Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Ah, Bulls...
6 Juli 2020 22:59 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
Tulisan dari Rizki Gaga tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
"At that point, Michael Jordan's already the ultimate sports alpha male. I mean, the only comparisons that I can recall being apt were to Babe Ruth and Muhammad Ali. That's it. That's The List. There's nobody else on it."
ADVERTISEMENT
Itu semua kata-kata Michael Wilbon, wartawan The Washington Post era 1980-2010. Menurutnya, Michael Jordan si pebasket Chicago Bulls sangat dahsyat hingga setara dengan pemain bisbol (bisa disebut "pebisbol" enggak, sih?) Babe Ruth dan petinju Muhammad Ali.
Dengan mengesampingkan fakta adanya pebasket dewa lain seperti Kareem Abdul-Jabbar, Jordan pernah juara NBA enam kali termasuk jadi Most Valuable Player di seluruh pertandingan finalnya. Dia juga 14 kali masuk NBA All-Star. Bahkan, Bugs Bunny dan Tasmanian Devil sampai tahu sejago apa cowok kelahiran 17 Februari 1963 itu.
Waktu pensiun, angka 23 yang jadi nomor punggung Jordan dipensiunkan bukan hanya oleh timnya, Chicago Bulls, melainkan juga oleh Miami Heat—kompetitornya. Kok bisa romantis gitu ya Miami Heat...
ADVERTISEMENT
Kejantanan Jordan di final NBA 1998 pernah ditulis Renalto Setiawan dalam #userstory-nya di kumparan:
Intinya, cuap-cuap Wilbon di atas itu sah. Valid. Bulls dengan Jordan di dalamnya menjadi tim terbaik di dunia kala itu. Tapi di saat yang bersamaan, tak berhenti berputar sang roda kehidupan.
Semua orang termasuk petinggi Bulls tahu: Jordan dan para pemain kunci lain seperti Scottie Pippen dan Dennis Rodman menua. Tim ini perlu menemukan "Michael Jordan" yang lain untuk regenerasi.
Bukan "regenerasi" yang semula jadi momok itu yang menghancurkan Bulls, melainkan ego para petingginya. Pelatih Bulls, Phil Jackson, jadi domino pertama yang jatuh usai dipecat Jerome Richard Krause sang General Manager Chicago Bulls.
Jordan yang bersikap tegas—Enggak mau main kalau pelatihnya bukan Jackson—pun minggat (atau pensiun ya?). Disusul Dennis Rodman, dan semua-muanya. Ambyar.
ADVERTISEMENT
"But while this Bulls team was a masterpiece, it was volatile beyond belief. And within days of achieving the ultimate glory, the Bulls would begin to explode, like, really a lot."
Ucapan di atas keluar dari mulut, Seth Rosenthal "SB Nation". Dia menyebut dirinya "NBA-Die-Hard", sejak kecil sudah hobi basket. Saya sih enggak ngerti-ngerti amat soal NBA.
Seth bilang, Bulls pasca-JJ (Jordan-Jackson) bahkan pernah keok oleh Miami Heat dengan skor memilukan: 49 points vs 82 points.
Singkatnya, amburadul sekali Bulls ini. Sudah kehilangan para pemain (termasuk pelatih) inti, pemain "regenerasi"-nya pun belum matang. Rencana rebuilding jadi berantakan.
Reporter: Michael, obviously, in the wake of this incredible celebration, there'll be some very difficult business decisions.
ADVERTISEMENT
Itu pertanyaan wartawan (entah siapa) ke Jordan usai Bulls jadi juara NBA yang ke-sekian kali. Kala itu desas-desus rebuilding sudah kencang termasuk rencana memecat Jackson. Dan apa jawaban Jordan?
Michael Jordan: We are entitled to defend what we have until we lose it ...if you wanna look at this from a business thing, have a sense of respect for the people who have laid the groundworks.
Membangun ulang—dari awal—bukan hal gampang, apalagi kalau banyak politik dan drama. Selain berlaku buat Bulls, ini berlaku untuk dirimu sendiri, untuk rumah tangga, bahkan untuk korporasi.
Seumpama waktu bisa diputar, mungkin Krause akan memendam egonya untuk memecat Phil Jackson. Bagaimana pun, Jackson masih amat berharga.
ADVERTISEMENT
Dan dalam konteks yang sama, jangan sampai kamu juga kehilangan hal-hal yang sesungguhnya berharga dalam hidupmu. Sekecil apa pun itu.
"Chicago probably could have benefited more ...if they hadn't alienated so many people in the first place," kata Seth.
Ah, Bulls...