Konten dari Pengguna

Penyitaan Harta Pencucian Uang dan Kaitannya dengan Pidana Asal

Roy Riady
Praktisi Hukum
31 Juli 2019 15:37 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Roy Riady tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tim KPK memperlihatkan uang yang diduga hasil korupsi, Minggu (31/12). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Tim KPK memperlihatkan uang yang diduga hasil korupsi, Minggu (31/12). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
Permasalahan yang sering terjadi dalam penanganan perkara tindak pidana pencucian uang ialah mengenai penyitaan. Kontroversi mengenai apakah ada atau tidak tindak pidana asal pada saat penyitaan dari suatu tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang.
ADVERTISEMENT
Selain kontroversi mengenai perdebatan tindak pidana asalnya, pemasalahan sering timbul jika ada harta kekayaan yang bercampur kepemilikannya dengan pihak ketiga itikad baik serta nilai ekonomis harta kekayaan tersebut.
Nilai ekonomis harta kekayaan cenderung menurun apalagi jika penanganan perkara tindak pidana pencucian uangnya “terlalu lama”. Ini akan menimbulkan kerugian para pihak termasuk negara karena pengembalian keuangan negara tidak maksimal lantaran nilai ekonomis benda sitaan itu menjadi sangat menurun.
Pasal 1 angka 16 KUHAP menyebutkan definisi penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud, untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.
Sebagaimana sifat penyitaan itu sendiri adalah memaksa karena berpindahnya sementara penguasaan dari yang menguasai barang itu ke penyidik guna pembuktian dari tingkat penyidikan, penuntutan, dan persidangan. Sampai putusan berkekuatan hukum tetap barulah benda sitaan tersebut dapat dieksekusi penggunaannya untuk kepentingan siapa.
ADVERTISEMENT
Penanganan perkara tindak pidana pencucian uang yang menitikberatkan pada pengejaran aset si pelaku biasanya melalui kegiatan Asset Tracing and Recovery (ATR), yakni langkah penelusuran aset yang diduga milik tersangka atau pihak lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi maupun tindak pidana pencucian uang sudah terdeteksi sejak awal, guna mendukung upaya pembuktian di persidangan.
Kegiatan profiling aset tersangka ini sangatlah penting karena tindakan penyidik yang melakukan proses penyitaan terhadap harta kekayaan milik tersangka ini haruslah benar-benar terukur dan tepat karena dalam proses profiling aset ini penyidik seharusnya dapat menilai mengenai siapa saja yang melekat dalam pemilikan aset, nilai aset, dan hal terpenting sejak kapan perolehan aset tersebut didapatkan.
Gedung Mahkamah Konstitusi difoto pada Rabu (26/6). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Putusan Mahkamah Konstitusi
ADVERTISEMENT
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 77/PUU-XII/2014 tanggal 12 Februari 2015 yang sebelumnya dimohonkan oleh terpidana Akil Mochtar terkait penyitaan harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana korupsi dan pencucian uang secara normatif tidak perlu diperdebatkan lagi mengenai tindak pidana asalnya.
Akil Mochtar. Foto: ANTARAFOTO/Muhammad Adimaja
Frase “patut diduga atau patut diduganya” yang terdapat dalam pasal 2 ayat (2), pasal 3, pasal 4, dan pasal 5 ayat (1) UU No. 8 tahun 2010 menurut Mahkamah Konstitusi mengenai perkara pidana soal terbukti atau tidak terbuktinya, yakin dan tidak yakinnya para hakim yang mengadili suatu perkara semata-mata berdasarkan bukti-bukti di persidangan.
Dalam KUHP terdapat rumusan pasal pasal yang menggunakan frase “patut diduga” atau “patut menyangka”. Penerapan pasal itu dalam peradilan sangat tergantung pada bukti dan keyakinan hakim. Jadi, dengan demikian hakim pengadilan yang dapat menilai bukti dan keyakinan hakim merupakan hubungan sebab akibat atau kausalitas.
ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi juga mempertimbangkan pasal 69 UU No. 8 tahun 2010, yakni: Rakyat dan masyarakat Indonesia akan mengutuk bahwa seseorang yang nyata-nyata telah menerima keuntungan dari tindak pidana pencucian uang lalu lepas dari jeratan hukumnya hanya karena tindak pidana asalnya belum dibuktikan lebih dahulu, namun demikian tindak pidana pencucian uang memang tidak berdiri sendiri, tetapi harus ada kaitannya dengan tindak pidana asal.
Bagaimana mungkin ada tindak pidana pencucian uang tetapi tidak ada tindak pidana asalnya. Apabila tindak pidana asalnya tidak bisa dibuktikan terlebih dahulu, maka tidak menjadi halangan untuk mengadili tindak pidana pencucian uang.
Dari pertimbangan putusan MK mengenai frase “patut diduga atau patut diduganya” yang terdapat dalam pasal 2 ayat (2), pasal 3, pasal 4, dan pasal 5 ayat (1) UU No. 8 tahun 2010 dan pasal 69 UU TPPU.
Uang yang diduga terkait kasus tindak pidana pencucian uang. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
UU TPPU menyebutkan, untuk dapat dilakukan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana pencucian uang tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya jika dikaitkan dengan penyitaan, menurut hemat penulis harus dimaknai dari tingkat penyidikan sebagaimana memang proses penyitaan sudah dilakukan dalam tahap penyidikan.
ADVERTISEMENT
Jika dalam penggunaan frase “patut diduga atau patut diduganya” yang terdapat dalam pasal 2 ayat (2), pasal 3, pasal 4, dan pasal 5 ayat (1) dimaknai pembuktiaannya hanya di proses persidangan, dalam praktik dapat menimbulkan penyalahgunaan wewenang atau tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh penyidik jika hanya berpandangan “sita dulu baru nanti terdakwa buktikan di sidang, harta kekayaannya tersebut apakah bukan dari hasil tindak pidana”.
Selanjutnya dapat dikembalikan pemaknaan dari definisi pada definisi penyitaan yaitu serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.
Sejak proses penyidikan, penyidik harus meyakini harta kekayaan milik tersangka itu patut diduga diperoleh dari hasil tindak pidana, adapun salah satu meyakini itu diperoleh dari hasil pidana yaitu dengan mengetahui sejak kapan perolehan aset itu diperoleh tersangka dengan waktu setelah kejahatan tindak pidana asal dilakukan.
ADVERTISEMENT
Walaupun penerapan norma hukum pasal 69 UU TPPU menyebutkan untuk dapat dilakukan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana pencucian uang tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya. Pengertian “tidak wajib” ini bukanlah diartikan “tidak ada” tindak pidana asalnya. Di dalam konstruksi dakwaan harus diuraikan fakta hukum tindak pidana asalnya sebelum uraian fakta hukum mengenai tindak pidana pencucian uangnya.