Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pertaruhan KPK di Bumi Anging Mamiri
12 Juli 2020 4:43 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
Tulisan dari User Dinonaktifkan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
UPAYA dan tindakan pencegahan korupsi merupakan jalan yang panjang dan lama. Pencegahan korupsi tidak bisa berhasil hanya dalam satu hari, satu bulan, ataupun satu tahun. Upaya dan tindakan ini tidak bisa hanya dilakukan sekadar saja atau sporadis tanpa arah tujuan. Pencegahan korupsi harus dijalankan secara simultan dan berkesinambungan. Dengan begitu hasil capaian bisa diukur dengan jelas dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan bersama.
ADVERTISEMENT
Salah satu contoh kongkrit upaya dan tindakan pencegahan korupsi yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa dilihat pada Stadion Andi Mattalatta yang lebih dikenal sebagai Stadion Mattoanging, Makassar, Sulawesi Selatan. Stadion ini memiliki luas 79.777 meter persegi dengan nilai aset sekitar Rp 905 miliar. Gelanggang ini selesai dibangun dan diresmikan penggunaannya pada 6 Juli 1957.
Ketika itu Stadion Mattoanging dibangun oleh Andi Mattalatta dan kemudian dipakai untuk kebutuhan Pekan Olahraga Nasional (PON) IV pada tahun 1957. Beberapa tahun selepas penyelenggaraan PON, Stadion Mattoanging kemudian dikelola oleh Yayasan Olahraga Sulawesi Selatan (YOSS). Serah-terima pengelolaan dari Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Sulsel ke YOSS lewat Keputusan Rapat Paripurna KONI Sulsel XIV Nomor 02 tahun 1984. Lihat Historia .
ADVERTISEMENT
Puluhan tahun pun berlalu. Stadion Mattoanging resmi dikembalikan dan diserahkan YOSS ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan (Sulsel) pada Senin, 2 Maret 2020. Serah-terima dilakukan oleh Ketua Dewan Pembina YOSS Andi Ilhamsyah Mattalatta ke Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah dengan disaksikan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
Stadion Mattoanging menjadi salah satu bagian dari fokus pencegahan korupsi terintegrasi pada area manajemen aset daerah yang dilaksanakan KPK melalui Unit Kerja Koordinasi Wilayah (Korwil). Sebagai informasi, Provinsi Sulsel baik level pemprov maupun pemerintah kabupaten/kota ditangani Tim Satuan Tugas (Satgas) Koordinasi dan Supervisi Pencegahan (Korsupgah) pada Korwil VIII.
Selain Stadion Mattoanging, Tim ini pun menangani sejumlah aset lain termasuk Stadion Barombong, Makassar. Lahan dan jalan menuju stadion memiliki nilai aset fantastis yakni Rp 2,5 triliun. Sebelumnya, stadion beserta lahan dan area jalannya dimiliki PT. Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) Tbk, anak usaha PT. Lippo Karawaci, Tbk.
Permintaan Gubernur
ADVERTISEMENT
Rabu malam, 29 April 2020, penulis mengontak Dwi Aprillia Linda yang karib disapa Linda melalui pesan singkat via WhatsApp. Linda adalah anggota Tim Satgas Korsupgah Korwil VIII sejak tahun 2017 hingga tahun 2019. Secara keseluruhan, Korwil VIII membawahi empat provinsi yakni Sulsel, Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar), Sulawesi Tenggara (Sultra), Papua, dan Papua Barat. Di Korwil VII, Linda menjadi penanggungjawab atau Person In Charge (PIC) untuk Provinsi Sulsel.
Isi pesan singkat di antaranya penjelasan umum dan sembilan pertanyaan serta penulis meminta waktu untuk mewawancarai Linda dengan panggilan langsung via telepon seluler. Linda sempat membalas pesan tersebut pada Rabu malam bahwa dia bersedia diwawancarai.
Esok harinya, Kamis pagi, 30 April, Linda mengirimkan jawaban tertulis yang tertuang di empat halaman Microsoft Word, via WhatsApp. Linda menyertakan dengan pesan singkat bahwa pada Kamis itu dia sedang ada kegiatan dengan seluruh pemerintah daerah se-Provinsi NTB melalui video teleconfarance.
ADVERTISEMENT
Berikutnya Linda mengundang penulis ikut dalam video teleconfarance pada Sabtu sore, 2 Mei 2020. Selain Linda dan penulis, ada juga Adlinsyah Malik Nasution alias Coki dan Edi Suryanto. Perbincangan kami berlangsung hampir dua jam. Wawancara melalui video teleconfarance itu kemudian penulis padukan dengan jawaban tertulis dari Linda dalam bentuk Ms. Word dan jawaban Linda melalui pesan singkat via WhatsApp beberapa kali.
Pada tahun 2019, Tim Satgas Korsupgah Korwil VIII diketuai oleh Coki. Untuk tahun 2020, baik Coki, Linda, dan Edi telah berpindah wilayah tugas. Linda telah beralih sebagai Tim Satgas Korsupgah Korwil III dan bertanggung jawab untuk Provinsi DKI Jakarta. Edi ke Korwil VI dan Coki ke Korwil VII.
"Nah yang paling tahu untuk Korsupgah Korwil VIII termasuk Sulsel itu Linda. Karena dia dari tahun 2017 sudah di sana. Coba Linda cerita deh. Untuk tahun 2020 ini, Ketua Tim Korsupgah Korwil VIII itu Bang Dian Patria," ujar Coki.
ADVERTISEMENT
Linda memutar kembali ingatannya ke tiga tahun silam. Seingat dia, Tim Korsupgah Korwil VIII mulai mendampingi pemerintah daerah se-Provinsi Sulsel memang sejak tahun 2017. Upaya dan tindakan pencegahan korupsi terintegrasi di Bumi Anging Mamiri ditandai dengan penandatanganan 'Komitmen Pemberantasan Korupsi Terintegrasi Provinsi Sulawesi Selatan' pada 4 Mei 2017.
Dia memaparkan, penandatanganan ini merupakan bagian dari 'Rapat Koordinasi dan Supervisi Pemberantasan Korupsi Terintegrasi di Sulawesi Selatan' yang berlangsung di Gedung Pola pada Kantor Gubernur Sulawesi Selatan. Pimpinan KPK yang turun gelanggang yakni Wakil Pimpinan KPK Alexander Marwata. Penandatanganan komitmen dilakukan oleh para kepala daerah dan para ketua DPRD se-Provinsi Sulsel. Saat kegiatan dihelat, KPK menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kantor Perwakilan Sulsel.
ADVERTISEMENT
"Mulai masuk untuk penyelamatan Stadion Mattoanging sejak tahun 2018 di mana ada permintaan bantuan dari Bapak Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah untuk mengambil alih Stadion Mattoanging," tegas Linda.
Linda mengungkapkan, permintaan Nurdin bermula dari selepas Nurdin dan Sudirman Sulaiman dinyatakan dan ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan terpilih periode 2018-2023. Nurdin mendatangi Gedung Merah Putih KPK guna bertemu dengan Tim Satgas Korsupgah Korwil VIII. Nurdin meminta agar Tim KPK melakukan pendampingan pencegahan korupsi di Sulsel.
Di antara yang diminta Nurdin yakni terkait dengan penyelesaian dan penyelematan aset-aset bermasalah serta penyelamatan keuangan daerah dan peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Di antara aset bermasalah tersebut, Nurdin secara spesifik mengutarakan tentang pengambilalihan Stadion Mattoanging.
ADVERTISEMENT
"Urgensinya adalah karena Stadion tersebut hendak dibangun atau direnovasi mengingat kondisi sudah tidak layak," ujarnya.
Linda membeberkan, setelah pertemuan Nurdin dengan Tim Korsupgah kemudian Tim mempertemukan Nurdin bersama jajaran dengan Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan. Saat pertemuan dengan Pahala, dibahas sejumlah aspek. Di antaranya permintaan pendampingan Nurdin serta berbagai upaya dan program pencegahan korupsi terintegrasi yang dimiliki KPK melalui setiap Korwil.
