Konten dari Pengguna

Konferensi B20 Luncurkan Carbon Knowledge Hub, Upaya Navigasikan Pasar Karbon

Rumaisha Putri
Peneliti Center of Economic and Law Studies (CELIOS)
14 November 2022 17:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rumaisha Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Emisi karbon yang memiliki dampak merugikan terhadap lingkungan dan kesehatan dapat diubah menjadi keuntungan dalam upaya transisi energi melalui mekanisme pasar karbon. Foto: shutterstock.com
zoom-in-whitePerbesar
Emisi karbon yang memiliki dampak merugikan terhadap lingkungan dan kesehatan dapat diubah menjadi keuntungan dalam upaya transisi energi melalui mekanisme pasar karbon. Foto: shutterstock.com
ADVERTISEMENT
Pemerintah Indonesia telah menyampaikan komitmennya untuk melakukan transisi energi menuju Net Zero Emission atau emosi nol bersih sejak tahun lalu lewat Konferensi Perubahan Iklim (COP26). Hasil konferensi kemudian dituangkan ke dalam Nationally Determined Contribution (NDC) yang salah satunya memaparkan target penurunan emisi karbon pada tahun 2030 sebesar 29 persen dari dukungan dalam negeri dan 41 persen berasal dari dukungan internasional. Belakangan rasa optimis tersebut meningkat dengan adanya revisi target tersebut menjadi lebih tinggi, yaitu menjadi 31,89 persen dengan usaha kemampuan sendiri dan 43,2 persen dengan dukungan internasional. Target nol emisi karbon Indonesia juga dipercepat hingga 2060.
ADVERTISEMENT
Kolaborasi para pemimpin-pemimpin bisnis global diperlukan sehingga penyatuan peran akan menghasilkan rekomendasi kebijakan yang mendukung mitigasi perubahan iklim sembari memulihkan ekonomi, terutama bagi negara-negara G20. Penyelenggaraan B20 Indonesia Summit 2022 atau Konferensi Tingkat Tinggi B20 (KTT B20) dengan tema "Advancing Innovative, Inclusive, and Collaborative Growth" yang digelar di Bali 13-14 November 2022 lalu oleh Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Indonesia merupakan momentum penting bagi komunitas bisnis global melakukan dialog resmi dalam agenda G20. Forum tersebut dihadiri berbagai pemimpin dan para ahli dalam bisnis multinasional, dan Presiden Jokowi sebagai kepala negara tuan rumah.
Adapun rekomendasi kebijakan-kebijakan telah dirancang dalam Konferensi B20 dengan penekanan pada 3 aspek prioritas yaitu pertama adalah prioritas inovasi dalam rangka mendorong pertumbuhan pasca pandemi, kedua prioritas pemberdayaan UMKM dan kelompok rentan, dan yang ketiga adalah prioritas kolaborasi antara negara maju dan berkembang dalam mencapai upaya-upaya tersebut. Salah satu produk kebijakan yang dihasilkan dari forum tersebut yaitu agenda Carbon Knowledge Hub sebagai hasil kolaborasi Kadin Indonesia dan Bloomberg New Energy Finance atau BNEF. Carbon Knowledge Hub adalah upaya sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman sektor-sektor industri agar dapat mengakselerasi program dekarbonisasi, salah satunya program perdagangan karbon yang diharapkan lebih transparan dan dapat diakses semua komunitas bisnis internasional.
ADVERTISEMENT
Arsjad Rasjid, Ketua Umum KADIN Indonesia memaparkan dengan adanya platform Carbon Knowledge Hub ini, diharapkan semua pimpinan perusahaan dapat memperluas wawasan dan pengetahuan mengenai implementasi pasar karbon, dan meningkatkan partisipasi yang lebih luas dengan ikut terlibat di dalamnya secara wajib maupun sukarela.
Pasar karbon menawarkan peluang ekonomi bagi sektor bisnis sehingga jumlah instansi pemerintah dan perusahaan yang terlibat semakin meningkat. Sejumlah negara seperti Uni Eropa, Swiss, Selandia Baru, Kazakhstan, Korea Selatan, Australia, Kanada, China, dan Meksiko telah mempraktikkan perdagangan karbon ini. Potensi ekonominya di Indonesia diprediksi mencapai Rp 8.000 triliun dari berbagai sektor penyumbang emisi besar dalam negeri, seperti kehutanan dan lahan, pertanian, energi, transportasi, limbah, dan industri.

Bagaimana Pasar Karbon Bekerja?

