Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Sebuah Nasionalisme Kita
10 September 2024 7:02 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Robbi Herfandi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Secara etimologis, kata nasionalisme berasal dari kata nationalism dan nation dalam bahasa Inggris. Dalam studi semantic, kata nation berasal dari bahasa latin nation yang berakar pada kata nascor yang bermakna “saya lahir”. Dalam perkembangannya, kata nation merujuk pada bangsa atau kelompok manusia yang menjadi penduduk resmi suatu negara. Nasionalisme juga dapat dipandang sebagai ideologi yang dianut oleh semua negara bangsa yang ada di dunia, mengedepankan cinta tanah air dengan semangat kebangsaan, merajut persatuan akan rasa kepemilikan yang mendalam, dengan artian nasionalisme hadir karena ada rasa bahwa itu milik saya. Nasionalisme bisa juga dilihat hadir semenjak dunia menganut sistem politik negara bangsa (Nation State) sebuah seni politik teramat ekslusif salah satu narasinya adalah “NKRI HARGA MATI” semua negara di dunia menganut makna yang sama, sebenarnya cara pandang ini tidaklah asing, karena sebelum hadirnya negara bangsa manusia sudah mengenal kepemilikan, dengan tujuan agar orang lain tidak menjarah miliknya.
ADVERTISEMENT
Melihat kondisi pada saat Indonesia merdeka diilhami dengan keberagaman dan mengilhami satu point selaras dari Pancasila yaitu 'Persatuan Indonesia' adalah salah satu wujud narasi yang disampaikan oleh pendahulu kita agar Indonesia bersatu meskipun kaya akan keberagaman, hal ini senada dengan Bhinneka Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi tetap satu).
Namun, penulis melihat, nasionalisme sering kali disalahgunakan dan mengalami kerancuan di dalam praktiknya oleh kekuasaan, dimana nasionalisme digunakan untuk mendistorsi makna hadirnya sebuah negara. Hadirnya sebuah negara pada hakikatnya karena ada rasa yang muncul untuk menciptakan keadilan, kemerdekaan, kesejahteraan dan melindungi HAM setiap warga negara, tapi, realitanya seringkali terabaikan.
Seperti kasus demonstrasi masyarakat sipil yang terjadi akibat banyak kebijakan-kebijakan tidak pro terhadap demokrasi sebagai contoh kejahatan atas lingkungan, ketimpangan sosial, mengambil hak-hak masyarakat adat, dan mengubah konstitusi serampangan, kemudian juga seenaknya mengatakan kurang lebih seperti ini “ayok bersatu” setelah kesekian kalinya praktik ketidakelokan itu dilakukan, dengan mengerahkan 'alat negara' dan 'Pemuka Agama' atau orang-orang yang punya pengaruh besar baik itu di di dunia nyata maupun media sosial untuk menciptakan distorsi dalam agenda melanggengkan hasrat kekuasaan seperti kekerasan dan penenang dengan dalih persatuan. Memperoleh keuntungan pribadi tidak jarang kekuasaan melakukan itu terhadap fakta yang ada dan itu perlu obat sebagai formula dengan tujuan perlahan-lahan menyembuhkan.
ADVERTISEMENT
Bersatu adalah hal yang sangat didambakan bagi semua negara bangsa, tapi, kita perlu melalui proses nan sesuai kesepakatan awal kenapa negara ini hadir. Kebanyakan masyarakat mengafirmasi perkataan tersebut padahal kebenaran sedang terancam.
