Konten dari Pengguna

Berbuka dengan yang Manis

Rahman Tanjung
Widyaiswara Ahli Madya BKPSDM Kabupaten Karawang, Dosen STIT Rakeyan Santang Karawang
19 Maret 2024 6:50 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rahman Tanjung tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kurma untuk Berbuka Puasa (sumber: pexels.com/antoni shkraba)
zoom-in-whitePerbesar
Kurma untuk Berbuka Puasa (sumber: pexels.com/antoni shkraba)
ADVERTISEMENT
Rasanya ingin sekali menuangkan ide tulisan saat Ramadan ini. Biasanya pada Ramadan di tahun-tahun sebelumnya saya menulis beberapa artikel di media online, tapi rasanya saat ini masih kebingungan mau menulis tentang apa.
ADVERTISEMENT
Alhamdulillah, ide tersebut akhirnya muncul ketika melihat sebuah iklan produk sirop terkenal yang biasa wara-wiri di Televisi saat Ramadan dengan cerita-cerita menarik di dalamnya, sehingga membuat saya teringat sebuah tagline “Berbukalah dengan yang manis”. Anda pasti pernah mendengarnya juga bukan?
Ada yang mengatakan bahwa kalimat tersebut merupakan sebuah Hadis, namun ada beberapa Ulama yang menyatakan bahwa hal tersebut tidak secara spesifik disebutkan dalam Hadis mana pun. Hanya saja mungkin itu mengacu pada kebiasaan Rasulullah SAW yang berbuka puasa dengan memakan Kurma. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, yang artinya: “dari Anas bin Malik, ia berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berbuka puasa sebelum Shalat dengan ruthab (kurma basah), jika tidak ada ruthab, maka beliau berbuka dengan tamr (kurma kering), dan jika tidak ada tamr, beliau meminum seteguk air
ADVERTISEMENT
Selain itu, berbuka puasa dengan yang manis menurut beberapa ahli kesehatan sangat dianjurkan, karena setelah kita menjalani puasa sejak Imsak sampai dengan Magrib, tubuh kita kekurangan cairan dan energi. Sehingga memakan makanan yang mengandung Glukosa dan tentunya dibarengi dengan air putih akan mengembalikan cairan energi yang sebelumnya telah berkurang.
Rasa manis sering dianggap sebagai kelezatan yang menawarkan kenikmatan paling mendasar. Rasanya yang manis dan memanjakan lidah, sering kali menjadi pilihan pertama bagi banyak orang ketika mereka mencari pelepas lapar dan dahaga setelah berpuasa seharian. Namun, dalam tulisan ini saya ingin menyampaikan suatu sudut pandang tentang kalimat “Berbukalah dengan yang Manis", yang bukan hanya tentang Hadis ataupun dari sisi kesehatan, karena menurut saya di balik kalimat tersebut dapat digali makna yang jauh lebih dalam.
Berbagi kebaikan dengan sesama (sumber: pexels.com/lagos food bank initiative)
Pesan sederhana ini tidak hanya menegaskan pentingnya menyantap makanan manis sebagai tanda akhir dari hari berpuasa atau sekadar untuk memulihkan kembali energi pada tubuh kita, tetapi juga mengajarkan kita tentang perlunya memelihara “hal-hal manis” dalam segala aspek kehidupan kita.
ADVERTISEMENT
Ini mengingatkan kita untuk membuka hati dengan kelembutan, menjaga sikap yang baik dan merawat hubungan dengan penuh kasih sayang, bukan hanya saat mulut kita harus tertutup dari makanan sejak waktu puasa, tetapi juga setiap saat setelahnya.
Bulan Ramadan, sebagai bulan suci dalam Islam, memberikan kesempatan bagi umat Muslim untuk memperkuat ikatan spiritual mereka dengan Allah SWT. Selama bulan ini, umat Islam berpuasa dari fajar hingga matahari terbenam, menahan diri dari makanan, minuman dan hal-hal lain yang dapat membatalkan puasa sebagai bentuk pengorbanan dan ketaatan kepada Allah SWT.
Namun, puasa Ramadan bukanlah sekadar menahan diri dari keinginan fisik, tetapi juga merupakan peluang untuk membersihkan jiwa, memperbaiki karakter, dan memperkuat ikatan batin dengan sang Maha Pencipta.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks ini, istilah "Berbukalah dengan yang Manis" dapat mengajarkan kita untuk tidak hanya memenuhi kebutuhan fisik kita setelah berpuasa, tetapi juga untuk mempertahankan kebaikan dan kelembutan dalam perilaku kita. Ini adalah panggilan untuk menjaga kelembutan dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan kita setelah kita berbuka. Berbuka dengan makanan yang manis harus menjadi pengingat bagi kita untuk tetap berperilaku manis, bahkan dalam situasi yang sulit sekalipun.