"Setelah itu kita turun ke Sulawesi Selatan. Beberapa kali kita ke Stadion Mattoanging. Pertama kali kita datang ke stadion itu Jumat, 14 Desember 2018," katanya.
Saat pertama kali menyambangi Stadion Mattoanging, Tim Korsupgah Korwil VIII didampingi oleh Kepala Biro Pengelolaan Barang dan Aset Pemprov Sulsel beserta jajarannya. Linda membenarkan, dari temuan KPK jelas bahwa stadion itu merupakan salah satu aset milik Pemprov Sulsel yang bermasalah, serta dikuasai dan dikelola Yayasan Olahraga Sulawesi Selatan (YOSS) selama puluhan tahun.
ADVERTISEMENT
"Tim Korsupgah tertarik dengan Stadion Mattoanging karena dua hal. Pertama, Stadion Mattoanging merupakan stadion kebanggaan masyarakat Sulsel yang merupakan aset peninggalan PON. Kedua, salah satu area intervensi KPK adalah manajemen aset daerah. Salah satu kegiatan tematiknya adalah penertiban dan penyelamatan aset," tuturnya.
Selain Stadion Mattoanging, Linda membeberkan, Tim Satgas Korsupgah juga menangani penyelamatan beberapa aset lain milik Pemprov Sulsel sebagai bagian dari pelaksanaan fokus manajemen aset daerah. Di antaranya Stadion Barombong yang dikuasai PT. Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) Tbk, Instalasi Kebun dan Benih (IKB) Sereang yang berada di Sidrap, dan IKB Jampue yang berlokasi di Barru.
"Dalam rangka melakukan pendampingan pada area intervensi manajemen aset daerah di akhir tahun 2018, kami melakukan identifikasi aset bermasalah. Salah satu aset bermasalah yang ditemukan adalah Stadion Barombong," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Linda menegaskan, tidak hanya aset-aset bermasalah milik Pemprov Sulsel yang diupayakan dan telah diselamatkan KPK. Pasalnya saat turun di wilayah Sulsel, tim KPK juga menyasar aset-aset lain milik pemerintah kabupaten/kota. Tim KPK mengerahkan segala kemampuan dan sumber daya serta menggandeng sejumlah instansi lain untuk penyelematan tersebut. Kerjasama dibangun dan dijalankan KPK dengan Kejaksaan Tinggi Sulsel, Polda Sulsel, dan BPKP Kantor Perwakilan Sulsel.
"Sulsel merupakan barometer Indonesia Bagian Timur yang sangat dinamis," ungkapnya.
Coki dan Edi membenarkan cerita Linda. Coki mengatakan, Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah bersama jajaran memang memiliki komitmen serius melakukan pencegahan korupsi. Selain komitmen, tutur Coki, Nurdin juga menyertainya dengan tindakan nyata. Saat turun ke wilayah Sulsel, Tim Korsupgah Korwil VIII pun menagih komitmen dan tindakan dari para bupati, walikota, dan ketua DPR kabupaten, kota, dan provinsi dalam pelaksanaan pencegahan korupsi.
ADVERTISEMENT
Coki memastikan, sejak tahun 2017 hingga 2019 Tim Korsupgah menggandeng dan bersinergi dengan Kejaksaan Tinggi Sulsel maupun dengan BPKP Perwakilan Sulsel. Dia menilai, Nurdin Abdullah secara pribadi bahkan memiliki komitmen yang kuat dan mendukung semua yang dijalankan Tim Korsupgah. Selain itu, kata Coki, para jurnalis dan media massa di Sulsel pun turut memberikan dukungan ke Tim Korsupgah.
"Ini yang saya sebut, bahwa ini hasil kolaborasi. Langkah-langkah yang dilakukan KPK di Sulsel dalam konteks pencegahan relatif efektif. Kalau menurut saya, yang terjadi di Sulawesi Selatan ini bentuk kolaborasi yang baik, yang ideal. Saya terus terang aja, bahwa Sulsel itu bentuk kolaborasi, bentuk kerjasama, termasuk komitmen yang bisa jadikan contoh untuk daerah lain," tegas Coki.
ADVERTISEMENT
Dia menceritakan, hubungan Tim KPK dengan Nurdin berlangsung cair, sering kali dilakukan tanpa pertemuan formil, dan tidak pernah terhambat. Sebagai contoh, Tim Korsupgah pernah menelepon Nurdin pada malam hari guna mengonfirmasi beberapa hal. Ada juga misalnya ketika Tim Korsupgah meminta waktu dilakukan rapat dengan Tim Korsupgah pada hari Minggu melalui video teleconfarance dan ternyata Nurdin bersedia. Selain itu dalam satu kesempatan, Tim Korsupgah sedang berada di kantor Kejaksaan Tinggi Sulsel. Tim lantas mengontak Nurdin, bertanya posisinya, dan kesedian Nurdin untuk dapat mengikuti rapat bersama Tim Korsupgah dan pihak Kejaksaan Tinggi.
"Kita bilang, Pak Gubernur ditunggu sekarang di Kejaksaan. Beliau, Pak Nurdin Abdullah datang. Jadi benar-benar cair banget. Semuanya dimulai dengan rasa ya, dengan hati yang sangat terbuka," kata Coki.
ADVERTISEMENT
Coki, Linda, dan Edi membeberkan, ada aset bermasalah lainnya yang berhasil diselamatkan Tim Korsupgah dan kemudian kembali menjadi milik Pemprov Sulsel. Sembari tertawa, ketiganya menyampaikan bahwa aset tersebut beririsan dengan profesi jurnalis. Aset tersebut berupa Gedung Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sulsel. Saat turun ke Sulsel, Tim Korsupgah menemukan fakta dan dokumen bahwa aset tersebut adalah milik Pemprov Sulsel. Aset tersebut maupun anggaran pengelolaannya pernah diselewengkan seorang mantan Ketua PWI Sulsel.
"Sekarang kantor PWI Sulsel itu sudah kembali ke (jadi milik) Pemprov Sulsel," ujar Edi.
Nurdin Abdullah menyatakan, dia telah berkomitmen melakukan pencegahan korupsi dengan menggandeng KPK sejak saat pertama kali menjabat sebagai Gubernur Sulsel bersama Wakil Gubernur Andi Sudirman Sulaiman. Nurdin mengakui, beberapa waktu setelah resmi dilantik dia langsung mendatangi Gedung Merah Putih KPK guna bertemu dengan Tim Korsupgah Korwil VIII dan Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan.
ADVERTISEMENT
Saat itu kepada pihak KPK, Nurdin menyampaikan, agar Tim KPK mendampingi dan mengawasi Pemprov Sulsel mulai dari penyusunan dan penggunaan anggaran, pengadaaan barang dan jasa, pelaksanaan pelayanan publik, pendapatan asli daerah, hingga penyelamatan aset-aset milik Pemprov yang masih bersengketa. Khusus aset, Nurdin mengungkapkan, masih banyak yang sebelumnya dikuasai pihak ketiga maupun fasum dan fasos yang belum diserahkan oleh pengembang.
"Saya baru setahun tiga bulan menjabat jadi Gubernur. Memang pada saat kami selesai dilantik langsung ke KPK bersama teman-teman para gubernur yang memang punya komitmen pencegahan korupsi dan kami minta langsung untuk ada pendampingan dari KPK," tegas Nurdin.
Pernyataan ini disampaikan Nurdin saat menghadiri peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) Tahun 2019 yang diselenggarakan KPK dan didapuk menjadi pembicara, di lantai 3 Gedung Penunjang pada Gedung Merah Putih KPK pada Senin, 9 Desember 2019. Paparan Nurdin secara umum tertuang dalam materi bertajuk 'Penertiban dan Penyelematan Aset Daerah sebagai Bentuk Nyata Pencegahan Tipikor' sebanyak 17 lembar. Dokumen paparan dapat diunduh di sini .
ADVERTISEMENT
Nurdin melanjutkan, dalam proses pencegahan korupsi di Provinsi Sulsel juga ada sinergi dan kerja sama Pemprov Sulsel dengan Kejaksaan Tinggi Sulsel. Dia memaparkan, penganggaran serta pengadaaan barang dan jasa memang paling rawan terjadi korupsi. Menurut dia, anggaran dari provinsi pun mestinya dirasakan oleh seluruh kabupaten/kota yang ada di wilayah provinsi.
