Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pakura, Perahu Pemburu Tuna
28 Oktober 2020 9:50 WIB
Tulisan dari saiful umam tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kapal bagi nelayan bukan hanya sebagai alat ekonomi, namun menjadi identitas budaya dan kearifan lokal nelayan yang dipercayai secara turun menurun, banyaknya jenis kapal perikanan menegaskan sekaligus bukti bahwa Indonesia merupakan negara maritim.
ADVERTISEMENT
Bitung, Sulawesi Utara. Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung hampir 8 bulan menimbulkan tantangan yang tidak mudah termasuk bagi industri pembuatan kapal ikan tradisional.
lain halnya dengan pengrajin perahu pakura, justru kondisi tersebut mendatangkan peluang tersendiri, karena permintaan pakura datang tidak hanya dari nelayan lokal, permintaan justru datang dari beberapa wilayah di luar Provinsi Sulawesi Utara.
Pakura, merupakan kapal ikan tradisional yang banyak digunakan oleh nelayan di Sulawesi Utara, kehadirannya diperkenalkan oleh nelayan Filipina melalui proses akulturasi budaya yang dibawa dari nelayan Filipina yang menangkap ikan dan hidup di Kepulauan Sangihe yang populer kurang lebih pada tahun 2000.
Metode pengoperasian pakura dilakukan dengan satu kesatuan armada ikan induk yang disebut dengan pambut (pumpboat) dimana setiap satu kapal pambut memiliki 8 sampai dengan 10 Pakura.
ADVERTISEMENT
Setiap pakura diawaki satu orang untuk memancing ikan di rumpon maupun daerah penangkapan yang ditentukan dengan menggunakan alat penangkapan ikan berupa pancing ulur (hand line) dengan target penangkapan yaitu spesies ikan Tuna.
Rancang bangun pakura yang kuat, memiliki desain yang mampu menembus gelombang laut, berat yang relatif ringan serta kecepatan berkisar 10-20 knot dengan mesin katinting 5-10 PK, sangat efektif untuk menangkap ikan jenis tuna yang memiliki sifat high megratory, kini pakura menjadi idola tersendiri bagi nelayan penangkap ikan tuna di Provinsi Sulawesi Utara.
Metode pembuatan pakura memiliki keunikan tersendiri, body terbuat dari triplek marine dengan ketebalan pada bagian bawah kurang lebih 9 mm dan lambung kurang lebih 6 mm, dimensi panjang yaitu antara 4-6 meter dan lebar yaitu 80 cm sampai dengan 1 meter.
Harga pakura tersebut tergantung dari paku yang digunakan, pakura yang terbuat dari paku biasa dengan kisaran harga Rp. 5 Juta, apabila menggunakan paku dari tembaga harga mencapai kisaran Rp.9 juta, perbedaan harga tersebut karena paku tembaga akan menjadikan pakura memiliki umur dan kekuatan yang lebih lama.
ADVERTISEMENT
Pengrajin pakura tersebut telah tumbuh dibeberapa sentra di Kota Bitung, salah satunya dapat kita jumpai pada saat perjalanan menuju Kota Bitung, tepatnya di keluarahan Manembo-nembo.
Pengrajin-pengrajin tersebut, mengerjakan pembuatan pakura dan rata-rata sudah menjalankan usahanya 2 sampai dengan 10 tahun, seperti halnya pengrajin Ibu Vivi, yang mengandalkan ekonomi rumah tangganya dari pembuatan pakura yang sudah dijalani kurang lebih selama 10 tahun,
Pembuatan pakura yang ditekuninya dapat memperkerjakan masyarakat lokal dan hingga kini telah memproduksi ratusan pakura permintaan nelayan dari beberapa daerah.
Pakura kini telah menjadi penggerak ekonomi, tidak hanya nelayan yang merasakan manfaatnya, namun dampaknya dirasakan bagi pengrajin pakura yang saat ini terus bertahan ditengah tantangan ekonomi yang sedang sulit.
ADVERTISEMENT
Bagi nelayan, pakura tidak hanya menjadi alat produksi dan ekonomi, kehadirannya telah mampu memberikan manfaat lebih serta menjadi motor penggerak penangkapan ikan dengan alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan.
Keberadaan pakura secara tidak langsung juga menumbuh kembangkan kesadaran nelayan mengenai arti pentingnya keberlanjutan sumber daya ikan untuk masa depan.