Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Cerpen Aroma Melati dan Kemistisan
27 November 2024 13:48 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Rizkia Tantri Amalia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di sebuah desa terpencil yang dikelilingi hutan lebat, terdapat sebuah legenda yang sudah berabad-abad beredar di kalangan penduduk. Konon, di tengah malam, sosok Sundel Bolong akan muncul, menggoda jiwa-jiwa yang tersesat. Sundel Bolong di desa ini dikenal sebagai makhluk halus yang dapat menampakkan diri dalam wujud yang sangat menawan, namun memiliki niat jahat.
ADVERTISEMENT
Cerita ini bermula dari seorang pemuda bernama Dika. Ia adalah seorang pelajar yang baru saja menyelesaikan studinya di kota dan kembali ke desanya untuk menghabiskan liburan. Dika adalah sosok yang skeptis. Ia tidak pernah percaya pada hal-hal gaib dan lebih memilih logika ketimbang mitos. Namun, saat mendengar cerita tentang Sundel Bolong dari teman-temannya, rasa ingin tahunya mulai tumbuh.
Suatu malam, Dika berkumpul dengan teman-temannya di warung kopi. Mereka berbincang tentang berbagai hal, hingga akhirnya topik mengenai Sundel Bolong muncul. “Itu semua hanya cerita bohong. Kalian pasti hanya menghayal saja,” kata Dika sambil tertawa. “Kalau ada, pasti aku sudah melihatnya.” Katanya meremehkan.
Teman-temannya menatapnya dengan serius. “Jangan sekali-sekali meremehkan Sundel Bolong, Dik. Banyak orang hilang setelah melihatnya,” ucap Bebeng, sembari menyeruput kopi hitamnya.
ADVERTISEMENT
Malam itu, Dika pulang dengan perasaan aneh. Ia merasa ada sesuatu yang menariknya untuk menjelajahi hutan di dekat desa. Bulu kuduknya berdiri. Tanpa berpikir panjang, ia memutuskan untuk pergi ke sana. Dengan lampu senter di tangan dan rasa percaya diri yang tinggi, ia melangkah masuk ke dalam kegelapan hutan.
Setelah berjalan beberapa waktu, Dika tiba ditengah hutan yang dipenuhi cahaya bulan. Di tengah hutan, terdapat sebuah pohon besar dengan cabang-cabangnya yang menjulang tinggi. Tiba-tiba, ia merasakan hawa dingin menyelimuti tubuhnya dan suara gemerisik daun terdengar di sekelilingnya. Kaki dan tangan Dika bergetar tak karuan.
“Siapa di sana?” teriak Dika dengan suara bergetar.
Tak ada jawaban. Namun, dari balik pohon besar itu muncul sosok seorang wanita cantik beraroma melati dengan rambut panjang terurai dan gaun putih berkilau. Wajahnya terlihat lembut dan menawan, seolah-olah dia adalah bidadari dari dunia lain.
ADVERTISEMENT
“Namaku Santi,” ucap wanita itu dengan suara lembut. “Aku melihatmu datang ke sini dan ingin berkenalan.”
Dika terpesona oleh kecantikan Santi dan merasa hatinya berdegup kencang. “Aku... aku Dika,” jawabnya gemetaran.
Santi mendekat dan menawarkan senyuman manis yang membuat jantung Dika berdebar lebih cepat. “Mengapa kau datang ke hutan ini sendirian? Ini bukan tempat untuk orang-orang seperti kita.”
Dika merasa terjebak dalam pesona Santi. Ia mulai melupakan semua cerita tentang Sundel Bolong dan hanya ingin menikmati momen ini. Mereka berbincang-bincang seolah-olah sudah saling mengenal satu sama lain.
Namun, seiring berjalannya waktu, suasana mulai berubah. Suara hutan menjadi semakin mencekam, dan Santi mulai menunjukkan sisi lain dari dirinya. Matanya berubah tajam dan senyumnya semakin lebar. Aroma melati pun berubah menjadi bau bangkai.