"Saya betul-betul merasakan bahwa kami di Sulsel itu, bagaimana pun juga Sulsel menjadi barometer di timur. Kami merasakan 10 tahun menjadi Bupati anggaran provinsi harusnya betul-betul harus dirasakan oleh kabupaten/kota karena wilayah kekuasaan provinsi itu kabupaten kota. Oleh karenanyanya, hal pertama yang kami lakukan adalah meminta KPK melakukan pendampingan kita dalam bentuk Korsupgah," ujarnya.
Audit 2 Lembaga, Barter Reklamasi
Dwi Aprillia Linda dan Edi Suryanto menegaskan, Stadion Barombong berstatus aset sengketa atau bermasalah adalah hasil temuan Tim Korsupgah saat turun melakukan verifikasi ke lapangan. Ceritanya, saat proses verifikasi terjadi Tim Korsupgah menemukan ada dokumen hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas lahan dan Stadion Barombong. Salah satu isi temuan BPK, stadion dibangun oleh Pemprov dengan dana bersumber dari APBD tapi lahannya dikuasai oleh PT. Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) Tbk. Pihak Kejaksaan bahkan sempat menangani kasus dugaan korupsi terkait pembebasan lahannya.
ADVERTISEMENT
"Jadi Barombong sudah dibangun pakai duitnya Pemprov tapi alas haknya, tanah tersebut itu bukan tanahnya Pemprov. Kan lucu itu. Nah dua-duanya jadi temuan BPK ini. Makanya diprioritaskan," tegas Linda.
Dia menjelaskan, permasalahan Stadion Barombong agak berbeda dengan Stadion Stadion Mattoanging. Untuk Stadion Mattoanging, sebenarnya sudah jelas merupakan asetnya Pemprov Sulsel dengan sertifikat hak milik tapi pendapatan dari stadion maupun fasilitas yang ada dalam stadion tidak masuk ke kas daerah. Salah satu contohnya, kata Linda, hasil dari penyewaan untuk pertandingan sepakbola maupun olahraga lainnya.
"Nggak ada pendapatan yang masuk ke Pemprov," ujarnya.
Edi memaparkan, mulanya saat Tim Korsupgah turun memang ada beberapa aspek yang belum jelas sehubungan dengan Stadion Barombong. Di sekitar stadion berdiri perumahan maupun toko di mana lahan jalan menuju area tersebut masuk dalam kategori fasum dan fasos yang harusnya diserahkan pengembang dalam hal ini PT. GMTD ke Pemprov.
ADVERTISEMENT
Dia menggariskan, fakta mencengangkan pun ditemukan Tim Korsupgah. Area lahan tersebut termasuk lahan Stadion Barombong berhubungan erat dengan tukar guling antara Pemprov Sulsel dengan PT. GMTD. Edi mengakui, perusahaan ini memang merupakan anak perusahaan PT. Lippo Karawaci Tbk sekaligus cucu perusahaan Lippo Group. PT. GMTD, kata Edi, sempat menggarap lokasi reklamasi Center Poin of Indonesia (CPI) di Kota Makassar beberapa tahun sebelumnya. Ternyata Pemprov kemudian mencabut atau memutus secara sepihak hak PT. GMTD menggarap reklamasi CPI.
"Lahannya (Stadion Barombong) itu ada hubungannya dengan CPI. Lahan diserahkan ke perusahaan itu (PT. GMTD) sebagai kompensasi karena dulu kan Lippo, PT. GMTD kan penimbun awal, pengembang awal reklamasi CPI. Jadi yang dijadikan komitmen itu salah satunya Stadion Barombong. Panjang sebenarnya ini. Jadi hubungannya ke situ. Jadi penimbunan reklamasi kan dulu diganti dari Lippo ke Yasmin dan Ciputra," ungkap Edi.
ADVERTISEMENT
Dua perusahaan yang dimaksud Edi yakni PT. Yasmin Bumi Asri dan PT. Ciputra Development, Tbk (anak perusahaan Ciputra Group).
Edi menjelaskan, barter tersebut terjadi pada era gubernur Sulsel sebelumnya. Artinya, Edi menegaskan, lahan perumahan dan toko maupun lahan Stadion Barombong sudah dikuasai oleh PT. GMTD sebelum Nurdin Abdullah menjabat. Karena status lahan Stadion Barombong masih bermasalah, ujar Edi, maka kelanjutan pembangunan stadion dihentikan oleh Pemprov Sulsel saat dipimpin Nurdin.
"Jadi posisi (permasalahan) Barombong agak berbeda dengan Mattoanging," katanya.
Linda, Edi, dan Adlinsyah Malik Nasution alias Coki memastikan, permasalahan Stadion Barombong saat ini telah selesai. PT. GMTD telah menyerahkan lahan Stadion beserta area jalan menuju stadion sebagai fasum dan fasos ke Pemprov Sulsel. Penyerahan terjadi pada sekitar pertengahan Juli 2019. Setelah penyerahan, ujar Linda, Tim Korsupgah kemudian merekomendasikan ke Pemprov Sulsel agar meminta kepada BPKP melakukan audit hambatan kelancaran pembangunan Stadion Barombong.
ADVERTISEMENT
"Audit itu untuk melihat TKS-nya sebenarnya benar atau nggak, terus secara fisik bagaimana. Jadi tidak hanya audit hambatan kelancaran pembangunan pembangunan tapi juga audit fisik. Yang meminta ke BPKP untuk audit ya Pemprov, kami hanya merekomendasikan," ungkap Linda.
Linda menambahkan, untuk reklamasi CPI pun KPK telah merekomendasikan agar Pemprov meminta BPKP melakukan audit investigatif. Dalam audit, maka dapat dilihat secara utuh bagaimana kerjasama Pemprov dengan pengembang, sejumlah permasalahan yang ada, hingga mana yang menjadi hak Pemprov Sulsel maupun mana hak pihak ketiga.
Dia melanjutkan, Tim Korsupgah dibantu pihak Pemprov Sulsel dan Kejaksaan Tinggi Sulsel menemukan dokumen-dokumen perjanjian yang ada sebelumnya antara Pemprov dengan PT.GMTD. Tim Korsupgah kemudian melakukan analisis secara utuh atas dokumen-dokumen yang ada. Dari hasil analisis, ditemukan fakta bahwa lahan seluas lebih 3,3 hektar, yang di atasnya berdiri Stadion Barombong, memang merupakan kompensasi Pemprov ke PT. GMTD atas pemutusan sepihak oleh Pemprov terhadap PT. GMTD sebagai pengembang reklamasi CPI.
ADVERTISEMENT
Saat barter lahan seluas lebih 3,3 hektar itu, ada dokumen perjanjian yang disepakati dan ditandatangani kedua belah pihak. Di dalam dokumen itu di antaranya tertuang bahwa PT. GMTD nantinya harus menyerahkan Stadion Barombong ke Pemprov Sulsel sebagai fasum dan fasos.
"Jadi di dalam dokumen perjanjian itu ada," ucap Linda. "Iya ada," Edi menimpali.
Penuh Resistensi
Dwi Aprillia Linda menceritakan, saat melakukan berbagai upaya dan tindakan pencegahan korupsi terintegrasi ada banyak perlawanan atau resistensi dari pihak-pihak terkait. Dua di antaranya sehubungan dengan upaya penyelamatan Stadion Mattoanging dan Stadion Barombong. Resistensi berasal dari pihak ketiga yang menguasai dua aset tersebut.
"Untuk YOSS tentunya ada resistensi dan perlawanan karena mereka merasa mengelola sejak lama. Untuk GMTD juga ada resistensi," kata Linda.
ADVERTISEMENT
Dia mengungkapkan, berdasarkan catatan Tim Korsupgah terdapat dua bentuk perlawanan dari YOSS atas sengketa atau permasalahan kepemilikan dan pengelolaan Stadion Mattoanging. Pertama, YOSS diduga melakukan perlawanan ketika dilakukan pemasangan papan bicara di Stadion Mattoanging yang berisi di antaranya Stadion Mattoanging merupakan aset Pemprov Sulsel. Pemasangan tersebut berlangsung pada Selasa, 10 September 2010. Perlawanan tersebut, tutur Linda, dilakukan oleh sejumlah pihak (oknum) yang mengatasnamakan YOSS dengan melawan Satpol PP yang melakukan penertiban.
