Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Menghadapi ketidakpastian hubungan dengan praktik mindfulness
26 November 2024 18:10 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Amalya Rizki Yusfitanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Hubungan tanpa status: Bertahan atau meninggalkan?
ADVERTISEMENT
Dalam keberlangsungan hidup manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan relasi interpersonal. Pada kajian ilmu psikologi, dalam kehidupan terdapat tingkatan kebutuhan hidup manusia. Menurut teori abraham maslow salah satu dalam hierarchy of needs menjelaskan bahwa manusia memiliki kebutuhan dalam konteks hubungan yang terdapat pada level need hierarchy ketiga yakni belonging. Belonging adalah kebutuhan mengenai aspek sosial seperti kebutuhan untuk dicintai, merasakan afeksi, dan intimacy. Tingkatan need of belonging dapat diaktualisasikan dengan berbagai bentuk attachment seperti keluarga, pertemanan, pasangan, komunitas, dsb. Semakin seseorang membangun jaringan interpersonal terdapat kecenderungan seseorang mengetahui jenis hubungan dan kualitas hubungan.
ADVERTISEMENT
Di zaman modern ini bentuk relasi interpersonal sangat beragam terutama dalam hubungan romantis dimana banyak bahasa populer dalam ketidakpastian hubungan yang digunakan seperti HTS (hubungan tanpa status) dan TTM (teman tapi mesra). Pada pembahasan risalah ini akan membahas mengenai ketidakpastian hubungan yang sedang marak terjadi. Tentunya ketidakpastian hubungan memiliki dampak negatif bagi individu yang ada pada hubungan tersebut seperti, kecenderungan untuk memiliki tingkat kecemburuan yang tinggi, peningkatan stress, kesepian, kecemasan, rendahnya kepuasan hidup. Dari ketidakpastian hubungan, tentu hal ini akan menciptakan berbagai emosi yang akan muncul mulai dari bahagia, marah, kecewa, sedih, dan emosi lainnya yang memungkinkan terjadinya toxic relationship. Namun apakah dampak negatif bisa dihindari? Dengan hal itu kita bisa untuk mempraktikan mindfulness dalam ketidakpastian relasi interpersonal.
ADVERTISEMENT
Apa itu Mindfulness?
Mindfulness merupakan sebuah disiplin ilmu yang berakar dari tradisi buddhism. Mindfulness mengacu pada kondisi memahami, menyadari dan hadir pada masa saat ini tanpa adanya reaksi yang berlebihan, penilaian serta interpretasi Karremans et al., (2016). Menurut Bishop et al., (2004) dalam praktik mindfulness terdapat dua komponen.
Mindfulness berbeda dengan konstruk-konstruk psikologi yang memiliki kata “self”. Self adalah kumpulan dari experience yang berkembang dan menghasilkan kesadaran refleksif namun self sendiri tidak dapat ditemukan atau disimpulkan karena pada dasarnya self memiliki konsep selfhood dengan konteks self of continuity (adanya keberlanjutan, perubahan dan tidak pasti). Berarti mindfulness “M” bukan mengenai self awareness, self reflection, self acceptance atau konstruk self lainnya. Mindfulness bukan perihal proses mental individu merenungi, mengenali, membentuk diri. Alih alih membentuk diri, mindfulness lebih kepada memberikan perhatian penuh pada kondisi diri seperti tubuh, metakognitif internal, perasaan tanpa merenungkan atau memaknai karena mindfulness bersifat netral. Definisi mindfulness yang tidak menilai, hanya observasi dan bersifat netral membutuhkan adanya latihan dan bentuk regulasi emosi. Alih alih menggunakan mindfulness sebagai praktik self regulation (pengaturan diri yang melibatkan peninjauan jangka panjang) namun mindfulness hanya menyadari, memahami konsekuensi, tidak mengontrol atau merubah suatu emosi. Maka dari itu untuk menuju suatu hubungan yang tidak lebih buruk dapat menerapkan praktik mindfulness untuk menghadapi realita hubungan dan suatu permasalahan secara mindfull.
ADVERTISEMENT
Penerapan Mindfulness dalam Relationship
ADVERTISEMENT
Manfaat Mindfulness dalam Relationship
Ketidakpastian dalam hubungan adalah hal yang wajar, namun dampak negatifnya dapat dikelola melalui mindfulness. Dengan mindfulness, individu dapat meningkatkan kesadaran penuh, fokus pada saat ini, dan meregulasi emosi secara bijak. Hal ini membantu menghindari reaksi berlebihan, seperti kemarahan atau kekecewaan, dan memungkinkan diskusi yang sehat untuk menemukan solusi bersama. Mindfulness tidak hanya membantu menghadapi ketidakpastian hubungan, tetapi juga memberi kejelasan dalam memahami konsekuensi dan mengambil keputusan dengan lebih bijak.
ADVERTISEMENT
Referensi
Bishop, S. R., Lau, M., Shapiro, S., Carlson, L., Anderson, N. D., Carmody, J., . . . Devins, G. (2004). Mindfulness: A proposed operational definition. Clinical Psychology: Science and Practice, 11, 230-241.
Karremans, J. C., Schellekens, M. P. J., & Kappen, G. (2016). Bridging the sciences of mindfulness and romantic relationships. Personality and Social Psychology Review, 21(1), 29–49. https://doi.org/10.1177/1088868315615450
Yusainy, C., Barlaman, M. H. A., Timothy, J. A., Salsabila, S., & Wicaksono, W. Tracking regret and guilt: the context of harm and trait mindfulness. Gadjah Mada Journal of Psychology (GamaJoP), 9(2), 179-191.
Yusainy, C., Nurwanti, R., Dharmawan, I. R. J., Andari, R., Mahmudah, M. U., Tiyas, R. R., ... & Anggono, C. O. (2018). Mindfulness sebagai strategi regulasi emosi. Jurnal Psikologi, 17(2), 174-188.
ADVERTISEMENT
Yusainy, C., Rachmayani, D., Hapsari, F. I., & Khairanti, N. (2024). Psikoedukasi ketidakpastian relasi komunitas digital. Dinamisia: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 8(2), 398-409.