Konten dari Pengguna

Perpanjang Masa Jabatan Kades: Terobosan Tajam Ciptakan Desa Maju?

Rooby Pangestu Hari Mulyo
Bukan siapa-siapa, hanya pencari kebenaran dan keadilan.
18 Januari 2023 13:28 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rooby Pangestu Hari Mulyo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Massa dari Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia melakukan unjuk rasa di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (17/1/2023). Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
zoom-in-whitePerbesar
Massa dari Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia melakukan unjuk rasa di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (17/1/2023). Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
ADVERTISEMENT
Munculnya usulan mengenai perpanjangan masa jabatan kepala desa yang semula selama enam tahun dan diusulkan menjadi sembilan tahun dalam satu kali masa periode pertama kali diusulkan oleh A. Halim Iskandar selaku Menteri Desa PDTT pada saat bertemu pakar ilmu di UGM Yogyakarta pada Mei 2022.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, jangka waktu enam tahun bagi kades tidaklah cukup untuk menyelesaikan konflik ataupun dinamika benturan yang terjadi karena adanya kepentingan terutama pada saat pilkades. Selain itu, ia juga menyampaikan bahwa dalam membangun desa diperlukan kesinambungan dan berkelanjutan.
Jika kita mengacu terhadap pasal 39 UU Desa, kepala desa memegang jabatan selama enam tahun terhitung sejak tanggal pelantikan. Kepala desa dapat menjabat paling banyak tiga kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.
Artinya seseorang dapat menjabat sebagai kepala desa selama 18 tahun, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kita bayangkan jika nantinya masa jabatan seorang kades dalam satu periodenya selama sembilan tahun. Jika seorang kades secara berturut-turut tiga kali menjabat sebagai seorang kades, maka ia akan memimpin desa selama 27 tahun. Sungguh jangka waktu yang sangat lama dan sangat fatal jika hal itu terjadi.
ADVERTISEMENT
Meskipun kekuasaan yang dipegang oleh kades cakupannya kecil, namun tetap saja yang namanya kekuasaan haruslah dibatasi agar menghindari tindakan kesewenang-wenangan pemerintah terhadap masyarakatnya. Selain itu, pentingnya membatasi kekuasaan juga untuk mencegah terjadinya dominasi penguasa. Juga agar rakyat terlindungi secara harkat dan martabatnya.
Juan Linz, seorang ilmuwan politik Spanyol-Amerika, menyebutkan ada empat hal yang menjadi ciri dari otoritarianisme. Pertama, pluralisme politik yang dibatasi; kedua, legitimasi politik penguasa yang didapat dari dampak emosional belaka dengan memposisikan penguasa sebagai pemberi jalan keluar bagi masalah sosial yang kasat mata; ketiga, mobilisasi politik yang minimal dan tekanan terhadap aktivitas anti penguasa; dan terakhir, penguatan kekuasaan eksekutif.
Dari empat ciri tersebut, jika kita telaah secara mendalam maka kita akan menyepakati bahwa semakin lama seseorang berkuasa maka akan semakin mungkin dia bersikap otoriter. Inilah sesuatu yang sudah seharusnya kita cegah, jangan sampai seorang pemimpin bersikap otoriter.
ADVERTISEMENT
Kemungkinan lain yang akan muncul jika otoritarianisme itu hadir, maka akan muncul raja-raja baru di tingkat desa dengan sokongan-sokongan aparatur di bawahnya. Jangan sampai terjadi penyelewengan anggaran, pembuatan kebijakan yang tidak menyejahterakan masyarakat yang dibuat oleh seseorang yang menganggap dirinya raja di desa karena faktor lamanya dia berkuasa.
Melihat kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi jika seorang pemimpin berkuasa dalam waktu yang lama, kemungkinan merevisi UU No 6 Tahun 2014 ini bukan satu-satunya solusi yang terbaik. Kenapa? Karena untuk menciptakan suatu desa yang maju, tentu perlu dilakukan terobosan-terobosan yang diciptakan oleh kepala desa ataupun masyarakat desa. Hal ini bisa didapat jika antara perangkat desa dengan masyarakat desa tidak segan untuk duduk bersama membahas bagaimana agar desa bisa maju.
ADVERTISEMENT
Persoalan mengenai ketidakcocokan beberapa pihak yang mungkin kalah pada saat pilkades bisa redup ketika memang kedua pihak sama-sama paham akan pentingnya membangun desa secara bersama-sama.
Lantas, apakah sudah sepantasnya jika kita menolak adanya upaya-upaya yang dilakukan agar masa jabatan kepala desa diperpanjang? Mungkin, kita juga patut menyayangkan adanya aksi para kepala desa yang menuntut adanya upaya merevisi UU No 6 Tahun 2014 yang berkaitan dengan masa jabatan seorang kepala desa.
Apakah dengan memperpanjang masa jabatan akan menjamin kades dalam menciptakan desa maju? Atau justru memajukan kepentingan pribadi dan kelompok? Berprasangka baik saja!