"Ada korban luka-luka. Namun berhasil diredakan oleh Polresta Makassar," bebernya.
Pada Jumat malam, 1 Mei 2020, Linda turut mengirimkan kepada penulis, dua video pemasangan papan bicara oleh Satuan Polisi Pamong Praja di Stadion Mattoanging yang sempat diadang oknum.
ADVERTISEMENT
Kedua, Linda melanjutkan, YOSS menempuh jalur hukum dengan menggugat Pemprov Sulsel ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar pada sekitar November 2019. Seingat Dwi, salah satu materi dalam gugatan yakni mencatumkan bahwa sertifikat yang dimiliki Pemprov Sultra ihwal kepemilikan dan pengelolaan Stadion Mattoanging adalah palsu.
"Intimidasi kepada pihak Pemprov maupun tim KPK selama ini tidak ada. Yang nyata memang hanya saat pemasangan papan bicara dan melalui persidangan (gugatan ke PTUN Makassar)," paparnya.
Linda membeberkan, sebenarnya berbagai upaya pendekatan juga dilakukan KPK bersama Pemprov Sulsel ke YOSS. KPK pernah menggelar mediasi antara Pemprov Sulsel dengan YOSS pada Rabu, 28 Februari 2019. Mediasi yang berlangsung di Gedung Merah Putih KPK nyatanya berjalan buntu. Pihak YOSS tetap kukuh merasa sebagai pemilik sekaligus pengelola Stadion Mattoanging. Bahkan seingat Linda, selepas itu pihak pengurus YOSS pun berkali-kali menyampaikan pernyataan kepada publik melalui media massa.
ADVERTISEMENT
Berikutnya, tutur dia, Tim Korsupgah bersama Nurdin Abdullah dan jajaran Pemprov Sulsel serta pihak Kejaksaan Tinggi Sulsel dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kantor Perwakilan Sulsel turun ke Stadion Mattoanging dan Stadion Barombong pada Jumat, 5 Juli 2019. Linda menyatakan, Stadion Barombong yang telah dibangun memang tidak layak.
"Stadion Barombong memang sudah dibangun Pemprov sebelumnya, walaupun bentuknya nggak karuan deh, itu meragukan itu," ujarnya.
Linda menggariskan, yang menjadi penguat juga bahwa Stadion Mattoanging merupakan aset milik Pemprov Sulsel adalah hasil pemeriksaan seorang saksi saat diperiksa oleh Kejaksaan. Linda menolak mengungkap siapa nama saksi itu dan pekerjaannya serta kaitan dengan kasus apa. Intinya, tutur dia, saksi tersebut mengatakan bahwa sesaat sebelum Andi Mattalatta akan meninggal dunia, Andi Mattalatta berpesan kepada anak dan para ahli warisnya bahwa Stadion Mattoanging bukan milik Andi Mattalatta.
ADVERTISEMENT
"Jadi itu tidak boleh dikuasai oleh keluarga Andi Mattalatta. Tapi kalau mengelola dan menjaga itu menjadi kewajiban. Memang beliau (Andi Mattalatta) berpesan supaya anak warisnya menjaga stadion tersebut. Dan itu ada itu keterangan dari saksi ahli," ungkapnya.
Dia menuturkan, untuk PT. GMTD, Tbk secara umum tidak ada perlawanan. Penyelesaian atas stadion beserta lahan dan area jalannya sudah dilakukan perusahaan tersebut. Bahkan, menurut dia, PT. GMTD, Tbk telah menyerahkan Stadion Barombong beserta fasum-fasosnya pada pertengahan Juli 2019.
"Resisten dalam artian (sebelumnya) tidak langsung menyerahkan. GMTD (resistensinya) lebih soft karena surat perjanjiannya jelas. Pemprov dan KPK tetap melakukan pembahasan. Bahkan ditengahi oleh Kejaksaan (Kejati Sulsel). Ya mana ada developer perumahan terus (langsung) menghibahkan aset ke Pemda," kata Linda.
ADVERTISEMENT
Adlinsyah Malik Nasution alias Coki membeberkan, untuk Stadion Mattoanging sebenarnya Pemprov Sulsel maupun kepala daerah sebelumnya menyadari bahwa aset tersebut merupakan aset bermasalah. Tapi ternyata permasalahannya dibiarkan berlarut-larut. Mestinya menurut dia, gubernur maupun wakil gubernur sebelumnya menyampaikan dan meminta ke KPK sejak tahun 2017. Coki mengungkapkan, sengketa tersebut bisa diselesaikan bila Pemprov maupun YOSS menyadari adanya Sertifikat Hak Pakai (SHP) tahun 1987.
"Selama ini yang muncul kan YOSS-nya aja kan, orang beranggapan stadion itu milik YOSS. Dan, begini sebetulnya ya, yang harus dipertanyakan itu kenapa baru periode sekarang, ini (Stadion Mattoanging) diurus. Lihat aja SHP itu kan. Harusnya ini sudah dari dulu diurus," tegas Coki.
Dari berbagai pemberitaan media massa, gugatan yang diajukan YOSS ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar pada November 2019 terregistrasi dengan nomor perkara: 119/G/2019/PTUN-MKS. Dalam gugatannya, YOSS mengklaim sebagai pihak menguasai kawasan olah raga Mattoanging yang terdiri dari stadion, kolam renang, gedung olahraga, dan sejumlah aset olahraga lainnya. Penguasaan tersebut sesuai dengan mandat pengelolaan stadion, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, hingga surat perjanjian dengan Pemkot Makassar pada tahun 2001. Persidangan di PTUN Makassar sempat dibuka majelis hakim pada Kamis, 30 Januari 2020, tapi batal berlangsung.
ADVERTISEMENT
Selepas penandatanganan penyerahan aset Stadion Mattoanging dari YOSS ke Pemprov Sulsel pada Selasa, 3 Maret 2020, Andi Ilhamsyah Matalatta selaku Ketua Dewan Pembina YOSS memastikan, pihaknya merasa legawa menyerahkan aset tersebut. Karenanya YOSS berencana akan mencabut gugatan yang sebelumnya diajukan ke PTUN Makassar. Pernyataan lengkapnya dapat dilihat di sini .
Coki melanjutkan, penyerahan Stadion Barombong beserta aset fasum dan fasos oleh PT. GMTD ke Pemprov Sulsel yang terjadi pada pertengahan Juli 2019 dilakukan langsung oleh manajemen perusahaan ke Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah. Sepengetahuan Coki bersama Tim Korsupgah, penyerahan itu juga disaksikan oleh petinggi sekaligus pemilik Lippo Group James Tjahaja Riady dan perwakilan Pemkot Makassar. Penyerahan terjadi menurut dia, melalui proses yang panjang dan lama seperti Stadion Mattoanging.
ADVERTISEMENT
"Satu hal begini, teman-teman dari PT. GMTD melihat keseriusan kita. Mereka melihat karena KPK juga mendorongnya serius, mereka juga tahu konsekuensinya, maka dari itu diserahkan," ungkapnya.
Coki mengatakan, saat penyerahan terjadi memang tidak disaksikan oleh Tim Korsupgah. Ketidakhadiran Tim bukan karena disengaja. Sebelum penyerahan terjadi, sebenarnya Tim baru saja pulang dari Sulsel dan tiba di Jakarta. Satu atau dua hari sebelum penyerahan, perwakilan Pemprov Sulsel mengontak Tim Korsupgah dan meminta untuk hadir. Tim menyampaikan ke perwakilan Pemprov Sulsel bahwa tidak dapat hadir dengan alasan baru saja tiba di Jakarta.
"Jadi kebetulan aja itu, bukan kita sengaja. Kita baru balik dari Sulsel. Kita diundang untuk hadir, dikontak oleh teman-teman Provinsi. Cuman saya bilang ke Mba Linda, 'duh kita kan baru balik, baru kemarin kita baru kembali'. Kalau penyerahannya ada interval waktu setelah kita kembali, kita bisa hadir," imbuh Coki.
