Konten dari Pengguna

Yang Menggelitik dari Dinasti Politik

Rizki Feby Wulandari
Penulis lepas.
30 November 2023 17:07 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizki Feby Wulandari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bangkitnya Dinasti Politik Jokowi. Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Bangkitnya Dinasti Politik Jokowi. Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
Di sini, aku tidak akan membahas pemilu secara keseluruhan. Bukan tentang siapa capres-cawapresnya, mengenai visi-misinya, ataupun track-record nya. Tulisan ini aku dedikasikan untuk hal yang menggelitik kita semua. Mengenai dinasti politik, rasanya menjadi isu yang hangat dan sayang sekali untuk dilewatkan.
ADVERTISEMENT
Tahun politik semakin dekat, yaps 2024 pesta demokrasi. Ada yang luar biasa pada pemilu tahun depan, sebagian besar pemilihnya anak muda. Sasaran empuk sekali bukan? Anak muda kebanyakan sedang sibuk-sibuknya mengejar karier, berjuang melewati quarter-life-crisis, ataupun cinta-cintaan. Sepertinya gak akan punya banyak waktu buat mantengin drama pemilu saat ini.
Tapi aku yakin kawan-kawan yang membaca tulisan ini, kamu masih memiliki kesadaran dan kepedulian tersendiri untuk Indonesia. Merawat daya kritis untuk merebut kembali narasi ka jalur yang mesti. Akan diletakkan di tangan siapa, tampuk kepemimpinan dan kekuasaan ini.
Dinasti politik, tidak asing bukan? Saya bantu mengingatkan kembali Azwar Anas selaku Bupati Banyuwangi 2016-2021 digantikan sang istri Ipuk Fiestiandani sebagai Bupati 2021-2024, Mustofa Kamal (Bupati Mojokerto 2010-2018) dilanjutkan sang istri Ikfina Fahmawati (Bupati Mojokerto 2021-2024), Haeny Relawati (Bupati Tuban 2001-2011) dilanjutkan sang anak Aditya Halindra (Bupati Tuban 2021-2024), dan yang paling ruwet terkenal yaitu bagi-bagi jabatan antar dua pasang suami istri yaitu di Klaten, sejak 2000-2024. Dan yang paling hot sekarang permainan Gibran Rakabuming Raka yang menjadi pemimpin daerah sebelum usia 40 tahun, dan maju menjadi cawapres sekarang.
ADVERTISEMENT
Di sini coba kita bedah tipis-tipis mengenai dinasti politik itu sendiri. Apa yang disebut dengan dinasti politik? Dinasti politik, bicara mengenai dinasti layaknya Kerajaan. Orang-orang yang memimpin dia yang masih satu darah dengan pimpinan lama turun-temurun istilahnya. Lalu apa yang terjadi jika politik dinasti terjadi di suatu negara.
Gak ada salahnya juga Dinasti politik diperbolehkan. Di negara-negara lain juga ada. Pembedanya, di negara lain dalam satu keluarga dididik akan politik memang terencana, contohnya di Amerika Serikat yaitu Klen Kenedy.
Kembali ke Indonesia, dinasti politik yang ada di Indonesia ini tidak main cantik rupanya. Kebanyakan kepala daerah yang saya sebut pada tulisan di atas bermotif ”ujug-ujug” serba dadakan, suami lengser istri atau anak menggantikan dan ndilalah menang.
ADVERTISEMENT
Baik tidak sih dinasti politik itu? Kalau terseleksi dengan benar dan bermodal kompetensi yang mumpuni tidak ada masalah bukan. Lebih hemat energi untuk menyeleksi. Akan tetapi gimana jika yang dikatakan Bung Rocky benar, jalan pikiran sekarang kebanyakan macet, karena jalan konstitusi bolong-bolong dilewati tronton-tronton dinasti. Kompeten atau tidak itu yang harus diedarkan di politik dinasti, bukan malah diselundupkan layaknya barang bodong lalu bebas pajak.
Sehingga, perlu tidak adanya undang-undang mengenai dinasti politik? Perlu diketatkan lagi sebenarnya. Namun, sayangnya undang-undang mengenai politik dinasti ini dulu pernah ada, tapi ternyata dicabut oleh MK, dengan alibi HAM, semua Masyarakat berhak untuk dipilih dan memilih, hal ini tidak dilarang secara khusus. Asal kapasitas politik perlu disesuaikan, contoh minimal menjadi kader partai sudah selama berapa tahun, sebelumnya pernah menjabat belum, dsb.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi bagaimana jika hanya berlandaskan rasa tidak enak dengan pemimpin lama, lalu meloloskan berkas syarat pemimpin baru yang masih satu keluarga.
Melihat semakin maraknya dinasti politik, idealnya hal ini harus diatur lagi dalam undang-undang. Politik itu harusnya memunculkan wajah baru dengan berbagai inovasi baru pula bukan melahirkan wajah lama dengan dandanan tebal alibi meneruskan perjuangan atau meraup harta kekayaan yang kurang dengan korupsi dan pencitraan.