Konten dari Pengguna

Ulat Sutera: Kunci di Balik Sutra Alami yang Memukau

Sri Handayani
Humas Pemerintah BRIN
25 Desember 2024 9:38 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sri Handayani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
(Foto gambar: ulat sutra, sumber: Lincah Andadari dan tim Periset Zoologi Terapan BRIN)
zoom-in-whitePerbesar
(Foto gambar: ulat sutra, sumber: Lincah Andadari dan tim Periset Zoologi Terapan BRIN)
ADVERTISEMENT
Mendengar kata ”sutra” terbayang kain yang mahal, ekslusif, lembut, lebih bagus dari jenis kain lainnya. Namun, tahukah Anda mengapa kain ini sangat mahal dan nyaman dipakai? Berikut uraiannya tentang sutra dan kunci di balik kekhasannya.
ADVERTISEMENT
1. Fakta menarik tentang ulat sutera
Sutra memiliki karakter yang kuat, padat, dan tahan penyetrikaan. Inilah ciri umum dari serat alami yang dihasilkan oleh hewan maupun tumbuhan. Kapas, rami merupakan contoh dari serat alami tumbuhan, sedangkan sutra, bulu domba merupakan serat alami dari hewan. Selain itu, beberapa makhluk lain seperti kutu, tungau, kalajengking, dan laba-laba juga menghasilkan serat, meski penggunaannya terbatas.
Serat alami sutra dijadikan bahan baku utama tekstil dengan karakter serat lembut dan berkilau. Kilauan sutra disebabkan oleh komponen penyusun yang berupa protein fibroin yang dihasilkan ulat dan membentuk struktur mikro seperti prisma segitiga. Hal inilah yang menyebabkan kain sutra mampu membiaskan cahaya dari berbagai penjuru dan memberikan kesan mewah.
ADVERTISEMENT
Sutra sendiri merupakan serat alami yang terbentuk dari filamen kepompong ulat sutra. Ulat atau lebih tepatnya ngengat penghasil sutra termasuk dalam kelas Insecta.
Sutra yang mensupply 90% bahan baku tekstil di dunia dihasilkan dari ulat sutra murbei atau Bombyx mori L.. Jenis ini merupakan ngengat yang telah didomestikasi dan dibudidayakan secara luas, sehingga dinamakan sutra budidaya. Serangga berasal dari ordo Lepidoptera ini dikenal karena menghasilkan sutra berkualitas tinggi dengan sumber pakan utamanya adalah daun murbei (Morus spp.) sehingga dokenal sebagai Bombyx mori L.
2. Siklus hidup ulat sutera (Bombyx mori L)
(Foto gambar: bagian dari siklus hidup ulat sutra, sumber: Lincah Andadari dan tim Periset Zoologi Terapan BRIN)
Ulat sutra B. mori mengalami metabolisme sempurna atau disebut juga holometabola yaitu dalam hidupnya mengalami tahapan dari stadium telur, larva (ulat), pupa (kepompong), dan imago (ngengat).
ADVERTISEMENT
Selama fase larva, ulat mengalami lima stadium atau instar. Instar pertama hingga ketiga disebut ulat kecil, yang berlangsung sekitar dua belas hari. Sedangkan instar keempat dan kelima disebut ulat besar, yang juga berlangsung sekitar dua belas hari, serta ulat diberi makan tiga kali sehari dengan menaburkan cacahan daun murbei hingga ranting tergantung umur instarnya.
Proses pembentukan kepompong dinamakan pengokonan. Ulat yang sudah mempunyai ciri-ciri tersebut kemudian dimasukkan ke alat pengokonan bernama seriframe dan proses pengokonan akan berlangsung selama sekitar dua hari. Empat hari kemudian ulat yang ada dalam kokon akan berubah menjadi pupa.
Lamanya siklus hidup berbeda antar ras yang ada dalam B. mori L.. Siklus hidup ras Cina berkisar 19-20 hari, lebih cepat 1-2 hari dibanding ras Jepang.
ADVERTISEMENT
3. " Apa sih yang bikin ulat sutera bernilai tinggi?"
Sutra yang dihasilkan bernilai tinggi akibat kompleksitas pembuatan serta proses yang panjang dimulai dari upaya budidaya ulat sutra untuk menghasilkan kokon, pengolahan menjadi benang dan selanjutnya menjadi kain yang membuat harga kain menjadi mahal.
Selain rumitnya proses pembuatan, ada alasan lain di balik tingginya nilai serat sutra utamanya dari sutra murbei. Hal itu diakibatkan serat sutra murbei mempunyai karakter serat yang kuat, tahan lama, hypoallergenic, lebih halus, lembut, berkilau, lebih awet dan tahan terhadap kerutan dibanding serat yang dihasilkan dari sutra non murbei.
Selain bersifat hypoallergenic, serat sutera juga bersifat isolasi, seratnya yang sangat halus tidak akan menggesek atau mengiritasi kulit karena mampu mempertahankan kelembapan kulit.
ADVERTISEMENT
4. "Mau tahu peran ulat sutra Bombyx mori?"
Peran utama dari ulat sutra sebagai bahan baku tekstil adalah tahapan telur hingga pupa/kepompong.
