Konten dari Pengguna

Anging Mammiri: Sebuah Lagu Pelepas Rindu dari Tanah Bugis

Rusydan Fauzi Fuadi
Jurnalis dan Penulis Lepas. Mahasiswa Studi Islam Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga. Fokus Studi Kajian Budaya dan Sosial Humaniora.
17 Juni 2024 10:35 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rusydan Fauzi Fuadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tampak Depan Pelabuhan Anging Mammiri Makassar. (Foto: R Fauzi Fuadi)
zoom-in-whitePerbesar
Tampak Depan Pelabuhan Anging Mammiri Makassar. (Foto: R Fauzi Fuadi)
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Pada Medio 2014 lalu, pertama kalinya saya resmi menginjakkan kaki di Pulau Sulawesi, tepatnya di Makassar, Sulawesi Selatan setelah sekian lama berlayar dari tanah kelahiran ayah di Nusa Tenggara Timur.
Kala itu, saya tidak tahu nama pelabuhan yang ada di Ibu Kota Sulawesi Selatan itu, yang saya tahu hanya susunan huruf yang membentuk tulisan PORT OF MAKASSAR yang berada tepat di pintu masuk pelabuhan.
Suasana saat itu sangat ramai oleh karena Ormas terbesar di Indonesia Muhammadiyah sedang melaksanakan Muktamar yang ke-47 yang dilaksanakan di Kota Makassar. Beberapa tahun setelahnya, saya baru paham bahwa nama pelabuhan itu adalah Pelabuhan Anging Mammiri, pelabuhan tersibuk kedua setelah Pelabuhan Soekarno-Hatta di Sulawesi.

Mengenal Lagu Anging Mammiri

Seperti yang kita tahu bahwa musik tradisional adalah musik yang digunakan sebagai perwujudan dan nilai budaya yang sesuai dengan tradisi, yang diturunkan dari para leluhur ke generasi selanjutnya yang menjadikannya hidup, berkembang, dan dikenal hingga saat ini.
ADVERTISEMENT
Sebagai seorang yang tertarik pada bidang kajian budaya, kajian tentang musik tradisional ini menarik untuk diulas. Dengan begitu, secara tidak langsung kita turut menjaga tradisi dan warisan budaya yang mungkin terancam punah.
Dengan mengkaji musik tradisional, kita dapat mempelajari dan memahami evolusi musik dari waktu ke waktu dan pengaruhnya terhadap musik modern yang berkembang saat ini. Selain itu, musik-musik tradisional seringkali mengandung nilai-nilai moral, etika, dan pesan-pesan penting yang disampaikan melalui lirik dan cerita dalam sebuah lagu.
Dan kali ini, saya akan mengajak Anda untuk mengenal lebih dekat tentang lagu tradisional khas Sulawesi Selatan "Anging Mammiri".
***
Penyematan nama Angging Mammiri pada pelabuhan Makassar ini diambil dari sebuah judul lagu tradisional asal Sulawesi Selatan yang diciptakan oleh seniman sekaligus pemimpin orkes Baji Minasa, dan dialah Borra Daeng Ngirate sekira tahun 1940-an yang bersumber dari Lontara' Kelong atau teks karya sastra yang dilagukan.
ADVERTISEMENT
Lirik lagu ini sebelumnya tidak seperti yang kita kenal saat ini, Borra Daeng melakukan perubahan struktur kata, penambahan kalimat, dan modifikasi baris dalam bait.
Dan berikut ini adalah penggalan lirik lagu Anging Mammiri:
Anging Mammiri Kupasang
Pitujui Tontonganna
Tusarroa Takkaluppa
Eaule... Namangu 'rangi
Tutenaya, tutenaya Pa'risi'na
Battumi Anging Mammiri
Anging Ngerang Dinging-dinging
Namallantasa ribuku'
Eaule Manngerang Balu
Mallo'lorang, mallo'lorang je'ne mata...
Arti lagu:
Wahai angin yang bertiup semilir, aku menitip pesan
Sampaikanlah hingga ke jendela rumahnya
Pada dia yang sering melupakan...
Eaule...
Hingga dia dapat teringat
Si dia yang tak pernah susah
Datanglah wahai angin yang bertiup semilir
Angin yang membawa rasa dingin
Yang menusuk hingga ke sumsum tulang...
Eaule...
ADVERTISEMENT
Yang membawa perasaan rindu
Yang menghanyutkan...
Yang menghanyutkan air mata...
Filosofi dari lirik lagu Anging Mammiri tersebut adalah seorang yang dilanda galau karena rindu pada kekasih hatinya, lalu menyampaikan perasaannya melalui angin untuk disampaikan kepada sang pujaan hati yang jauh di sana.
Lagu ini juga memberikan pesan kepada seluruh masyarakat Sulawesi yang merantau ke luar daerah agar senantiasa merindukan kampung halamannya. Sebab dari sana, mereka dilahirkan dan dibesarkan dengan nilai-nilai luhur, kebudayaan yang ditanamkan, dan menjadikannya sebagai sosok yang pekerja keras dan berbudi pekerti luhur.

Sejarah dan Makna

Dunia musik tradisional Sulawesi Selatan baru berkembang pesat pada akhir 1960'an, perkembangan ini bermula saat budayawati Andi Nurhani Sapada melakukan perubahan terhadap perkembangan seni pertunjukan tradisional Sulawesi Selatan, khususnya Makassar sehingga mendorong perubahan kesenian tradisional.
ADVERTISEMENT
Di fase inilah lagu-lagu tradisional tak terkecuali Anging Mammiri mulai dikenal oleh kalangan luas, terutama masyarakat Sulawesi Selatan itu sendiri.
Menurut studi literatur yang berjudul Transformasi Teks Lagu Daerah Anging Mammiri disebutkan bahwa lagu ini sebetulnya mantra yang digunakan oleh para lelaki untuk menarik hati sang kekasih.
Kala itu, kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan masih kental dengan dunia mistik dan hal-hal gaib. Singkatnya, sebuah ritual kurang lengkap tanpa adanya mantra.
Sebenarnya, ada banyak mantra untuk mencuri hati wanita, tapi Anging Mammiri adalah mantra dasar yang umum dipakai oleh masyarakat lokal kala itu.
Mantra ini digunakan jika usaha pria gagal dalam usaha pendekatannya pada wanita idamannya, maka opsi kedua adalah dengan merapal mantra-mantra.
ADVERTISEMENT
Istilah ini dikenal dengan "Punna tena ku dapaki kasara 'nu, alusu 'nu sedeng" yang berarti “Jika aku tidak bisa mendapatkanmu dengan usaha yang nyata (pendekatan langsung), maka aku akan mendapatkanmu dengan cara gaib”.
Istilah ini sama dengan kalimat yang populer di kalangan masyarakat, "Cinta ditolak, dukun bertindak."
Syahdan, sebagai seorang yang hidup di sebuah daerah yang telah menanamkan kepada kita tentang nilai, budaya, dan tradisi, saya rasa kita wajib untuk senantiasa menghargai keragaman budaya, salah satunya melalui pemahaman yang lebih mendalam tentang musik tradisional, merevitalisasi tradisi yang mulai tergerus zaman, dan menjaganya agar tetap hidup dan relevan.