang dilakukan PT AJS yaitu memberikan sponsor selama empat tahun sejak 2014 untuk klub sepak bola Manchester City, dengan biaya hingga Rp 38 miliar. Mantan Direktur Keuangan Jiwasraya, Hary Prasetyo, mengungkapkan bahwa alasan PT AJS memberi sponsor adalah klub sepak bola tersebut memiliki jutaan penggemar di Indonesia, dan diharapkan dapat menarik minat masyarakat untuk mendaftarkan asuransinya di Jiwasraya. Dengan alasan tersebut, memperlihatkan bahwa PT AJS berusaha untuk mengambil keputusan yang mandiri guna memperbaiki keadaan ekonomi perusahaannya. Sayangnya, bentuk kemandirian tersebut bukan pilihan yang tepat karena keadaan PT AJS yang sudah lama kurang baik sejak 2006 akibat gagal bayar klaim nasabah justru menambah beban utang PT AJS menumpuk.
ADVERTISEMENT
Setiap stakeholder tentu mendapatkan keadilan dan kesetaraan di dalam pemenuhan hak-haknya berdasarkan perjanjian dan perundang-undangan yang berlaku. Berawal dari terkenalnya Jiwasraya dengan "JS Saving Plan" sebagai produk unggulannya karena menawarkan bunga yang sangat tinggi melebihi kewajaran produk serupa. Akibat produk tersebut, kini PT. AJS menanggung utang mencapai Rp 16,7 triliun terhadap 17.370 pemegang polis. Utang yang sudah sangat menggunung membuat keuangan PT AJS berantakan. Akibatnya PT. AJS kesulitan mengembalikan utang-utang kepada para nasabah. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan ini tidak memenuhi perjanjian dalam pemenuhan hak-hak stakeholder yang terlibat di dalamnya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa adanya permasalahan keuangan yang terjadi pada PT Asuransi Jiwasraya membuktikan bahwa tata kelola perusahaan dalam penerapan prinsip Good Corporate Governance belum sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor:PER-01/MBU/2011. PT Asuransi Jiwasraya perlu membangun kembali kepercayaan para nasabah dengan membayar utang-utang terdahulu. Setelah itu, perusahaan dapat melakukan restrukturisasi sesuai prinsip Good Corporate Governance. Dengan adanya GCG yang melekat dan dapat menjadi budaya organisasi PT AJS, maka implementasinya akan terlaksana dengan mudah. Kepatuhan atas regulasi yang ada dapat menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan mencegah timbulnya berbagai masalah.
ADVERTISEMENT
Sumber :
Halim, Devina. (2020). Enam Terdakwa Kasus Jiwasraya Didakwa Rugikan Negara Rp 16,8 Triliun.
Rina Cahyani, Dewi. (2020). Jiwasraya Mulai Bayar Klaim, Nasabah: Alhamdulillah.
Sandi, Ferry. (2019). Wow, Biaya Fantastis Sponsorship Jiwasraya ke Manchester City.
Sidik, Syahrizal. (2020). Kacau! Produk Saving Plan Jiwasraya Melanggar Undang-Undang.
Tendi. (2019). Belum mengeluarkan laporan keuangan 2018, GCG Jiwasraya makin dipertanyakan.
Thomas, V. F. (2020). BPK Sebut Jiwasraya Sudah Palsukan Lapkeu Sejak 2006.