Konten dari Pengguna

Proyek Kabel Bawah Tanah Kota Bandung: Keselamatan Yang Terabaikan

Rizki Nugraha
Mahasiswa Prodi Elektro Itenas
23 Desember 2024 12:05 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizki Nugraha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto: (Rizki Nugaraha) Jln. Aceh Kota Bandung, 20 Desember 2024
zoom-in-whitePerbesar
Foto: (Rizki Nugaraha) Jln. Aceh Kota Bandung, 20 Desember 2024
ADVERTISEMENT
Bandung – Kota Bandung, yang dikenal sebagai “Kota Kembang,” terus melakukan modernisasi infrastruktur untuk mendukung pertumbuhan kota yang pesat. Salah satu proyek besar yang tengah berjalan adalah pemasangan kabel bawah tanah di berbagai ruas jalan utama. Proyek ini bertujuan memperbaiki estetika kota, meningkatkan efisiensi distribusi listrik, serta memajukan infrastruktur telekomunikasi. Namun, di balik ambisi besar tersebut, terdapat persoalan serius yang membutuhkan perhatian mendalam: pengabaian terhadap aspek Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
ADVERTISEMENT
Transformasi Infrastruktur dan Tantangan di Lapangan
Proyek kabel bawah tanah ini merupakan bagian dari program Infrastruktur Pasif Telekomunikasi (IPT), hasil kerja sama antara Pemerintah Kota Bandung dan PT Bandung Infra Investama (BII). Dengan target penyelesaian pada Desember 2024, proyek ini melibatkan pemindahan kabel udara yang semula menggantung di jalan menjadi tertanam di bawah tanah. Hingga awal Desember, sekitar 16,3 kilometer kabel telah berhasil dipasang, sementara 8,2 kilometer lainnya masih dalam tahap pengerjaan.
Proyek ini mencakup 29 ruas jalan utama, seperti Jalan Merdeka, Jalan Asia Afrika, hingga Jalan Tamansari. Harapannya, keberhasilan proyek ini akan meningkatkan keindahan visual kota dan keamanan infrastruktur telekomunikasi. Namun, pelaksanaannya memunculkan berbagai keluhan masyarakat, terutama terkait dampak terhadap keselamatan dan kenyamanan publik.
ADVERTISEMENT
Potensi Bahaya di Area Proyek
Meskipun proyek ini dirancang dengan perencanaan teknis yang matang, implementasi di lapangan menunjukkan banyaknya pengabaian terhadap standar keselamatan. Berdasarkan pengamatan dan laporan warga, beberapa risiko yang muncul di area proyek meliputi:
1. Longsor pada Area Galian: Penggalian tanah untuk kabel sering kali dilakukan tanpa pengamanan yang memadai. Tanah galian yang tidak stabil dapat menyebabkan longsor, yang membahayakan pekerja dan pengguna jalan.
2. Minimnya Pengamanan Area Kerja: Banyak lokasi proyek dibiarkan tanpa pembatas atau rambu peringatan yang jelas. Hal ini meningkatkan risiko kecelakaan, terutama bagi pejalan kaki dan pengendara.
3. Kontak dengan Kabel Listrik: Pada beberapa titik, penggalian dilakukan di dekat kabel aktif tanpa perlindungan yang cukup. Hal ini berpotensi menyebabkan kecelakaan serius, termasuk sengatan listrik.
ADVERTISEMENT
4. Kemacetan Lalu Lintas: Penutupan ruas jalan sementara sering kali dilakukan tanpa perencanaan matang. Akibatnya, kemacetan parah terjadi di sejumlah titik, terutama di ruas jalan sibuk seperti Jalan Otto Iskandar dan Jalan Aceh.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang Diabaikan
Foto: (Rizki Nugaraha) Jln. Aceh Kota Bandung, 20 Desember 2024
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan aspek fundamental dalam setiap proyek konstruksi. Tujuannya adalah melindungi pekerja, masyarakat, dan lingkungan dari risiko kecelakaan kerja. Namun, dalam pelaksanaan proyek ini, aspek K3 tampaknya tidak mendapat perhatian sebagaimana mestinya. Beberapa temuan di lapangan antara lain:
• Kurangnya Alat Pelindung Diri (APD): Banyak pekerja terlihat tidak menggunakan APD standar seperti helm, rompi reflektif, sarung tangan, dan sepatu keselamatan.
• Area Galian Tanpa Peringatan: Rambu-rambu keselamatan dan pembatas area kerja sering kali tidak dipasang, membahayakan masyarakat yang melintas.
