Konten dari Pengguna

Tantangan Pemberantasan IUU fishing

saiful umam
OB jalan batu, tulisan merupakan pendapat pribadi tidak mewakili tempat bekerja
27 Juni 2021 14:04 WIB
·
waktu baca 2 menit
clock
Diperbarui 13 Agustus 2021 14:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari saiful umam tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kapal pelaku IUU fishing yang ditangkap kapal pengawas Ditjen PSDKP-KKP (dokumentasi pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Kapal pelaku IUU fishing yang ditangkap kapal pengawas Ditjen PSDKP-KKP (dokumentasi pribadi)
ADVERTISEMENT
Tanggal 5 Juni lalu, dunia memperingati Hari Internasional Memerangi Ilegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing yaitu kegiatan penangkapan ikan tanpa izin (illegal), tidak dilaporkan (unreported) dan tidak diatur (unregulaterd).
ADVERTISEMENT
Dipilihnya tanggal istimewa tersebut, bertepatan dengan mulai berlaku (enter into force) perjanjian Internasional pertama yang mengikat dan bertujuan untuk mencegah, menghalangi dan memberantas IUU fishing atau dikenal dengan Port State Measure Agreement (PSMA) to Prevent, Deter and Eliminate IUU Fishing pada tanggal 5 Juni 2016 dan Indonesia merupakan salah satu negara yang meratifikasi perjanjian tersebut.
Peringatan dimaksud sebagai bentuk seruan bagi negara-negara di dunia agar serius memerangi IUU fishing, ancaman yang ditimbulkan tidak bisa dianggap enteng terutama bagi ketersediaan stok sumber daya ikan, terganggunya ekosistem laut yang akan berdampak terganggunya ketersediaan pangan bagi masa depan penduduk dunia.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menetapkan bahwa IUU fishing dikategorikan sebagai satu dari 7 (tujuh) kejahatan maritim dunia dan telah terjadi pada lebih dari 100 negara di dunia, keberadaanya dianggap merugikan negara baik secara ekonomi, sosial dan mengakibatkan kerusakan lingkungan.
ADVERTISEMENT
Dampak global kerugian akibat IUU fishing diperkirakan dunia telah kehilangan 11-26 Juta ton ikan atau setara dengan USD 10-23,5 miliar setiap tahunnya, disamping itu menyebabkan potensi terjadinya praktek kerja paksa dan perbudakan modern (forced labour dan modern slavery) sebanyak 53% pada negara-negara di Kawasan Asia Pasifik (World Economic Forum, 2019).
Mengutip pemberitaan dari Sekretariat Kabinet (10 Oktober 2016), Presiden RI, Joko Widodo menyampaikan bahwa kerugian akibat IUU fishing di Indonesia telah mengakibatkan kerugian ekonomi Indonesia sebesar 20 miliar dollar AS pertahun, termasuk mengancam 65% terumbu karang di Indonesia.
United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) juga menetapkan bahwa IUU fishing tidak hanya murni kegiatan penangkapan ikan illegal, namun keberadaanya diikuti dengan beberapa kejahatan lainnya yaitu perdagangan narkotika, perbudakan (slavery), perdagangan manusia, penggelapan pajak, tindak pidana korupsi, pelanggaran keimigrasian serta pencucian uang (money laundering).
ADVERTISEMENT
International Criminal Police Organization (INTERPOL) menganggap IUU fishing sebagai kejahatan perikanan (fisheries crime) yang terencana dan terstruktur dan melibatkan pelaku lintas negara (transnational organized crime).
IUU fishing merupakan kegiatan yang tersembunyi, multidimensi serta sulit untuk diprediksi, kegiatan penangkapan ikan bersifat lintas negara sehingga sulit untuk mengidentifikasi aktor yang membiayai maupun pemiliknya.
Berbagai organisasi dunia, terus mendorong komitmen untuk mengakhiri IUU fishing dengan melahirkan perjanjian Internasional untuk mengakhiri IUU fishing, Food and Agriculture Organization’s (FAO) dengan Port State Measures Agreement (PSMA), Catch Documentation Schemes dan Global Record of Fishing Vessels (the global record).
