Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
SUASANA RAMADAN DI NEGERI DUA NIL
25 Mei 2018 9:04 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
Tulisan dari Sahabat Beasiswa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Seluruh pemeluk agama Islam di dunia yang berjumlah sekitar 23% dari total populasi penduduk di dunia bergembira menyambut datangnya bulan suci Ramadan. Menunggu datangnya Ramadan memerlukan waktu yang cukup lama. Bahkan sejak bulan Rajab, Rasulullah Saw. telah berdoa kepada Allah Swt. agar diberikan kesempatan untuk bisa memasuki bulan Ramadan. Sebagaimana dalam haditsnya yang sudah seringkali kita dengar, “Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikanlah kami di bulan Ramadan”. Di dalam bulan suci Ramadan, seluruh umat islam diwajibkan berpuasa selama satu bulan penuh.
ADVERTISEMENT
Rasa gembira akan datangnya Ramadan juga dirasakan para pemeluk agama Islam di Sudan. Cuaca yang sangat panas (puncak musim panas di Sudan boleh dibilang terjadi pada bulan Ramadan) tidak menyurutkan semangat mereka untuk melaksanakan ibadah puasa. Mereka berpuasa mulai sekitar pukul 4 pagi hingga datangnya adzan magrib pada pukul setengah 8 petang. Mereka berpuasa sekitar 15 jam lamanya dengan suhu rata-rata menginjak angka 42-46 derajat.
Sudan merupakan salah satu negara besar yang terletak di benua Afrika bagian utara. Sudan berbatasan langsung dengan Chad, Mesir, Eritrea, dan Ethiopia. Sudan menjadi negara terbesar ke-4 di Afrika dengan jumlah penduduk sekitar 38,5 juta jiwa, yang mana mayoritas penduduknya memeluk agama Islam.
Kondisi wilayah di Sudan pada umumnya ialah kering dan tandus. Di bagian utaranya didominasi oleh padang pasir, sedangkan di bagian selatannya memiliki kawasan yang lebih sejuk dan subur. Khartoum sebagai ibu kota negara Sudan, menjadi titik pertemuan dua aliran sungai Nil yang berasal dari Victoria dari Rwanda (Nil Putih), dan dari Ethiopia bagian utara (Nil Biru). Karenanya, Sudan dikenal dengan sebutan Negeri Dua Nil.
Pertemuan antara sungai Nil Biru dengan sungai Nil Putih, Khartoum
ADVERTISEMENT
Cuaca panas itulah yang menjadikan masjid-masjid di Sudan yang memiliki pendingin ruangan dimanfaatkan sebagai tempat peristirahatan sementara. Selama Ramadan, jeda waktu antara salat zuhur dan ashar benar-benar dimanfaatkan untuk ‘ngadem’.
Masyarakat Sudan yang sedang beristirahat di antara jeda Zuhur dan Ashar ketika Ramadan
Budaya Masyarakat Sudan di Bulan Ramadan
Ketika sahur, mayoritas masyarakat Sudan menyantap Ruz bil laban (Nasi yang dicampur dengan susu). Sedangkan pada saat berbuka puasa, boleh dibilang makanannya lebih variatif. Mereka menyediakan berbagai makanan ringan, seperti kurma (kurma yang agak keras dengan istilah balaah), tho’miyah (kudapan seperti gorengan, bentuknya sekilas mirip onde-onde), balilah (jenis kacang-kacangan sudan), dan juga aneka makanan berat, seperti Ful (kacang-kacangan yang ditaburi minyak, bawang merah, tomat, garam, dan kemudian disantap dengan roti), asidah (tepung kenyal yang diberikan kuah kental, terlihat seperti puding jelly dari kejauhan), daging, dan lain-lain.
Hidangan berbuka puasa di Sudan
ADVERTISEMENT
Oh iya, jangan pernah berharap ada es teh pada saat berbuka puasa dengan masyarakat Sudan. Karena bagi mereka adalah suatu hal yang sangat mustahil bila mencampur teh dengan es batu. Di musim dingin, mereka meminum teh hangat dan di musim panas pun, mereka tetap rutin mengkonsumsi teh hangat. Untuk melepas dahaga ketika berbuka, biasanya mereka menyediakan aneka jus.
Budaya masyarakat Sudan ketika berbuka pun bisa dibilang menarik. Mereka keluar dari rumah, kemudian menggelar alas di depan rumah mereka masing-masing, atau mereka berinisiatif dari 5 rumah bergabung menjadi satu tempat ketika berbuka. Masing-masing rumah diberi tugas untuk menyediakan makanan atau minuman. Sesuai dengan tugas yang sudah ditentukan. Lalu, menjelang waktu berbuka, mereka keluar dan berkumpul di tempat yang telah disetujui.