Mengapa manis? Karena rasa manis dalam makanan bukan hanya menyenangkan lidah, tetapi juga menimbulkan perasaan kebahagiaan dan kepuasan yang dalam. Rasanya yang enak dan menyenangkan menyebar di lidah dan hati, menghadirkan kedamaian dan kegembiraan yang memenuhi jiwa.
Demikian pula, sikap manis dalam perilaku kita memiliki dampak yang serupa pada orang lain. Kelembutan dalam perkataan dan tindakan kita dapat mencerahkan hari seseorang, mengangkat semangatnya, dan menyebarkan kebaikan di sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Pesan "Berbukalah dengan yang Manis" dapat dimaknai lebih dari sekadar memulai makan dengan makanan manis, karena hal tersebut juga mengajarkan kita untuk menerapkan kebaikan dalam setiap aspek kehidupan kita, termasuk dalam hubungan kita dengan Allah SWT dan sesama manusia.
Ini adalah panggilan untuk memelihara rasa hormat dan kasih sayang dalam semua interaksi kita, untuk menghargai perbedaan dan untuk berbagi kebaikan dengan orang lain tanpa pamrih.
Di sisi lain, pesan itu juga membawa makna mendalam tentang kelanjutan spiritual kita setelah bulan Ramadan berakhir. Puasa Ramadan bukanlah tujuan akhir dalam perjalanan spiritual kita, tetapi hanya awal dari perjalanan yang lebih panjang menuju kebaikan dan ketakwaan yang lebih besar.
Setelah bulan Ramadan berlalu, kita harus terus mempertahankan “hal-hal manis” yang kita lakukan selama Ramadan, dengan meningkatkan ibadah serta menebarkan kebaikan kapan pun dan di mana pun kita berada.
ADVERTISEMENT
Mengapa penting untuk mempertahankan “hal-hal manis” tersebut, bahkan setelah bulan Ramadan berakhir? Karena perilaku kita adalah cerminan dari iman dan penghambaan kita kepada Allah SWT. Ketika kita berperilaku dengan kelembutan, kita tidak hanya mencerminkan akhlak yang mulia, tetapi juga menyebarkan cahaya kebaikan dalam dunia yang seringkali penuh dengan kekerasan dan ketidakadilan.
Selain itu, menjaga kelembutan dan kebaikan dalam perilaku kita juga membawa manfaat yang nyata bagi diri kita sendiri. Sikap yang baik dan kasih sayang tidak hanya membuat orang lain merasa dihargai dan dihormati, tetapi juga menciptakan ikatan yang kuat dalam hubungan interpersonal kita.
Dengan bersikap manis dan penuh kasih sayang, kita dapat membangun jalinan persaudaraan yang lebih harmonis dan damai dengan sesama, di mana setiap individu dihargai dan dihormati.
ADVERTISEMENT
Lebih dari sekadar rangkaian kata-kata, kalimat ini adalah pengingat yang indah tentang pentingnya untuk tetap menjaga kelembutan dalam pikiran, kata dan perbuatan kita setelah berbuka puasa. Jadikanlah setiap hari setelah berbuka sebagai kesempatan untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya, meningkatkan ibadah kita dan menyebarluaskan kebaikan kepada sesama.
Dalam kaitannya dengan keseharian, pengertian ini dapat diterjemahkan dalam tindakan nyata. Misalnya, kita dapat memulai dengan mengungkapkan kata-kata yang baik dan menghibur kepada orang lain, membantu mereka yang membutuhkan dan berusaha untuk selalu bersikap adil dan berempati dalam segala situasi. Dengan melakukan hal-hal sederhana ini, kita dapat membawa perubahan positif dalam hidup kita sendiri dan juga di sekitar kita.
Dengan demikian, marilah kita memahami dan menghayati pesan yang terkandung dalam kalimat Ramadan yang indah tersebut. Jadikanlah hal-hal manis dalam kebaikan sebagai prinsip hidup kita setiap saat, bukan hanya saat berpuasa, tetapi juga dalam semua aspek kehidupan kita.
ADVERTISEMENT
Semoga bulan Ramadan dan pesan-pesan kebaikan yang terkandung dalam kalimat “Berbukalah dengan yang Manis” memberikan inspirasi bagi kita semua untuk menjadi pribadi yang lebih baik, lebih penuh kasih dan lebih berbuat manis dalam segala hal. Aamiin.