Ulat diternak dalam budidaya serikultur (peternakan ulat) untuk menghasilkan sutra, serat protein alami yang diolah menjadi kain. Prosesnya dimulai dengan pemeliharaan ulat hingga menghasilkan kepompong, yang kemudian diproses menjadi benang sutra. Kepompong ulat sutra sendiri terdiri atas protein fibroin dan serisin.
Protein fibroin inilah yang akan diolah menjadi serat alami bahan baku tekstil. Sedangkan protein serisin yang merupakan perekat protein fibroin, akan dihilangkan dalam proses pembuatan benang sutra.
Ulat sutera B. mori L. menghasilkan kokon yang digunakan sebagai bahan baku penting dalam industri tekstil, benang bedah, parasut, dan berbagai produk lainnya.
ADVERTISEMENT
Selain keunggulan-keunggulan tersebut, dewasa ini juga mulai dikembangkan diversifikasi pemanfaatan sutra tidak hanya sebagai bahan baku tekstil.
5. "Kenali masalah petani ulat sutra di Indonesia!"
Petani pembudidaya juga seringkali mengabaikan SOP dalam melakukan budidaya ulat sutra.
Pemberian pakan sembarangan, pemeliharaan yang tidak menjaga kebersihan tempat, seleksi terhadap ulat-ulat yang mati jarang dilakukan, merupakan beberapa contoh proses yang dapat menyebabkan kegagalan budidaya. Ditambah lagi jika jenis ulat tidak diperlihara di lingkungan yang tidak sesuai dengan karakter hidup ulat yang optimal berada di ketinggian 400 m dpl.
Namun sekarang yang menjadi masalah utama petani sutra Indonesia adalah sulitnya memperoleh bibit telur ulat sutra yang unggul, sebab produsen telur ulat sutra (Perhutani) sudah tidak lagi memproduksinya. Hal ini menyebabkan banyak petani ulat sutra Indonesia yang mengalami ketergantungan pada telur hibrida impor, yang dapat memengaruhi keberlangsungan usaha mereka.
ADVERTISEMENT
6. Sejauh mana peran periset BRIN?
Untuk mengatasi permasalahan ini, periset BRIN berperan penting dalam mengembangkan teknologi inovatif untuk menghasilkan hibrid unggul yang dapat beradaptasi di wilayah pengembangan sutra. Seperti diketahui bahwa sutra Indonesia 80% disuplai dari Provinsi Sulawesi Selatan. Salah satu wilayahnya adalah Kabupaten Wajo. Pemerintah daerahnya mempunyai komitmen untuk melakukan kemandirian industri sutra dari hulu ke hilir.
Untuk membantu hal tersebut periset BRIN melakukan pemurnian hibrid telur impor, jenis yang biasa petani sutra Wajo gunakan dan mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi untuk budidaya di wilayah tersebut. Namun sayangnya kualitas telur impor tersebut rendah, dari 1 box telur berisi ±25.000 telur hanya mampu menghasilkan kepompong sebanyak 18-20 kg saja. Padahal untuk telur dengan kualitas bagus mampu menghasilkan 35-40 kg per box.
ADVERTISEMENT
7. "Metode Inovatif: mengapa teknologi kami lebih efisien?"
(Foto gambar: kokon dan benang sutra, sumber: Lincah Andadari dan tim Periset Zoologi Terapan BRIN)
Hasil dari teknologi pemurnian dan persilangan yang dilakukan mampu meningkatkan efisiensi sebesar 10-12 % dibandingkan dengan hibrida impor. Jika menggunakan telur hibrida impor, maka dari 10 kg kepompong/kokon yang dihasilkannya mampu menjadi 1 kg benang. Sedangkan jika menggunakan telur hibrid hasil inovasi, 1 kg benang hanya memerlukan kokon sebanyak 7-8 kg saja.
8. Langkah strategis untuk mengatasi tantangan dalam industri ulat sutra
Langkah strategis untuk mengatasi tantangan dalam industri ulat sutra adalah kolaborasi antar pihak. Komunitas ilmiah seperti peneliti BRIN maupun universitas untuk menghasilkan teknologi dan inovasi teknis baik terkait masalah murbei sebagai pakan, maupun ulat sutranya.
Pihak pemerintah daerah sebagai pemangku kebijakan dapat mendorong dan memfasilitasi para petani untuk menggunakan produk hasil penelitian yang mampu meningkatkan produktivitas.
ADVERTISEMENT
Begitupun industri dapat merangkul petani, bahkan dapat berperan sebagai bapak angkat petani dengan menyediakan bahan baku dan membeli apa yang dihasilkan oleh petani. Secara khusus perlu dilakukan adalah upaya pelestarian genetik ulat sutra, sebab dengan menjaga keanekaragaman genetik dapat menjadi modal untuk pembuatan hibrida unggul ulat sutra dan murbei.
Hal itu juga dapat dijadikan landasan untuk melakukan penelitian inovatif, sehingga diharapkan industri ulat sutra dapat berkembang dan bersaing lebih baik di pasar. (sh/avi /sumber: Lincah Andadari dan Retno Agustarini, Peneliti Pusat Riset Zoologi Terapan BRIN)