Penulis merasa heran, apakah itu nasionalisme yang sebenarnya? atau itu hanya versi kekuasaan? Karena dapat kita lihat kata-kata nasionalis digunakan sebagai pelindung untuk menutupi kesepakatan yang dilanggar semenjak bangsa terlebih dulu eksis dari negara. Apakah itu alasan hadirnya negara? Sebenarnya bangsa tidak perlu pengakuan dari negara karena bangsa lebih dulu ada, tidaklah pantas mengelabui dan bergerilya sehingga menciptakan bias kebenaran dan bermental culas serta mematikan mentalitas ideologis masyarakat, kalau nasionalisme begitu terus cara pandang dan praktiknya, maka potensial kebenaran terus diperkosa serta bercocok tanam sehingga melahirkan sebuah pengkhianatan dan manipulasi kebenaran bukankah itu bisa disebut penjajahan? Padahal semangat nasionalisme hadir untuk menentang segala bentuk penjajahan (agar milik saya tidak diambil). Kemudian titik seharusnya tujuan awal dan utama dari hadirnya negara tidak dapat terpenuhi dan melenceng jauh kebenaran, karena cara pandangnya hanya berhasrat kepada 'aku'.
ADVERTISEMENT
Zuhud Kekuasaan Adalah Solusi Menuju Nasionalisme Kita
Dilansir dari situs University of Regina, Max Weber mendefinisikan kekuasaan atau power sebagai peluang atau sarana bagi seorang individu untuk dapat mencapai keinginannya sendiri bahkan sekalipun harus menghadapi perlawanan dari orang lain, dalam hubungan sosialnya.
Seperti fenomena perebutan kekuasaan dan sedang berkuasa di kancah lokal, nasional, Regional, dan Global selalu menjadi headline bagi kita semua, ada masyarakat yang antusias dan ada juga yang biasa saja karena sudah paham 'alur dan polanya'.
Dalam bukunya Thus Spoke Zarathustra, Nietzche menggunakan terminologi will to power menguraikan bahwa, manusia lebih suka memerintah daripada diperintah, benar adanya, karena menjadi alamiah bagi kehidupan kita sebagai kebutuhan irasional yang harus dipenuhi dalam rangka bertahan hidup, karena ada hasrat untuk berkuasa, hasrat harus ada pada setiap individu, tanpa hasrat kemajuan tidak akan ada dan perubahan menjadi tiada, namun, hasrat sering kali minatnya hanya kepada kata 'aku' sehingga dapat melanggar etika dan moral serta manipulasi kebenaran yang menjadi sebab timbulnya ketegangan dan merusak tatanan sosial. Meminjam Perkataan Paus Fransiskus “Ketegangan dalam negara timbul karena mereka yang berkuasa ingin menyeragamkan segala sesuatu dengan memaksakan visi mereka”
ADVERTISEMENT
Padahal Indonesia menganut Demokrasi bukan Otoritarianisme ataupun Despotisme, disematkan secara jelas dalam Pancasila, disitu dijelaskan tidak ada kata aku yang ada hanya kata ‘kita’. Kata kita merupakan wujud dari anti-selfish dalam mengatur negara bangsa dengan landasan konstitusional yang harusnya diberkati dan diilhami dengan akal budi dan nalar wajar, sehingga hal ini dapat disimpulkan secara tidak langsung lahirlah pemimpin yang Zuhud Kekuasaan dengan artian tidak ada candu kekuasaan, penyelewengan kekuasaan serta mencabik-cabik konstitusi, bahkan manipulasi kebenaran. Dengan tujuan agar esensi hadirnya negara dapat dijiwai dengan ide-ide demokrasi yang merajut kepada nasionalisme nan minatnya hanya kepada kita dan kebenaran berlandaskan akal budi, di rekomendasikan bagi semua negara di dunia dan individu, serta entitas yang memiliki pengaruh. Untuk menciptakan itu semua perlu semangat kolektivisme Masyarakat Sipil untuk terlibat dalam upaya menentang hegemoni candu kekuasaan agar asumsi dari ide Zuhud Kekuasaan dapat terpenuhi. Karena hadirnya negara tidak lepas dari penerimaan dari bangsa, maka dapat dipahami, nasionalisme bukan kata aku, tapi, nasionalisme harus ditafsirkan milik kita.
ADVERTISEMENT