Konten dari Pengguna

Membudayakan Membaca untuk Tunanetra

Romi Febriyanto Saputro
Pustakawan Ahli Madya Dinas Arsip dan Perpustakaan Kabupaten Sragen
3 Mei 2023 11:53 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Romi Febriyanto Saputro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pengunjung mencoba alat menulis dan membaca huruf braille Balai Literasi Braille Indonesia (BLBI) Abiyoso pada acara Gelar Pustaka dan Arsip Solo 2019 di kantor Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Surakarta (Disarpus) Solo, Jawa Tengah. Foto: ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
zoom-in-whitePerbesar
Pengunjung mencoba alat menulis dan membaca huruf braille Balai Literasi Braille Indonesia (BLBI) Abiyoso pada acara Gelar Pustaka dan Arsip Solo 2019 di kantor Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Surakarta (Disarpus) Solo, Jawa Tengah. Foto: ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
ADVERTISEMENT
Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional, pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Termasuk dalam kategori ini adalah saudara kita yang menyandang tunanetra.
ADVERTISEMENT
Kaum tunanetra memiliki hak yang sama untuk menjadi insan yang cerdas sebagaimana amanat pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Salah satu sarana untuk mencerdaskan para tunanetra adalah dengan menyediakan buku bacaan yang layak dalam bentuk buku braille.
Buku braille sampai saat ini masih merupakan sumber informasi yang sangat penting bagi tunanetra. Ironisnya, jumlah buku braille yang ada belum mampu memenuhi kebutuhan yang ada.
AKSES informasi bagi penyandang tunanetra di Indonesia masih terbatas. Salah satunya terlihat dari minimnya penyediaan buku berbicara atau audiobook bagi mereka. Menurut perwakilan komunitas tunanetra Kartunet (Karya Tunanetra) Eko Ramaditya, minimnya audiobook karena penerbit di Tanah Air belum banyak yang tertarik untuk membuat buku tersebut.
Ilustrasi siswa SD dengan kondisi tunanetra. Foto: Sony Herdiana/Shutterstock
Sementara itu, Lembaga Penerbit dan Perpustakaan Braile (LPPB) Bandung juga belum mampu memproduksi audiobook maupun terus memperbarui judul buku yang baru beredar di Indonesia, lokal maupun internasional, karena keterbatasan jumlah pembaca teks audiobook.
ADVERTISEMENT
"Pembaca teksnya masih sedikit. Karena memang sulit menemukan orang yang tidak hanya bisa membaca, melainkan juga harus mengekspresikan dialog pada percakapan dengan baik" (Media Indonesia, 28 November 2018).
Untuk itu perlu kerja sama yang erat antara pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan ini. Kerja sama ini dapat dilaksanakan dengan pertama, mewajibkan setiap penerbit untuk menyerahkan softcopy dari buku-buku yang mereka terbitkan kepada pemerintah. Pemerintah bisa menunjuk beberapa percetakan buku braille untuk mengalihmediakan softcopy ini menjadi buku braille untuk tunanetra.
Kebijakan ini merupakan salah wujud kepedulian sosial penerbit buku kepada masyarakat tunanetra. Hal ini diharapkan akan membawa dampak yang berarti untuk meningkatkan budaya literasi di kalangan tunanetra.
Tampilan layar yang memperlihatkan contoh huruf braille di Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Tunanetra tak akan ketinggalan informasi untuk menikmati buku-buku yang baru terbit untuk khalayak umum. Mengapa? Karena setiap buku baru yang beredar di pasaran akan segera sampai ke tangan mereka dalam bentuk buku braille berkat campur tangan pemerintah.
ADVERTISEMENT
Kedua, melibatkan perpustakaan umum kabupaten/kota untuk melayankan buku-buku braille kepada masyarakat tunanetra. Setiap perpustakaan umum kabupaten/kota harus menambahkan satu layanan baru yaitu difabel corner.
Unit layanan ini tak hanya memberikan layanan buku braille melainkan juga melayankan buku digital bisa dinikmati tunanetra dengan menambahkan aplikasi pembaca buku digital.
