Konten dari Pengguna

Motor-motor di Hidup Saya

Rizki Gaga
Wartawan Tempo 2011 - 2016, Redaktur kumparan 2016 - sekarang. Orang Bandung lulusan Jurnalistik Unpad.
14 Desember 2020 23:54 WIB
comment
24
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizki Gaga tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Motor-motor di Hidup Saya
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Yang ada di foto di atas ini adalah sebuah Ducati Scrambler. Sungguh ganteng, dilihat dari atas-bawah-kiri-kanan seperti ditanya rasa masakan calon ibu mertua: Jawabannya, "Cocok dengan selera saya."
ADVERTISEMENT
Dan memang, sepanjang 34 tahun saya hidup, sepeda motor paling enak yang pernah saya coba adalah Ducati Scrambler dan Royal Enfield Himalayan. Dua motor laki—mengacu pada tangki bensin di selangkangan—itu bukan cuma enak dilihat tapi juga enak digas, enak direm, enak digeber-geber.
Mesin Scrambler dan Himalayan enggak terlalu besar sekaligus enggak kecil. "Pas," begitu. Akselerasinya seperti Ade Rai mengangkat galon air mineral: Enggak ngeden.
Enggak enaknya cuma satu: Hanya mencicipi, tidak memiliki. Motor itu benar-benar cuma saya coba ketika kumparan sedang melakukan review. Tapi kenangan singkat itu yang kadang suka berbekas di hati, bukan?
Kepalang tanggung bicara sepeda motor, saya mau menceritakan motor-motor yang pernah mewarnai hidup saya.

Honda Supra V

Kredit foto: Cylonggarage.
Honda Supra V menjadi sepeda motor pertama saya, dibelikan orang tua waktu saya kelas 2 SMP. Dari pabriknya sudah dibekali kopling manual, jadi saya memang sedari awal sudah belajar motor kopling.
ADVERTISEMENT
Yang saya ingat dari motor ini adalah betapa motor ini enggak enak. Remnya tromol, pengendaliannya enggak ajek, tenaganya payah kendati iritnya luar biasa.

Honda Tiger

Kredit foto: Ari Ashoeta.
Sepeda motor kedua adalah Honda Tiger yang saya kasih nama Petir. Karena, dibandingkan Honda Supra V, si Tiger ini benar-benar cepat seperti petir. Saya enggak punya fotonya, tapi masih ingat pelat nomornya: D 6000 DH.
Motor punya saya warna hitam buatan tahun 1996. Wah, ini dipakai ke mana saja enak. Touring ke Cipanas bareng teman-teman SMA 22 Bandung (kebetulan Ari Ashoeta yang punya foto itu teman seangkatan saya), enak; pacaran ke Lembang juga enak.

Suzuki Satria R 2 Tak

Saya dan si Suzuki Satria R.
Sepeda motor ketiga saya, Suzuki Satria R bermesin 2 tak. Entah apa pikiran saya waktu itu sehingga alay seperti ini:
ADVERTISEMENT
Tapi namanya anak muda. Enggak nyaman enggak apa-apa yang penting (rasanya) keren. Oh ya, setiap ada razia dari polisi, motor ini PASTI kena. Mungkin disangka anggota gangster.

Yamaha Mio 2007

Saya dan Yamaha Mio 2007.
Yamaha Mio ini punya nama Ciput. Akronim dari Ci Putih (karena warnanya putih). Motor yang kontribusinya paling besar dalam karier saya sebagai wartawan.
Liputan banjir? Pernah. Ngebut supaya enggak ketinggalan mobil pemadam kebakaran? Pernah. Nginap di depan rumah koruptor? Pernah. Ke Istana Negara? Pernah. Dari Bandung ke Bogor dari Bogor ke Jakarta dari Jakarta ke Bogor? Pernah.
ADVERTISEMENT
Ciput ini yang masih bersama saya sekarang. Kalau nanti saya sudah divaksin, yuk kita jalan-jalan jauh lagi.
***