Konten dari Pengguna

Kesimpulan Bulan Penutup Tahun

Rizki Feby Wulandari
Penulis lepas.
7 Desember 2023 19:00 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizki Feby Wulandari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi orang berdoa. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi orang berdoa. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Perkenalkan aku adalah seorang gadis pendiam tapi kadang banyak memberontaknya yang baru saja lulus kuliah. Yupss tentu, tahun ini menjadi salah satu tahun yang memuat peristiwa besarku. Terlahir menjadi seorang sarjana, meskipun sarjana sudah menjadi barang obral lagi di dunia saat ini.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi aku masih mempertahankan jiwa seorang yang idealis dalam diri ini. Tetap marawat kesakralan ilmu yang dikucurkan orang tua dengan segala jerih payahnya.
Banyak hal aku temui di tahun ini, mengenai kehidupan sebenarnya yaitu setelah perkuliahan. Mengenai arti sebuah keluarga, persahabatan, cinta, cita, mimpi dan misi. Tahun ini mereka menunjukkan wajah aslinya, meski aku tahu ini masih berupa perkenalan dan pendekatan. Belum semua aku pahami secara utuh.
Mengeja menjadi hal yang harus ku lakukan untuk saat ini. Mempelajari dengan cermat dan hingga paham secara keseluruhan dan bisa menerapkan semua pelajaran itu untuk pijakan di masa depan. Meskipun berat bagiku menyandang gelar itu.
Segala ekspektasi dari luar diri nampaknya juga semakin membumbung tinggi. Ekspektasi dari sekitar yang mungkin tidak bisa aku wujudkan sekarang.
ADVERTISEMENT
Aku masih harus berdaptasi dengan segala hal yang asing. Aku masih berusaha mengenali dan mencari titik nyaman untuk diri ini berkembang. Meraba mana yang mampu aku berikan untuk dunia.
Mengenali sisi terlemahku untuk aku rawat lalu ku terima bukan kuhujati dan ku maki. Mengenali sisi terkuat untuk ku dedikasikan untuk sekitar, agar diri ini menjadi lebih berarti sesuai kodrat Tuhan, menjadi orang yang bermanfaat.
Meskipun dalam keadaan ini aku akui diri masih lemah, belum bisa sepenuhnya survive, kadang mengelak akan kelemahan yang kupunya, kadang masih merasa kosong, kadang masih suka membandingkan dengan pencapaian orang, kadang merasa sendirian saat teman-teman fokus berjuang, merasa diri ini ditinggal.
Belum sepenuhnya menikmati hidup yang Tuhan berikan saat ini menjadi hal yang harus segera aku perbaiki.
ADVERTISEMENT
Ini adalah satu-satunya kunci untuk diri ini bisa hidup tenang dan bahagia. Seperti mencoba menerima diri ini merupakan pribadi yang pendiam. Jelas menjadi kendala tersendiri, karena mempunyai tingkat kepekaan setipis tisu. Kaku dan tidak punya hati nampaknya ini yang menjadi target tersendiri dalam waktu dekat untuk kubenahi.
Kedewasaan di tahun ini juga sedang diuji, dunia setelah perkuliahan membuat diri ini menyesuaikan dengan betapa cepatnya cara dunia bekerja. Menguji sudah seberapa siap dengan segala impian yang kita punya.
Seberapa pantas akan segala target yang dicanangkan. Seberapa konsisten dan tetap berpegang pada integritas yang dipegang. Seberapa kuat dengan segala iman yang diteguhkan.
Emosi jiwa lebih sering labil dan tidak terkira, naik turun, fisik lebih rentan capek, beban pikiran semakin berat hanya dipasifkan saat membenamkan diri di mimpi-tidur. Di samping itu semua dunia kerja menuntut keprofesionalan kita.
ADVERTISEMENT
Tahun ini juga banyak rencana yang tertunda, meneruskan studi menjadi hal yang ingin aku perjuangkan. Akan tetapi, Tuhan memintaku untuk mengabdikan diri pada negeri. Menjadi guru honorer di sekolah negeri. Negeri yang krisis orang peduli.
Negeri yang membutuhkan orang yang tidak menjadikan materi menjadi prioritas inti. Aku mencoba untuk ikhlas menerima keadaan ini. Sedang capek koar-koar ingin merebut hak yang sampai saat ini masih hanya berupa janji penguasa negeri. Memantaskan nasib guru di Indonesia.
Yaps, tahun ini bagaikan diri terlahir kembali, mulai perlahan mengenali dunia yang asing tidak senyaman dalam rahim ibunda. Sekarang mencoba untuk tidak sepenuhnya mengandalkan orang tua, malahan harus bisa menjadi garda terdepan untuk menjaganya.
Mencoba belajar berjalan jatuh bangun meniti karier dan mimpi. Tidak takut mencicipi segala hal yang sebelumnya tidak tersedia selama perkuliahan. Belajar lebih bertanggung jawab akan keprofesionalitasan.
ADVERTISEMENT
Jelasnya, kita belajar terlahir menjadi manusia kembali dengan segala visi-misi baru yang dipunyai, karena cara pandang dan cara kerja yang lama mesti harus diperbaiki.
Tulisan ini hadir bersamaan dengan hujan di bulan November. Hujan yang dinantikan di daerah saya Jawa. Setelah beberapa bulan dihampiri kemarau panjang. Saya memutuskan untuk keluar duduk di teras rumah menikmati hujan yang turun.
Sejuk, menenangkan dan dinginnya membayar tuntas kerinduan. Mengingatkan akan beberapa kenangan silam, meski indra peraba tak setajam indra penciuman dalam mengembalikan ingatan.
Namun, hujan dan segala suasananya memberi inspirasi akan sebuah perjuangan. Prosesnya panjang untuk meneteskan air di muka bumi. Jatuhnya air pun kadang dinantikan atau dipenuhi hujatan.
Hujan kali ini tidak seperti biasanya menyeret saya untuk menikmati sambil basah-basahan. Akan tetapi menciptakan tulisan untuk membasuh hati yang basah akan rintihan derita karena air mata luka di dalam dada.
ADVERTISEMENT