ADVERTISEMENT
Dika merasakan ketakutan merayap dalam dirinya ketika Santi berkata, “Kau tahu, banyak orang datang ke sini seperti dirimu, mereka semua ingin melihatku.” Suaranya kini terdengar lebih dalam dan menggoda. Ia pun memperlihatkan bagian punggungnya yang bolong dan berlumuran darah.
Mata Dika terbelalak. Dika teringat akan peringatan teman-temannya tentang Sundel Bolong. Ia mencoba mundur perlahan-lahan, tetapi Santi sudah berdiri di depan jalannya, menghalangi langkahnya.
“Jangan pergi,” katanya dengan nada memohon namun penuh ancaman. Kukunya Panjang dan berwarna hitam. “Aku hanya ingin bersamamu selamanya.”
Dika berusaha tenang meskipun jantungnya berdebar kencang. “Santi, aku harus pergi,” ujarnya sambil mencari jalan untuk melarikan diri.
Santi tertawa pelan namun menakutkan. “Kau tidak bisa pergi begitu saja. Aku sudah menunggu terlalu lama untuk seseorang sepertimu.”
ADVERTISEMENT
Dengan segenap tenaga, Dika berlari menjauh dari sosok itu. Ia mendengar tawa Santi semakin jauh di belakangnya, tetapi rasa takut membuatnya terus berlari tanpa henti hingga ia menemukan jalan keluar dari hutan.
Setelah berhasil keluar dari hutan gelap itu, Dika terjatuh dan terduduk di tepi jalan desa dengan napas tersengal-sengal. Ia merasa lega tetapi juga bingung akan apa yang baru saja terjadi. Ia kesulitan menemukan arah pulang karena senter yang dibawanya tiba-tiba mati dan rusak.
Keesokan harinya, Dika menceritakan pengalamannya kepada teman-temannya di warung kopi. Mereka terkejut dan memperingatkan bahwa banyak orang yang pernah melihat Sundel Bolong tidak pernah kembali lagi ke desa. Dika kembali meremehkan. “Apa yang sudah aku bilang. Itu cuma khayalan kalian saja.” Mukanya acuh tak acuh.
ADVERTISEMENT
Hari-hari berlalu dan Dika mencoba melupakan pengalaman mengerikannya malam itu, ia merasa ada sesuatu yang tidak beres dalam hidupnya. Setiap kali malam tiba, ia selalu terbangun dengan mimpi buruk tentang Santi.
Suatu malam, saat ia terbangun dari tidur yang gelisah, jendela kamarnya diketuk dengan sangat keras. Dadanya sesak dan nafasnya tak karuan. Ia melihat bayangan sosok wanita berdiri di dekat jendela kamarnya. Jantungnya berdegup kencang saat ia menyadari bahwa itu adalah Santi. Sundel Bolong yang telah menghantuinya sejak pertemuan awal mereka.
“Dika,” suara Santi menggema lembut di telinganya, “aku datang untuk menjemputmu.”
Dika mencoba melarikan diri lagi tetapi kali ini terasa sia-sia. Tubuhnya seolah terikat oleh kekuatan gaib. Dalam sekejap mata, Santi muncul lebih dekat dan wajah cantiknya kini berubah menjadi menyeramkan. Darah yang berada di punggung Santi membasahi wajah Dika. Mata merah menyala dan senyum lebar penuh taring tajam. Kamar Dika pun dipenuhi oleh bau bangkai.
ADVERTISEMENT
“Aku telah menunggu lama untukmu.” bisiknya sebelum semuanya menjadi gelap.
Sejak malam itu, Dika tidak pernah terlihat lagi di desa tersebut. Penduduk desa hanya mendengar desas-desus bahwa ia telah menjadi salah satu korban Sundel Bolong. Sebuah kisah horor yang akan terus dikenang oleh generasi mendatang sebagai peringatan agar tidak meremehkan legenda yang hidup di antara mereka.
Desa itu pun kembali tenang, tetapi setiap malam purnama akan selalu ada suara tawa lembut dan bau melati yang pekat menyusup ke dalam angin malam. Suara dan aroma yang mengingatkan bahwa manusia akan selalu hidup berdampingan dengan makhluk gaib.