ADVERTISEMENT
Penulis lantas menyampaikan ke Coki, Linda, dan Edi bahwa sehubungan dengan bidang penindakan, KPK menangani sedikitnya dua kasus atau perkara terkait dengan Lippo Group. Masing-masing suap pengurusan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hingga Mahkamah Agung dan suap pengurusan izin-izin pembangunan proyek Meikarta yang berada di Kabupaten Bekasi. James Tjahaja Riady pernah diperiksa sebagai saksi di tahap penyidikan para tersangka dan bersaksi dalam persidangan para terdakwa perkara dugaan suap izin-izin pembangunan proyek Meikarta.
"Tim Korsupgah Korwil VIII tahu nggak itu? Sadar nggak ada dua perkara itu? Jangan-jangan penyerahan Stadion Barombong dan fasum-fasosnya dilakukan Lippo Group karena nggak mau lagi berurusan terlalu lama dengan KPK?," tanya penulis.
Coki, Linda, dan Edi tertawa. Coki mengatakan, Tim Korsupgah memang mengetahui ada dua perkara tersebut yang ditangani KPK dan James Tjahaja Riady pernah jadi saksi dalam kasus atau perkara dugaan suap pengurusan izin-izin pembangunan proyek Meikarta.
ADVERTISEMENT
Coki sempat bertanya balik ke penulis apa maksud dan arah dari pertanyaan yang diajukan penulis tadi. Dia kemudian tertawa lebar. Dia menegaskan, Tim Korsupgah tidak mau menduga-duga apakah penyerahan aset tersebut ada hubungannya dengan dua perkara itu maupun James yang pernah jadi saksi.
"Masalah orang melihatnya (penyerahan Stadion Barombong beserta fasum dan fasos) ada irisannya dengan kasus yang ditangani KPK ya silakan saja. Bagi kita, GMTD ya GMTD, kasus di KPK ya kasus di KPK. Toh yang GMTD kan nggak ada hubungannya dengan kasus yang ada di KPK," kata Coki.
Menurut Coki, Tim Korsupgah tetap berjalan lurus hanya pada koridor pencegahan korupsi guna penyelamatan aset milik Pemprov. Sekali lagi dia mengatakan, Pemprov Sulsel memiliki komitmen kuat dalam pencegahan korupsi disertai adanya dukungan kongkrit dari Kejaksaan Tinggi Sulsel.
ADVERTISEMENT
"Saya sih yakin sekali, karena Tim KPK dengan Pemprov dan Kejaksaan kemudian APH (aparat penegak hukum) solid ya momentumnya pas. Karena memang ini kewajiban ya kita kejar, beberapa kewajiban developer lain kan juga kita kejar fasum-fasosnya," paparnya.
Coki menegaskan, faktanya James Tjahaja Riady yang mewakili Lippo Group legawa menyerahkan Stadion Barombong beserta fasum dan fasos ke Pemprov Sulsel tanpa kompensasi apapun. Dia berpandangan, untuk menghadirkan James saat penyerahan aset terjadi bukanlah hal yang mudah. Karenanya sekali lagi, menurut Coki, kehadiran James saat penyerahan tidak perlu dipermasalahkan.
Sebenarnya ujar Coki, dalam berbagai kesempatan Tim Korsupgah telah mengingatkan ke Pemprov Sulsel lebih khusus Nurdin Abdullah agar permasalahan Stadion Barombong beserta fasum dan fasosnya harus diselesaikan sesegera mungkin. Jangan sampai, ungkap dia, ada masalah di kemudian hari. Pemprov Sulsel maupun Tim Korsupgah juga tidak perlu berpikir bahwa ada orang besar di balik PT. GMTD.
ADVERTISEMENT
"Kita kan sampaikan ke mereka (PT. GMTD) dan mereka terima. Kalau pendekatannya bagaimana nah silakan Linda," kata Coki.
Linda membeberkan, pendekatan ke PT. GMTD berbasis pada data dan dokumen yang ada di Pemprov Sulsel dan yang ditemukan Tim Korsupgah. Berdasarkan data dan dokumen tersebut, sekali lagi, Linda menuturkan cerita yang sama seperti disampaikan Edi ihwal kompensasi atau barter reklamasi dengan lahan di area Stadion Barombong dan sekitarnya. Data dan dokumen yang ada kemudian dibahas bersama antara Pemprov Sulsel, Tim Korsupgah, dan Kejaksaan Tinggi Sulsel dengan PT. GMTD.
"Jadi memang ada dokumen perjanjian yang disepakati kedua belah pihak (Pemprov Sulsel dan PT. GMTD) sebelumnya di mana GMTD harus menyerahkan Stadion Barombong Pemprov Sulsel, tapi diserahkan sebagai fasum-fasos. Akhirnya diserahkan Juli 2019. Penyerahannya itu diberitakan gede-gedean deh. Nah yang diserahkan total fasum-fasosnya Rp 2,5 triliun, kalau Stadion Barombong nilainya nggak segitu," ungkap Linda.
ADVERTISEMENT
Penulis kemudian mengutarakan ke Coki, Linda, dan Edi bahwa pada periode pimpinan KPK sebelumnya ada hasil kajian pencegahan korupsi yang dilakukan KPK yang di antaranya terkait dengan reklamasi di tiga daerah yakni DKI Jakarta; Bali, Denpasar; dan Makassar, Sulsel. Secara spesifik tiga area reklamasi itu masuk dalam kajian tentang batas wilayah laut, pengelolaan tata ruang, dan pengelolaan sumber daya kelautan pada Desember 2014. Berdasarkan temuan KPK, ada sejumlah pelanggaran hingga diduga terjadi praktik suap-menyuap saat reklamasi di tiga daerah tersebut. KPK pun sempat membuka penyelidikan ihwal reklamasi CPI Makassar.
Coki, Linda, dan Edi mengaku belum mau mengomentari hal tersebut. Pasalnya harus dilihat lagi seperti apa isi dokumen hasil kajian pencegahan korupsi yang pernah dilakukan KPK pada tahun 2014.
ADVERTISEMENT
Nurdin Abdullah mengatakan, PT. GMTD telah resmi menyerahkan Stadion Barombong beserta fasum dan fasos pada 17 Juli 2019. Saat penyerahan hadir juga perwakilan dari Pemerintah Kota Makassar. Dia memaparkan, sebelum penyerahan terjadi memang Nurdin sempat berbicara dengan James Tjahaja Riady. James yang mewakili Lippo Group legawa menyerahkan aset tersebut karena melihat komitmen dan tindakan Nurdin, di mana Pemprov berhasil memangkas rantai panjang perizinan.
"Pak James Riady mengatakan, ‘Bapak kami amati selama 9 bulan visi Gubernur sekarang itu memang visi pelayanan, yang kami tertarik bapak mau memangkas izin-izin, menyederhanakan semuanya'," ungkap Nurdin menceritakan hasil pembicaraannya dengan James Tjahaja Riady.
Pernyataan Nurdin tersebut dilansir laman resmi Pemprov Sulsel dengan judul 'Pemprov Sulsel Resmi Kelola Jalan Metro Tanjung Bunga dan Lahan Stadion Barombong' pada 17 Juli 2019. Lihat pernyataan lengkap Nurdin Abdullah .
ADVERTISEMENT
Nurdin mengklaim, tidak ada kesepakatan khusus sehubungan dengan penyerahan Stadion Barombong beserta fasum dan fasos dari PT. GMTD ke Pemprov Sulsel. Sesaat sebelum penyerahan dilakukan, dia mengatakan, sempat berbincang dengan James ihwal peluang usaha di Sulsel bagi para pengusaha.
"Tadi kita membahas bersama Pak James Riady, ‘kita (Lippo Group) tertarik untuk partisipasi di Sulawesi Selatan lagi', karena visi kita (Pemprov Sulsel) memudahkan dan menyederhanakan semua yang menghambat investasi. Makanya saya imbau kepada seluruh kepala daerah supaya kita berbenah, kita sambut dengan baik seluruh calon investor kita. Kita berikan mereka kepastian dan jangan menyulitkan mereka," ungkapnya.