Perpustakaan umum kabupaten/kota yang saat ini masih “terpinggirkan” perlu diberdayakan dalam rangka mengurangi jurang diskriminasi terhadap masyarakat tunanetra. Tunanetra memiliki hak yang sama dengan masyarakat umum untuk menikmati informasi di perpustakaan.
Ilustrasi muslim tunanetra membaca Alquran dalam huruf braille. Foto: MUHAMMAD ZULFAN DALIMUNTHE/AFP
Hak tunanetra untuk mendapatkan layanan informasi selama ini masih diabaikan oleh pemerintah. Padahal melek informasi di kalangan tunanetra dipercaya akan meningkatkan kemandirian tunanetra dalam mengarungi kehidupan. Sehingga akan memberikan kesempatan kepada mereka untuk turut serta membangun negeri ini.
ADVERTISEMENT
Perpustakaan umum kabupaten/kota juga dapat dimanfaatkan sebagai tempat percetakan buku-buku braille. Pemerintah bisa memberikan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk melakukan hal ini. Jika setiap perpustakaan diberi kewenangan untuk mencetak setiap buku yang dimilikinya menjadi buku braille, maka akan menjadi terobosan luar biasa untuk meningkatkan akses informasi para tunanetra.
Ketiga, membuat model kegiatan belajar-mengajar di sekolah inklusi yang memberikan dorongan untuk memanfaatkan buku braille secara optimal. Membudayakan gemar membaca perlu dilakukan agar anak-anak tunanetra memiliki minat baca yang tinggi sejak dini. Guru-guru di sekolah ini bisa membacakan buku braille secara rutin kepada peserta didik. Ritual ini jika diulang-ulang terus setiap hari akan menumbuhkan semangat suka membaca dan suka memburu informasi di kalangan anak-anak tunanetra.
ADVERTISEMENT
Tunanetra yang sudah tenggelam dalam lautan informasi tentu tak akan kalah dengan manusia lain yang memiliki indra penglihatan. Inilah model kesetaraan yang diajarkan Tuhan dalam Al Quran melalui kisah Abdullah bin Ummi Maktum. Meskipun seorang tunanetra, sahabat nabi ini memiliki keinginan yang sangat kuat untuk mendapatkan informasi dari Allah SWT melalui utusan dan kitab suci-NYA.
Bahkan ketika Nabi Muhammad SAW agak condong untuk mendakwahi para pembesar Quraisy terlebih dulu daripada melayani Abdullah yang tunanetra ini, Allah langsung memberikan teguran yang diabadikan dalam Surat Abasa. Tuhan yang menciptakan manusia sangat menghargai keinginan tunanetra untuk terus belajar kebaikan sepanjang hidup. Sejarah kemudian mencatat, bahwa Abdullah yang buta ini selalu mendapatkan kepercayaan dari Nabi Muhammad SAW untuk memimpin Madinah ketika Rasulullah pergi berjihad.
ADVERTISEMENT
Keempat, mendorong peran sektor swasta untuk membuka taman bacaan braille di kecamatan maupun desa. Taman bacaan braille ini memiliki kedudukan yang sangat strategis untuk memberikan asupan informasi bergizi kepada tunanetra di daerah terpencil. Menghadirkan akses informasi bagi tunanetra di ranah akar rumput dapat dilakukan dengan membangun taman bacaan braille berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Artinya, selain buku braille, tunanetra dapat memanfaatkan internet di taman bacaan untuk membuka jendela dunia informasi.
Kepedulian sektor swasta terutama dari penyedia jasa teknologi informasi dan komunikasi sangat dinantikan untuk memberikan seperangkat komputer khusus untuk melayani tunanetra. Sehingga tunanetra juga dapat memanfaatkan gegap gempita teknologi informasi untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
Tunanetra memang memiliki keterbatasan dalam melihat. Namun, bukan berarti mereka tidak boleh punya hak yang sama dengan mereka yang memiliki mata untuk membaca. Tunanetra berhak untuk memperoleh kesetaraan ilmu dan informasi melalui jendela informasi di buku braille.
ADVERTISEMENT