ADVERTISEMENT
Suasana berbuka puasa di daerah Kaffori, di depan Al Noer Islamic Complex, Sudan
Lalu, apa menariknya dari kebiasaan berbuka puasa masyarakat Sudan tersebut? Jika orang Indonesia membegal orang dengan niat kejahatan, justru masyarakat Sudan membegal orang dengan niat sebaliknya, yaitu niat kebaikan. Mereka memaksa orang yang melewati mereka untuk ikut berbuka bersama. Pernah dilansir di media cetak, dua orang Sudan dipolisikan karena terlibat baku hantam. Alasannya cukup sederhana, mereka berebut orang yang sedang berjalan agar mau diajak buka bersama di tempat mereka masing-masing. Secara harta mungkin mereka bisa dibilang sederhana. Namun secara hati mereka kaya luar biasa. Video pembegalan orang Sudan ketika berbuka dapa dilihat di link berikut https://www.youtube.com/watch?v=zvdw3CTN2oo
ADVERTISEMENT
WNI dan Ramadan di Sudan
Untuk kami WNI di Sudan, beberapa instansi pun sering mengadakan agenda buka bersama. Ini merupakan solusi jika kami rindu berbuka dengan menu makanan ala Indonesia. Seperti KBRI Khartoum yang terkadang mengadakan buka bersama untuk seluruh WNI setiap minggunya. Jika kami bosan berbuka dengan makanan Sudan, acara seperti ini bisa menjadi solusi. Atau juga acara buka bersama yang diadakan rutin oleh Persatuan Pelajar Indonesia di Sudan (PPI Sudan) setiap tahunnya. Ini merupakan Ajang silaturahim antar WNI di Sudan.
Salat tarawih di Sudan pun sedikit berbeda dengan Indonesia. Mayoritas masjid di Sudan ketika pelaksanaan salat tarawih, sang imam membaca satu juz, sehingga dengan total 30 hari mereka menghatamkan Alquran melalui salat tarawih tersebut. Belum lagi dengan langgam Sudan yang sangat khas. Meski asing bagi kami WNI di Sudan, ketika mendengar langgam Sudan untuk pertama kalinya, justru hal ini menjadi salah satu yang dirindukan. Video salat tarawih dengan langgam Sudan dapat dilihat di link berikut ini: https://www.youtube.com/watch?v=0cwNT_CLKjk
ADVERTISEMENT
Belum lagi di 10 hari terakhir Ramadan. Masjid-masjid di Sudan mengadakan iktikaf, yang juga merupakan sunnah di bulan Ramadan. Yang menjadi ciri khasnya ialah iktikaf di Sudan ada pada pelaksanaan salat qiamulail. Setiap malamnya, sang imam membaca tiga juz di dalam Alquran sehingga di akhir Ramadan, mereka dapat mengkhatamkan Alquran lewat salat qiamulail tersebut. Salat qiamulail ini biasanya dimulai sekitar pukul dua pagi, hanya beberapa jam setelah mereka menyelesaikan salat tarawih.
Indahnya langit malam Sudan di akhir Ramadan ketika lantunan Alquran bersahutan seantero Sudan, sejak pukul dua pagi hingga menjelang Subuh. Dan setelah Ramadan, KBRI Khartoum memfasilitasi salat Idul Fitri dan acara ramah tamah yang bertempat di Wisma Duta RI untuk Sudan dan Eritrea, Khartoum. KBRI menyediakan jemputan bagi WNI di Sudan. Setelah salat, acara dilanjutkan dengan menyantap hidangan ala Indonesia ketika lebaran. Suasananya pun sangat hangat. Kami WNI merasa seperti lebaran di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Suasana salat idul fitri di wisma duta RI, Khartoum
Suasana ramah tamah setelah salat idul fitri di wisma duta RI, Khartoum
Semoga kita semua diberikan kemudahan, kesehatan, dan kelancaran dalam menjalankan ibadah puasa. Ramadan kareem!
Muhammad Faiz Alamsyah
Mahasiswa S1 University of Holy Quran and Islamic Sciences, Sudan
Ketua Departemen Media dan Informasi Persatuan Pelajar Indonesia di Sudan 2016-2017
*Penulis bisa dihubungi di [email protected] atau melalui akun media sosial instagram @bukibukan