Mantan Bupati Bantaeng ini membeberkan, konstruksi bangunan Stadion Barombong telah dibangun oleh Pemprov Sulsel era sebelumnya. Proses pembangunannya berlangsung selama delapan tahun. Nurdin mengungkapkan, Pemprov masih menunggu hasil audit fisik. Selepas audit tersebut rampung dan diterima, maka Pemprov akan melanjutkan pembangunan Stadion Barombong.
ADVERTISEMENT
"Alhamdulillah lepas lagi satu persoalan kita di Barombong, selama 8 tahun lho kita bangun di atas tanahnya GMTD. Nah hari ini sudah diserahin, ini kan satu persoalan selesai tinggal kita menunggu audit fisik. Selesai audit fisik kita lanjutkan Barombong," ucapnya.
Dari berbagai lansiran media massa, Presiden Direktur PT. GMTD Andi Anzhar Cakra Wijaya menyatakan, secara keseluruhan perusahaan menyerahkan lahan Stadion Barombong seluas 3,3 hektar dengan nilai investasi sekitar Rp 330 miliar (per Juli 2019) dan Jalan Metro Tanjung Bunga sepanjang kurang lebih 7 kilometer dengan nilai investasi Rp 2,2 triliun.
Karenanya, kata Azhar, jika ditotal nilai aset yang diserahkan tersebut mencapai Rp 2,5 triliun. Penyerahan aset tersebut, tutur dia, sebagai bentuk dukungan perusahaan ke Pemprov maupun Pemkot Makassar guna mengakselerasi pembangunan. Pihaknya, tutur Azhar, berharap dengan aset yang telah diserahkan tersebut dapat dimanfaatkan secara lebih optimal.
Berdasarkan lansiran berbagai media massa, BPKP Kantor Perwakilan Sulsel telah melakukan audit atas Stadion Barombong dan lahannya. Dalam hasil audit, BPKP menuangkan bahwa pembangunan Stadion Barombong telah menggunakan anggaran sejumlah Rp 226 miliar selama kurun tahun 2013 hingga tahun 2018). BPKP pun merekomendasikan dua hal. Masing-masing yaitu agar Pemprov memastikan status lahan Stadion Barombong dan harus dilakukan audit fisik atas stadion tersebut.
ADVERTISEMENT
Suporter PSM yang Tersadar
Penulis pernah mendengar cerita bahwa Wakil Ketua KPK periode 2015-2019 Laode Muhamad Syarif bahwa Syarif suporter klub sepakbola Persatuan Sepakbola Makassar (PSM) baik saat menjadi mahasiswa dan dosen di Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar hingga Syarif menjabat sebagai wakil ketua KPK. Syarif baru mengetahui kandang PSM, Stadion Mattoanging, merupakan milik Pemprov setelah Tim Korsupgah Korwil VIII turun ke Provinsi Sulsel. Cerita tersebut penulis dengar sekitar tahun 2019.
Penulis kemudian mengontak Syarif pada Jumat malam, 8 Mei 2020. Penulis meminta Syarif menceritakan ulang kisah itu dan secara umum ihwal pencegahan korupsi yang dilakukan KPK termasuk di Provinsi Sulsel.
Syarif menuturkan, dia memang merupakan suporter PSM sejak menjadi mahasiswa dan dosen Unhas Makassar hingga Syarif menjabat sebagai wakil ketua KPK dan purna tugas dari KPK. Selepas dari KPK, dia kembali menjadi dosen di Fakultas Hukum Unhas dan juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Partnership for Governance Reform (Kemitraan) in Indonesia. Selama di Makassar, Syarif selalu meluangkan waktu guna menyaksikan pertandingan PSM melawan tim tamu di Stadion Mattoanging.
ADVERTISEMENT
"Saya pikir stadion itu (Stadion Mattoanging) memang dari dulu punya pemerintah, punya pemda. Tapi dulu tidak tahu itu dikuasai oleh keluarganya Andi Mattalatta. Jadi kita selalu menganggap bagiannya Sulawesi Selatan, punya pemerintah. Yah kebanyakan orang Makassar tidak mengetahui bahwa itu dikuasai oleh keluarga (Andi Mattalatta) dalam yayasan (YOSS). Pas saya di KPK baru tahu," kata Syarif.
Selama dikuasai oleh YOSS, tutur Syarif, Stadion Mattoanging kurang terawat dan terpelihara. Menurut dia, kalau Stadion Mattoanging dikuasai dan dikelola oleh Pemprov Sulsel, maka bisa jadi lebih terawat dan terpelihara. Dia membenarkan, baru sadar dan mengetahui bahwa Stadion Mattoanging merupakan milik Pemprov tapi dikuasai dan dikelola YOSS setelah Tim Korsupgah Korwil VIII pulang dari Sulsel usai melaksanakan tugas penataan aset.
ADVERTISEMENT
"Tim yang pulang dari Sulawesi Selatan itu mereka melaporkan ke saya, 'banyak pak aset di Makassar bermasalah'. Saya bilang, 'aset apa saja, coba sebut'. (Tim Korsupgah sampaikan) 'salah satunya stadion'. Saya bilang, 'stadion apa?'. Mereka sebut Stadion Mattoanging kemudian ada Gedung Dewan Pers (Gedung PWI Sulsel), ada Stadion Barombong, dan beberapa lagi. Jadi saya baru tahu pas Tim laporan ke saya sekitar akhir tahun 2018," imbuhnya.
Usai memperoleh laporan tersebut, Syarif langsung menelepon Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah. Dalam sambungan telepon, keduanya membicarakan tentang program dan upaya pencegahan korupsi yang dilakukan Tim Korsupgah di Sulsel. Satu di antara yang khusus dibahas adalah penyelamatan aset-aset bermasalah termasuk Stadion Mattoanging.
"Pak Nurdin bilang, 'tolong dibantu'. Alhamdulillah, kemudian kita kerjasamakan juga dengan Kejaksaan akhirnya bisa lah," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Syarif memaparkan, dia acap kali berolahraga di area Stadion Mattoanging selain menyaksikan pertandingan PSM vs tim tamu. Saat menyaksikan laga, Syarif selalu membeli tiket resmi. Sebelum bertugas di KPK, dia memastikan, tidak pernah mengetahui bahwa pendapatan atas Stadion Mattoanging dan fasilitas-fasilitas di area stadion tidak pernah masuk ke dalam kas daerah. Mestinya sebagai aset Pemprov, pendapatan atas penggunaan dan penyewaan Stadion Mattoanging dan fasilitas-fasilitas di stadion harus masuk ke kas daerah.
"Bagaimana yayasan membayar kepada pemda, kalau ada juga, saya tidak tahu. Apakah jadi PNBP atau hanya diberikan kepada pejabat-pejabat, saya, kita tidak tahu sama sekali, dulu, dulu itu. Setelah tim KPK turun ternyata ketahuan pendapatannya tidak masuk ke kas daerah, makanya dikembalikan (sebagai milik Pemprov Sulsel)," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Dia mengatakan, untuk Stadion Barombong memang sudah dibangun konstruksinya sejak periode Pemprov sebelumnya. Stadion ini rencananya diproyeksikan sebagai kandang kedua bagi PSM. Syarif mengakui, memang mengetahui lahan Stadion Barombong dan area di sekitarnya merupakan hasil tukar guling antara Pemprov Sulsel dengan PT. Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) Tbk akibat Pemprov melakukan pemutusan sepihak hak PT. GMTD melakukan reklamasi Center Point of Indonesia (CPI) di Kota Makassar.
"Tapi nggak terlalu tahu detilnya," ucapnya.
Adlinsyah Malik Nasution alias Coki, Dwi Aprillia Linda, dan Edi Suryanto mengaku, belum pernah menyaksikan laga PSM melawan tim tamu di Stadion Mattoanging selama mereka bertugas di Provinsi Sulsel. Di sisi lain, ketiganya juga belum pernah mendengar cerita Laode Muhamad Syarif bahwa Syarif merupakan suporter PSM dan baru sadar saat Syarif bertugas di KPK bahwa Stadion Mattoanging merupakan milik Pemprov Sulsel yang dikuasai YOSS. Yang jelas Coki, Linda, dan Edi memang mengetahui bahwa Syarif merupakan lulusan Unhas Makassar dan pernah menjadi dosen di universitas tersebut.
