Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Peningkatan Literasi Media Digital Hoaks Pada Kelompok Pengajian Perempuan
25 November 2021 13:14 WIB
Tulisan dari Rohmatin a tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Penyebaran hoaks di Indonesia belakangan ini kian marak dan mengkhawatirkan, terutama melalui penyebaran media sosial dikalangan perempuan. Bahkan Dewan Pers Indonesia menilai hoaks telah memasuki tahap serius. Menurut data yang berhasil didapatkan oleh mesin Ais yang kemudian diidentifikasi, diverifikasi dan divalidasi oleh Kominfo, total jumlah hoaks sejak Agustus 2018 sampai dengan April 2019 sebanyak 1.731 hoaks (Kominfo, 2019). Salah satu penyebab dari penyebaran hoaks ini adalah rendahnya literasi media media digital yang masih kurang terutama pada kalangan perempuan rumah tangga.
Hoaks memiliki arti berita bohong, informasi palsu, atau kabar dusta. Adapun menurut kamus Bahasa Inggris, hoaks artinya olok-olok, cerita bohong, dan memperdayakan alias menipu . Tujuan dari pembuat dan penyebar hoaks adalah menggiring opini masyarakat dan kemudian membentuk persepsi yang salah terhadap suatu informasi yang sebenarnya.
ADVERTISEMENT
Salah satu penelitian menunjukkan bahwa 92,40% hoaks di Indonesia diakui tersebar melalui media sosial (facebook, twitter, Instagram dan Path). Media sosial juga berpengaruh dalam membaca minat dan konsumsi informasi masyarakat penggunanya. Melalui fitur-fitur seperti share, like, hashtag, trending topic, berita dan informasi dapat dibagikan secara viral: tersebar luas dan terjadi dalam waktu singkat. Menurut data yang dirilis oleh Mabes Polri terkait dengan penyebaran berita bohong (hoaks) selama kurun waktu 31 Oktober hingga 6 November 2018 3 menunjukkan bahwa para tersangka mayoritas adalah ibu-ibu muda dengan rentang usia 20- 42 tahun.
Berdasarkan hasil pemeriksaan kepolisian, para ibu rumah tangga ini bukanlah pembuat konten hoaks, mereka hanya menyebarkan melalui akun masing-masing. Hasil pemeriksaan polisi diketahui bahwa para ibu rumah tangga ini mengaku hanya main-main memposting ulang informasi yang mereka terima melalui media sosial. Mereka umumnya tidak menyadari dan tidak mengetahui bahwa dengan memposting ulang termasuk ke dalam kategori menyebarkan, apalagi terkadang ditambahkan dengan komentar yang sejatinya bukan fakta, itu merupakan pelanggaran atas Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman pidana. Selain pelanggaran undang undang, dampak hoaks juga bisa sangat fatal.
ADVERTISEMENT
Berbagai dampak yang ditimbulkan ini menunjukkan bahwa perlu ada pemahaman di masyarakat tentang bahaya hoaks dan cara menyaring serta menghindarinya, khusunya pada ibu-ibu. Sementara itu, pengajian perempuan Desa Jatirejoyoso Kepanjen merupakan kelompok pengajian yang mayoritas anggotanya ialah ibu rumah tangga yang juga pengguna media sosial. Sebagian dari mereka tidak memahami tentang dinamika teknologi informasi termasuk yang terkait dengan hoaks. Seringkali banyaknya persoalan hoaks di atas terjadi karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang hal-hal yang terkait dengan penggunaan media sosial dan bahayanya penyebaran hoaks.
Bebasnya konteks masyarakat dalam memanfaatkan media sosial cenderung berimbas pada kurangnya pengawasan konten informasi yang dipublikasikan. Dinyatakan bahwa 62,8% chatting platform dalam media sosial dianggap sebagai saluran yang digunakan sebagai penyebar hoaks dan 34,9% memaparkan bahwa masyarakat memandang sejumlah situs web sebagai situs penyebar berita bohong atau hoaks.
ADVERTISEMENT
Mengatasi hal tersebut maka tim pengabdi dari Program Studi Pendidikan Sosiologi FIS Universitas Negeri Malang merasa perlu untuk melakukan sosialisasi kepada ibu-ibu tentang bahaya hoaks dan penggunaan sosial media secara bijak dan sehat. Program Studi Pendidikan Sosiologi sebagai bagian dari agen pendidikan berupaya turut serta dalam menanggulangi dan mengantisipasi adanya persebaran hoaks serta sejumlah ujaran kebencian yang muncul di lingkungan masyarakat. Berdasarkan permasalan diatas tim pengabdian berupaya menawarkan solusi dengan mengadakan kegiatan berupa pendampingan literasi digital berbasis level of competence yang digagas oleh European Commission Directorate General Information Society and Media tahun 2009. Teknik ini bertujuan untuk memberi pengetahuan terkait ketidak benaran informasi yang diterima, penipuan, ujaran kebencian ataupun konten-konten yang melanggar UU ITE khususnya tentang hoaks.
ADVERTISEMENT