ADVERTISEMENT
• Ketiadaan Sistem Drainase Sementara: Penggalian yang dilakukan tanpa sistem drainase sementara menyebabkan genangan air, terutama saat hujan. Kondisi ini meningkatkan risiko kecelakaan dan memperburuk kenyamanan pengguna jalan.
Faktor Penyebab Pengabaian K3
Pengabaian terhadap K3 dalam proyek ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya:
1. Minimnya Pengawasan: Kurangnya inspeksi dari pihak berwenang membuat pelanggaran K3 sulit terdeteksi dan jarang mendapatkan sanksi tegas.
2. Kurangnya Pelatihan Pekerja: Banyak pekerja lapangan yang tidak memahami pentingnya standar keselamatan. Pelatihan terkait K3 tampaknya tidak menjadi prioritas dalam proyek ini.
3. Tekanan Waktu dan Biaya: Untuk mengejar target penyelesaian, pelaksana proyek sering kali mengutamakan efisiensi waktu dan penghematan biaya, sehingga aspek keselamatan terabaikan.
Dampak bagi Masyarakat
ADVERTISEMENT
Dampak dari pengabaian K3 dalam proyek ini tidak hanya dirasakan oleh pekerja, tetapi juga oleh masyarakat sekitar. Beberapa dampak yang mencolok meliputi:
• Kemacetan dan Ketidaknyamanan: Penutupan jalan tanpa koordinasi yang baik memicu kemacetan parah, terutama di kawasan pusat kota. Hal ini menimbulkan frustrasi bagi pengguna jalan.
• Risiko Kecelakaan: Ketidakjelasan area kerja meningkatkan risiko kecelakaan bagi pejalan kaki dan pengendara. Sudah ada laporan warga yang terjatuh akibat lubang galian yang tidak diberi tanda.
• Gangguan Lingkungan: Proses penggalian sering kali meninggalkan debu dan lumpur yang mengotori lingkungan sekitar, terutama pada musim hujan.
Solusi untuk Mengatasi Masalah
Untuk memastikan bahwa proyek ini berjalan dengan aman dan efisien, langkah-langkah berikut perlu diambil:
ADVERTISEMENT
1. Peningkatan Transparansi: Pelaksana proyek harus melaporkan penerapan K3 secara berkala kepada masyarakat. Laporan ini dapat mencakup data inspeksi keselamatan dan langkah-langkah perbaikan yang telah dilakukan.
2. Penegakan Regulasi: Pemerintah Kota Bandung perlu memperketat pengawasan dan memberikan sanksi tegas kepada perusahaan yang melanggar aturan K3. Inspeksi mendadak dapat dilakukan untuk memastikan kepatuhan di lapangan.
3. Pelatihan Pekerja: Seluruh pekerja harus mendapatkan pelatihan K3 sebelum memulai pekerjaan. Pelatihan ini harus mencakup penggunaan APD, pengelolaan risiko, dan prosedur darurat.
4. Edukasi Masyarakat: Kampanye keselamatan publik dapat dilakukan untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya proyek infrastruktur. Informasi mengenai lokasi dan jadwal proyek juga harus disampaikan secara transparan.
5. Pengelolaan Dampak Lingkungan: Sistem drainase sementara harus dipasang untuk menghindari genangan air. Selain itu, pembersihan area kerja harus dilakukan secara rutin untuk meminimalkan gangguan lingkungan.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Proyek kabel bawah tanah di Kota Bandung adalah langkah positif menuju modernisasi infrastruktur. Namun, keberhasilan proyek ini tidak hanya diukur dari pencapaian teknis, tetapi juga dari bagaimana proyek ini dijalankan dengan aman dan bertanggung jawab. Pengabaian terhadap aspek Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dapat membawa konsekuensi serius, baik bagi pekerja maupun masyarakat sekitar.
Pemerintah, pelaksana proyek, dan masyarakat perlu bekerja sama untuk memastikan bahwa keselamatan menjadi prioritas utama. Dengan pendekatan yang lebih transparan, regulasi yang ketat, dan edukasi yang memadai, proyek ini dapat memberikan manfaat maksimal tanpa mengorbankan keselamatan dan kenyamanan publik. Kota Bandung layak mendapatkan pembangunan yang tidak hanya modern, tetapi juga aman dan berkelanjutan.
Rizki Nugraha (Mahasiswa Prodi Teknik Elektro Itenas Bandung)
ADVERTISEMENT
Ir. Rustamaji, M.T. (Dosen Pengampu)