ADVERTISEMENT
"Kalau saya nggak pernah dengar cerita Pak LMS (Laode Muhamad Syarif)," kata Edi.
"Yah, orang kan sebelumnya beranggapan bahwa Stadion Mattoanging punyanya YOSS. Yang sering muncul kan YOSS-nya aja," timpal Coki.
Capaian Rp 6,932 Triliun
Nurdin Abdullah mengungkapkan, beberapa aset bermasalah dan pernah dikuasai pihak ketiga yang berhasil diselamatkan yakni Stadion Mattoanging, Stadion Barombong, Jalan Metro Tanjung Bunga sepanjang 7,7 kilometer, berbagai aset kendaraan dinas milik Pemprov Sulsel, hingga sejumlah aset akibat pemekaran daerah. Dia menggariskan, kehadiran Tim Korsupgah Korwil VIII KPK memang benar-benar dirasakan Pemprov Sulsel hingga Pemkab/Pemkot yang ada di wilayah Sulsel.
"Dengan pendampingan KPK, dalam waktu setahun (2019) ada total Rp 6,5 triliun aset (milik Pemprov Sulsel) yang berhasil kita selamatkan. Bahkan aset yang dimiliki kementerian pun yang ada di provinsi juga berhasil kita kembalikan kurang lebih (nilainya) Rp 900 miliar," tegas Nurdin.
ADVERTISEMENT
Pernyataan ini disampaikan Nurdin saat menghadiri peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) Tahun 2019 yang diselenggarakan KPK dan didapuk menjadi pembicara, di lantai 3 Gedung Penunjang pada Gedung Merah Putih KPK pada Senin, 9 Desember 2019.
Nurdin membeberkan, dalam proses pencegahan korupsi maka Pemprov juga telah menerapkan kebijakan 100 persen transaksi nontunai di lingkungan Pemprov. Pelaksanaan kebijakan ini juga mendapat dukungan dan pendampingan Tim Korsupgah. Dia menggariskan, dengan pendampingan Tim Korsupgah juga kemudian pada tahun 2019 ada peningkatan 11,5 persen terhadap PAD termasuk dari sektor pajak.
Dwi Aprillia Linda menyatakan, selain beberapa aset yang disebutkan di atas tadi, tim KPK juga menangani penyelamatan aset berupa kendaraan milik pemerintah daerah yang masih dikuasai pihak ketiga. Kendaraan itu baik roda dua, roda empat, maupun kendaraan lainnya. Nilai total kendaraan bermotor yang berhasil diselamatkan KPK pada tahun 2019 sebesar Rp 24.519.925.714. Kemudian ada juga penerbitan fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) dari developer. Sebagai contoh untuk fasum dan fasos yang diserahkan developer ke Pemkot Makassar pada tahun yang sama senilai Rp 968.433.211.110.
ADVERTISEMENT
"Dari kegiatan yang telah dilakukan oleh Korwil VII sejak Triwulan I hingga Triwulan IV Tahun 2019, penyelamatan aset di Sulawesi Selatan seluruhnya Rp 6.932.054.184.165," ujar Linda.
Linda membeberkan, dari total nilai penyelamatan tersebut terdapat Rp 1.144.210.054.000 yang merupakan nilai aset dua stadion dan dua IKB milik Pemprov Sulsel. Rinciannya, pertama, Stadion Mattoanging dengan luas 79.777 M² dan nilai aset Rp 905.309.396.000. Kedua, Stadion Barombong dengan luas 44.787 M² dan nilai Rp 236.923.230.000. Ketiga, IKB Sereang dengan luas 76.500 M² dan nilai Rp 765 juta. Keempat, IKB Jampue dengan luas 78.278 M² dan nilai Rp 1.212.428.000.
Dia menjelaskan, selain manajemen aset daerah juga ada tujuh fokus yang dijalankan Tim Korsupgah Korwil VIII, sama seperti di Korwil lainnya. Di antaranya optimalisasi pajak daerah guna peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). Pada tahun 2018 dan 2019, Tim Satgas Korsupgah fokus pada lima pajak untuk Provinsi Sulsel. Dengan pendamping KPK maka pada tahun 2018, Pemprov Sulsel memperoleh pajak yang masuk ke kas daerah sejumlah Rp 3.462.184.656.928.
ADVERTISEMENT
"Tahun 2019 pajak yang diperoleh Pemprov Sulsel sejumlah Rp 3.709.619.968.712. Dari tahun 2018 dan tahun 2019 terjadi pertumbuhan pajak Rp 247.435.311.784. Untuk pajak kabupaten/kota, tahun 2018 sebesar Rp 1.804.738.567.335, tahun 2019 sebesar Rp 2.004.683.222.076, dan mengalami peningkatan Rp 199.944.654.741," ucapnya.
Linda membeberkan, untuk pajak provinsi dan kabupaten/kota berpijak pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Untuk kabupaten/kota ada 11 jenis pajak. Masing-masing pajak hiburan, reklame, hotel, restoran, penerangan jalan, mineral bukan logam dan batuan (MBLB), parkir, air bawah tanah, pajak bumi dan bangunan (PBB), sarang burung walet, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Dia mengutarakan, intervensi pencegahan korupsi dengan penyelamatan PAD di setiap kabupaten/kota menyasar 11 jenis pajak tersebut menjadi fokus seluruh Tim Korsupgah pada setiap Korwil, termasuk Tim Korsupgah Korwil VIII di kabupaten/kota se-Sulsel. Guna peningkatan PAD dari sektor pajak, ungkap Linda, KPK berinovasi dengan penggunaan dan pemasangan alat perekam pajak atau taping box di sejumlah lokasi di berbagai kabupaten/kota, termasuk di Sulsel.
ADVERTISEMENT
"Untuk pajak hotel, restoran, parkiran, dan pajak hiburan, ini pakai taping box. Untuk PBB dan BPHTB ini house to house antara Pemda dengan BPN (Badan Pertanahan Nasional)," ujar Linda.
Dia menggariskan, Tim Korsupgah menemukan fakta khususnya di Kota Makassar bahwa seluruh reklame yang terpasang atau dipasang oleh perusahaan swasta tidak satupun yang memiliki izin. Temuan ini pernah disampaikan Tim Korsupgah ke Pemkot Makassar untuk segera dan secepatnya diselesaikan dan ditertibkan.
"Tidak ada satupun reklame yang memiliki izin di Kota Makassar," kata Linda.
Adlinsyah Malik Nasution alias Coki memaparkan, ada banyak penyelamatan fasum dan fasos yang juga diserahkan pengembang ke pemkab/pemkot. Sebagai contoh, pada tahun 2019 terdapat sejumlah fasum dan fasos yang diserahkan beberapa pengembang ke Pemkot Makassar dengan nilai mencapai lebih Rp 968,4 miliar. Datanya, kata dia, telah disusun dan dirapihkan oleh Linda. Sambil berseloroh Coki mengatakan, data tersebut telah dikirimkan Linda ke penulis.
ADVERTISEMENT
"Jadi pendapatan asli daerah dari pajak dan retribusi itu benar-benar kita optimalkan, kita dorong. Kita dorong bagaimana daerah mengoptimalkan," ungkap Coki.
Dia melanjutkan, berbagai reklame yang tidak memiliki izin di Kota Makassar jelas sangat berimbas pada pajak dan PAD. Dengan tidak adanya izin, Coki sambil berkelakar mempertanyakan, masuk ke mana uang pajak reklame di Kota Makassar selama ini. Mungkin saja kata dia, ada sebagian pajak reklame yang masuk ke kas daerah tapi tidak terlalu signifikan.