Desain Carbon Knowledge Hub dibangun dari berbagai informasi dan perspektif dari berbagai pakar di bidang pasar karbon. Pasar karbon pada dasarnya memperjualbelikan sertifikat berupa hak atau izin (permits) untuk melepaskan satu metrik ton gas rumah kaca (greenhouse-gas emissions) dengan penggantian kerugian (offsets) semacam kredit yang mewakili satu metrik ton yang dikurangi ataupun dihindari. Hal ini akan mendorong pengurangan emisi berbiaya rendah dengan dampak lebih besar. Penggantian kerugian tersebut nantinya akan dimanfaatkan untuk program kepatuhan (compliance) di perusahaan, pemerintah, individu, dan target keberlanjutan. Harga kredit bisa bervariasi tergantung faktor-faktor tambahan (additionality). Pemerintah Indonesia sendiri telah mengatur hal ini dalam Peraturan Presiden No. 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon.
ADVERTISEMENT
Meskipun sistem pasar karbon awalnya dikenal sebagai program sukarela, kebijakan ini diperlukan untuk mengkompensasi emisi gas rumah kaca. Pemerintah dan regulator terkait bertanggungjawab dalam pengelolaan program ini dan berhak menentukan perusahaan mana yang wajib mematuhi dan mendapatkan mandat untuk berpartisipasi di pasar karbon ini dengan menyerahkan penggantian kerugian (offsets) dan memenuhi kewajiban-kewajiban. Jika aturan-aturan tersebut gagal dipenuhi, maka akan berakibat pada sanksi finansial. Penggantian kerugian (offsets) dari aktivitas industri termasuk dalam inti mekanisme pasar karbon yang diatur dalam Pasal 6 Perjanjian Iklim di Paris. Ada tiga kelompok organisasi utama yang terlibat dalam program karbon wajib atau kepatuhan, yaitu pembuat kebijakan (policy makers), entitas kepatuhan (compliance entities), dan entitas non-kepatuhan (non-compliance entities).
ADVERTISEMENT
Adapun harga izin dari komoditas pasar karbon ditentukan dari tingkat penawaran dan permintaan komoditas global (global supply and demand). Faktor lainnya dapat dipengaruhi dari bagaimana pandangan pemain mengenai tren dan perilaku ekonomi di masa depan. Dibalik pembatasan ini, terdapat peluang ekonomi kepada perusahaan-perusahaan yang diberi mandat dengan adanya kebijakan pemerintah melakukan pembatasan emisi yang dikenal dengan istilah cap-and-trade. Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan insentif pada perusahaan yang dapat mengurangi emisi di bawah harga karbon.
Ketersediaan pasokan (supply) tergantung dari seberapa besar alokasi pemerintah dan metode distribusi yang dipilih, seperti melalui alokasi gratis dari pemerintah (free allocation) atau melalui cara lainnya seperti lelang. Mengenai tingkat permintaannya (demand), pemerintah akan mengurangi batas emisi secara umum agar perusahaan-perusahaan dapat mengurangi efek rumah kaca lebih banyak. Komitmen iklim oleh pihak pemerintah dan regulator akan menjadi penentu seberapa besar dan cepat skema pengurangan emisi dengan program pasar karbon ini.
ADVERTISEMENT
Adapun pasar karbon sukarela akan beroperasi di luar skema kepatuhan (compliance) di bawah pengawasan organisasi non-pemerintah dan pihak penjamin seperti Standar Karbon Terverifikasi (Verified Carbon Standard) dan Cadangan Aksi Iklim (Climate Action Reserve). Permintaan terhadap pasar karbon sukarela datang dari perusahaan, organisasi, pemerintah, maupun individu yang memiliki target iklim sendiri dan ditetapkan dengan sukarela, misalnya pembatasan pengeluaran gas rumah kaca dengan volume tertentu. Hal ini bisa dilakukan saat kondisi di mana perusahaan berusaha menonaktifkan dan mengkompensasi pengeluaran emisi mereka.
Meskipun begitu, dalam kondisi tertentu, peserta pasar kepatuhan (compliance) dalam pasar karbon diizinkan untuk mengajukan ganti rugi yang dapat menggantikan izin (permits). Pemerintah telah menetapkan skema penggantian kerugian semacam itu dalam yuridiksi mereka dalam kondisi khusus, seperti pada kasus saat peserta terkait dengan pasar karbon kepatuhan (compliance) atau pajak berada di negara atau wilayah yang sama.
ADVERTISEMENT

Carbon Knowledge Hub sebagai Solusi

Dalam implementasi perdagangan karbon ini, transparansi atau kejelasan regulasi, termasuk sanksi dan hukuman, dan kesetaraan masih menjadi isu yang harus menjadi perhatian utama dan sesuai dengan Perjanjian Paris. Kesenjangan yang terjadi antara negara maju dengan negara berkembang hanya akan mempersulit upaya mitigasi perubahan iklim. Untuk itu, data mengenai jumlah karbon yang dihasilkan di berbagai negara baik maju maupun berkembang perlu dipastikan agar perbedaan harga pasar karbon tidak menjadi perdebatan di masa depan.
Adanya Carbon Knowledge Hub dapat menjadi sarana untuk sosialisasi dan navigasi pasar karbon yang efektif. Indonesia sangat diuntungkan dari presidensi G20 karena dapat menjadi kesempatan emas untuk menarik lebih banyak proyek investasi ke dalam negeri, salah satunya melalui kredit pasar karbon. Forum B20 adalah hasil dari upaya panjang Indonesia dalam usaha pengurangan emisi karbon di tengah gejolak ekonomi global. Pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif stabil pada angka 5,72 persen sehingga menjadi daya tarik agar para investor dapat mempertimbangkan untuk menanamkan modalnya di Indonesia sehingga target realisasi investasi senilai Rp 1.200 triliun bisa segera tercapai.
ADVERTISEMENT