Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Perasaan Hampa Seorang Wisudawati
26 November 2023 10:31 WIB
Tulisan dari Rizki Feby Wulandari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Aku alumni di kampus swasta yang cukup bergengsi, UMY. Tepat 7 Juni 2023 resmi menyandang gelar alumni. Pada tulisan ini aku ingin membagi sekelumit perasaan yang semoga penjelasan di bawah bisa kawan pembaca rasakan sendiri.
ADVERTISEMENT
Dulu sewaktu melihat senior-senior wisuda rasanya mereka pasti bahagia bangga telah menyelesaikan studinya. Jawab mereka biasa ini hanya perayaan kecil, semua orang juga pasti akan merasakannya. Kusangkal, mereka hanya ingin merendah hati saja.
Ternyata apa yang mereka katakan kini kurasakan benar. Tidak ada rasa bangga ataupun bahagia, yaa hanya sebatas alhamdulillah sudah tamat lulus S1 saja.
Tidak ada rasa bangga dan semua mengalir begitu saja. Mengapa rasa bangga tidak hadir? Karena selama ini hanya menyelesaikan sewajarnya saja, kurang ada effort lebih di dalam nya. Yang penting selesai ini menjadi penyakit yang nantinya melahirkan hasil yang ala kadarnya.
Apa yang merasa bangga, hanya mereka yang sewaktu wisuda menyandang gelar terbaik saja? Ntahlah, aku juga tidak mampu memahaminya. Ini hanyalah tulisan kecil perenunganku saja. Kurasa tidak ada orang yang puas akan hasil, jika tidak belajar mensyukuri hal kecil.
Namun, ini bukan sebatas tentang rasa syukur, hanya saja jujur sedatar ini menemuinya. Tidak berkesan. Hanya saja ada satu dua hal yang mungkin akan terasa hilang yaitu teman. Banyak dari mereka memutuskan untuk pulang ke kampung halaman. Tapi untuk teman bukan persoalan yang besar. Selama perkuliahan jatuh bangun seringnya juga sendirian.
ADVERTISEMENT
Hal yang aku pikirkan sekarang, adalah bagaimana kelanjutan setelah ini? Apa hanya bisa berpangku tangan di sekolah negeri tempat aku mengabdi. Atau lanjut studi tapi bagaimana bisa dengan biaya sendiri. Malu sudah, jika harus membebani orang tua lagi dan lagi.
Tapi bagaimana bisa menghasilkan uang sendiri, jika sekarang masih suka malas dan menunda pekerjaan. Untuk diri, tolong ya jadikan wisuda kemarin sebagai pembelajaran. Apa yang harus dilakukan ke depan harus lebih membanggakan.
Harus juga memaknai setiap detik perjuangan. Jangan hanya mengalir dan hampa melakukan segala hal. Menyadari penuh atas hal yang kita perjuangkan di masa sekarang sungguh sangat terasa dampaknya untuk masa depan.
Tidak usah berusaha lagi menolak dan tidak ingin merasakan kesakitan atau kebahagiaan. Cukup dengan menikmati nanti rasa syukur hadir sendiri. Percuma jika tidak bisa enjoy menjalani, hal itu tidak akan membawamu pada dampak yang besar.
ADVERTISEMENT
Merasa belum pantas juga terjun di masyarakat dengan gelar yang sudah disandang. Belum sanggup memenuhi segala ekspektasi yang segera terbebankan pada diri. Mulai dari di tengah kebingungan menata hidup baru selepas mahasiswa S1 meniti karier dan juga menjaga reputasi diri.
Dituntut apa kontribusi yang bisa diberi? Belum lagi, kita tidak akan terlepas dari cibiran orang atas segala baik buruk pada diri atau sekadar berbeda persepsi, dengan perkataan ”Sarjana S1, kok gini?”
Pesanku untuk kawan yang masih berkecimpung di dunia perkuliahan, baik mahasiswa baru, pertengahan, atau sudah di ujung tombak perskripsian. Tolong, nikmati dan buat monumen terbaik di masa perkuliahan, agar selepas lulus kita ada rasa bangga dan puas menjadi sarjana S1 yang sebenarnya.
ADVERTISEMENT
Melakukan yang terbaik yang ada di hadapanmu sekarang adalah salah satu cara memaknai yang akan membuat kita bangga pada pencapaian meskipun kecil sekali.
Tidak seperti hampa saat ini, romantisasi hanya sekadar untuk penguat memori. Selepas itu masih gambang mau melangkah bagaimana lagi. Bayangan paling realistis adalah memberi tenggat waktu pada diri untuk mencoba bereksperimen kecil mempergunakan ilmu yang didapat selepas S1 kemarin, ntah mengabdi, membuka usaha sendiri, atau sebatas menekuni serius hobi, bisa juga apply beasiswa sana-sini.
Selepas tenggat waktu yang dicanangkan terpenuhi, entah menemui kesuksesan atau mendapatkan buah paling berharga dari pengalaman yaitu kegagalan. Tidak perlu berkecil hati. Usia 20-25 tahun adalah usia di mana perlu menghabiskan jatah gagal sejak dini.
ADVERTISEMENT
Belajar untuk tidak hanya menengadahkan tangan pada orang tua terus-terusan. Sudah malu bukan? Niatkan dalam diri, kerja apa pun yang penting halal dan jangan terpatok pada gengsi.
Ketenaran dan ketercapaian yang ditemui teman lebih dulu, jangan juga membuatmu sendu. Jalan yang kita tempuh berbeda tujuannya juga tidak sama. Kenapa membandingkan hal yang tidak serupa? Membuat hati merana saja.
Bismillah, mulai detik ini coba ku maknai sendiri jalan hidup setelah habis masa perkuliahan S1. Sembari juga menguatkan jati diri sebelum bertemu dengan pujaan hati. Pasti nanti ceritanya beda lagi. Sudah bukan berjuang sendiri.