International Labour Organization’s (ILO) memandang pelaku IUU fishing cenderung mengabaikan keselamatan, keamanan dan kesejahteraan ABK yang bekerja diatas kapal ikan, maka melalui Work in Fishing Convention No. 188 (C188) menetapkan standar dasar untuk kondisi kerja yang layak dalam penangkapan ikan, demikian juga dengan International Maritime Organization’s (IMO) melalui perjanjian Cape Town Agreement (CTA) yang menetapkan standardisasi keamanan dan keselamatan bagi kapal penangkap ikan.
ADVERTISEMENT
Indonesia sebagai negara produsen perikanan nomor 2 terbesar didunia dengan produksi kurang lebih sebesar 7 juta ton (FAO,2018) dari total potensi sumber daya ikan yang dimiliki sebesar 12,54 juta ton/tahun (KKP, 2016), disamping itu berbagai keanekaragaman hayati sumber daya ikan yang melimpah merupakan magnet bagi pelaku IUU fishing.
Kondisi tersebut, didorong karena permintaan (demand) dunia akan sumber daya ikan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi protein oleh penduduk dunia yang cenderung meningkat dan kondisi tersebut juga dipicu beberapa negara telah mengalami kegiatan penangkapan ikan yang berlebih (over fishing).
Hal tersebut, terkonfirmasi oleh ABK kapal ikan asing Viet Nam yang tertangkap oleh kapal pengawas KKP, motif utama melakukan IUU fishing di perairan Indonesia karena dorongan ekonomi, dimana sumber daya ikan di negara mereka mengalami overfishing dan di perairan Indonesia sumber daya ikan masih melimpah dengan peluang hasil yang cukup tinggi meskipun dengan resiko ditangkap oleh kapal pengawas Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kementerian Kelautan dan Perikanan terus gencar memerangi IUU fishing, selama kurun waktu tahun 2015-2020, jumlah kapal pelaku IUU fishing yang ditangkap sebanyak 707 kapal yang terdiri dari 269 kapal ikan Indonesia dan 438 kapal ikan asing dari berbagai negara.
Kapal ikan pelaku IUU fisihing di dermaga Pangkalan PSDKP Batam (dokumentasi pribadi)
Sedangkan selama tahun 2021, KKP telah menangkap 119 kapal, terdiri dari 78 kapal ikan Indonesia yang melanggar ketentuan dan 41 kapal ikan asing yang mencuri ikan, terdiri dari 12 kapal berbendera Malaysia, 6 kapal berbendera Filipina dan 23 kapal berbendera Vietnam.
trend dan modus IUU fishing di Indonesia juga semakin beragam antara lain menggunakan alat penangkapan ikan yang lebih variatif tergantung dari musim dan target ikan yang bagi mereka memiliki nilai ekonomis tinggi.
ADVERTISEMENT
Bahkan baru-baru ini, tanggal 25 Januari 2021 lalu kapal ikan SLFA 5165 dan SLFA 5170 berbendera Malaysia yang tertangkap oleh kapal pengawas perikanan pada di Selat Malaka diawaki oleh awak kapal berkebangsaan Indonesia dan menangkap ikan diperairan Indonesia.
Pelaku IUU fishing kapal ikan asing mayoritas menggunakan alat penangkapan ikan yang merusak, seperti halnya baru-baru ini yang terjadi di Perairan Natuna Utara, kapal berbendera Viet Nam yang ditangkap menggunakan Alat Penangkapan Ikan sejenis scallop dredge yang telah dimodifikasi khusus untuk menangkap teripang.
Kapal pelaku IUU fishing menggunakan API yang merusak (dokumentasi pribadi)
Alarm ancaman IUU fishing di perairan Indonesia semakin jelas dan nyata, pemerintah dan kita semua tidak boleh lengah, perlu terus waspada dengan menjaga dan mengawasi laut kita dari masuknya kapal IUU fishing agar sumber daya ikan dapat dimanfaatkan seluas-luasnya bagi kesejahteraan nelayan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kondisi IUU fishing yang terjadi disuatu negara sangat erat kaitannya dengan tata kelola perikanan negara itu sendiri, semakin tinggi intensitas IUU fishing merupakan indikator lemahnya tata kelola perikanan dinegara tersebut.