"Yang nama perizinan itu kan ada proses, ada perhitungannya. Nah kalau sekarang izinnya nggak diurus, ya kita meragukan dari pada proses dan perhitungan. Kan begitu. Kuat indikasi, masuk ke kas daerah sekadarnya, selebihnya nggak tahu larinya ke mana," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Coki mengungkapkan, berbagai reklame yang terpasang di jalan-jalan Kota Makassar yang tidak berizin telah berhasil ditertibkan dan dibekukan atas rekomendasi KPK. Pasalnya, peraturan daerah yang mengatur tentang reklame belum detil dan belum diterbitkan secara khusus. Yang ada selama ini di Makassar adalah peraturan daerah gabungan tiga objek pajak yakni reklame, minuman beralkohol, dan air bawah tanah.
"Harusnya tiga objek itu dipisah perda-nya masing-masing, parsial, dan detil. Bagaimana cara mengukurnya, nilainya, zonanya di mana saja, dan sebagainya," tegasnya.
Penulis mengonfirmasi ke Coki ihwal penghargaan Tax Award dari Pemkot Makassar yang diterima Coki pada November 2019. Coki membenarkan, dia pernah menerima penghargaan Tax Award kategori mitra Pemkot yang telah membantu optimalisasi pajak di Kota Makassar. Seingat dia, acara serah-terima penghargaan berlangsung pada Selasa, 26 November 2019. Coki menegaskan, penghargaan itu hakikatnya bukan untuk dirinya sendiri tapi juga penghargaan bagi seluruh Tim Korsupgah Korwil VIII. Pasalnya capaian peningkatan PAD dari sektor pajak adalah hasil kerja bersama.
ADVERTISEMENT
"Yang pasti kan penghargaan itu mengatasnamakan KPK, Tim Korsupgah Korwil VIII. Kalau menurut kita, ya itu (penghargaan) wajar. Kenapa? Karena kalau ditanyakan ke Bapenda (Badan Pendapatan Daerah) Makassar, peningkatan pajak luar biasa. Coba lihat bagaimana tren kenaikan pajak dari Juli atau Agustus 2019, khususnya empat pajak itu, pajak hotel, restoran, hiburan, sama parkir. Secara kumulatif hitungan-hitungannya meningkat 100 persen," tutur Coki.
Dia membeberkan, dengan taping box maka secara riil time pajak hotel, restoran, parkiran, dan hiburan bisa termonitor. Coki mengatakan, pada tahun 2019 ada total sekitar 2.500 taping box yang terpasang di Provinsi Sulawesi Selatan. Sebagian besarnya yakni sekitar 1.500 taping box berada di Kota Makassar. Selain pemkab/pemkot, kata Coki, KPK juga menggandeng Bank Pembangunan Daerah (BPD) untuk pemasangan taping box. Pasalnya pengadaaan alat itu didasarkan pada kerjasama antara pemda dengan BPD.
ADVERTISEMENT
"Pemasangan kurang lebih 2.500 alat itu dilakukan oleh bank daerah, Bank Sulselbar. Apa efeknya bagi bank daerah? Seluruh duit, uang hasil pajak yang masuk diakibatkan dari pemakaian taping box harus disalurkan oleh bank daerah. Selain kolaborasi efektif pemda dengan bank daerah, pelaku usaha juga bisa kolaborasi dengan bank daerah untuk pemasangan alat itu," imbuhnya.
Coki menambahkan, dia bersama seluruh anggota Tim Korsupgah Korwil VIII periode sebelumnya berharap Tim Korsupgah Korwil VIII yang baru dan diketuai Dian Patria dapat menjaga dan meningkatkan intensitas kerjasama dan terus bersinergi dengan seluruh stakeholder di wilayah Sulsel, meningkatkan kinerja dan capaian, hingga terus melakukan inovasi. Dian bersama jajaran diharapkan dapat mendorong perbaikan dan pencapaian beberapa aspek yang belum dicapai atau diperbaiki oleh pemprov, pemkab, dan pemkot.
ADVERTISEMENT
"Makanya kita berharap tim yang baru bisa melanjutkan. Koordinasi antar-lembaga yang ada di Sulsel kan sudah terbentuk. Media juga sudah dukung kita. Ini solid. Apalagi data base kan sudah lengkap. Saya kira masih banyak yang bisa di-handle. Saya berharap Satgas yang baru, Bang Dian Patria sebagai Kasatgas, insya Allah bisa lebih baik. Nanti kita dampingi juga lah, kita bantu nanti," ucapnya.
Sebagaimana penulis sebutkan di atas bahwa, ada delapan area fokus pencegahan korupsi terintegrasi yang dijalankan KPK melalui Tim Satgas Korsupgah pada setiap Korwil. Rinciannya, satu, perencanaan dan penganggaran APBD di antaranya dengan menggunakan sistem elektronik berupa e-planning dan e-budgeting. Dua, pengadaan barang dan jasa di antaranya dengan sistem e-procurement, e-catalogue, dan e-purchasing.
ADVERTISEMENT
Tiga, pelayanan terpadu satu pintu. Empat, peningkatan kapasitas, kapabilitas, dan independensi Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP). Lima, manajemen aparatur sipil negara (ASN). Enam, perencanaan hingga penggunaan dan pelaporan dana desa. Tujuh, optimalisasi pendapatan daerah. Delapan, manajemen aset daerah/barang milik daerah.
Laode Muhamad Syarif mengatakan, dia pernah ikut bersama Tim Korsupgah Korwil VIII turun ke Provinsi Sulsel sekitar dua hingga tiga kali. Seingat dia, pembahasan dan program pencegahan korupsi yang dilakukan saat itu tidak semata tentang penyelamatan aset bermasalah seperti Stadion Mattoanging dan Stadion Barombong. Agenda lainnya di antaranya penerapan e-planning dan e-budgeting baik tingkat kabupaten, kota, maupun provinsi. Berikutnya ada pendampingan untuk peningkatan pendapatan asli daerah (PAD).
Syarif membeberkan, dia berharap pimpinan KPK periode 2019-2023 beserta jajaran Kedeputian Bidang Pencegahan termasuk Tim Korsupgah Korwil VIII harus tetap melanjutkan kegiatan dan program pencegahan korupsi sama seperti periode sebelumnya. Dia menyoroti tiga hal yang bisa dilanjutkan. Masing-masing yakni penyelamatan aset, peningkatan PAD terkhusus yang berasal dari pajak daerah, dan pemasangan alat taping box. Khusus untuk pemasangan taping box harus ditambah jumlahnya di restoran hingga tempat hiburan.
ADVERTISEMENT
"Karena masih ada banyak sekali yang benar-benar tidak bayar pajak. Jadi pendapatan yang masuk ke daerah itu sedikit, mulai dari iklan (pajak reklame) kemudian keramaian (pajak hiburan), masih banyak. Ada juga pajak air tanah yang belum maksimal," ungkap Syarif.
Khusus bagi Tim Korsupgah, Syarif mengatakan, harus berkesinambungan mendampingi seluruh pemerintah daerah termasuk di wilayah Sulsel. Pendampingan tersebut misalnya pada penerapan e-planning dan e-budgeting. Berikutnya bagi pimpinan KPK periode 2019-2023 harus terus melakukan pendampingan, mengawal, dan berinovasi dalam pelaksanaan pencegahan korupsi.
"Untuk melakukan e-planning dan e-budgeting, saya pikir itu bagus kalau dikerjakan terus oleh pimpinan yang sekarang," ujarnya.
Stadion Mattoanging merupakan stadion kebanggaan masyarakat Bumi Anging Mamiri. Pesta olahraga beserta sejarah dan prestasi tertoreh mewarnai negeri. Denyut sepakbola selalu ada dan mengiringi gelanggang ini. Stadion Mattoanging adalah rumah besar bagi klub sepakbola Persatuan Sepakbola Makassar (PSM) dan para pendukung setia. Keberadaannya juga Stadion Barombong harus dijaga dan dirawat bersama sampai kapanpun jua.
ADVERTISEMENT
Berbagai capaian kinerja pencegahan korupsi termasuk di Sulawesi Selatan memang harus diapresiasi. Tapi KPK secara kelembagaan termasuk juga Tim Korsupgah beserta para pemangku kepentingan tidak boleh berpuas diri. Teruslah berbuat untuk pencegahan korupsi dengan konsisten, berkesinambungan, dan tanpa henti. Tetap bergandengan tangan, bersinergi, dan sertai dengan inovasi.[]