Konten dari Pengguna

Sulit Berinteraksi dengan Lawan Jenis padahal Merasa tidak Memiliki Trauma?

Salma Noer
Mahasiswa Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7 Desember 2024 21:20 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Salma Noer tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Foto oleh Alex Green https://www.pexels.com/id-id/foto/wanita-perempuan-kaum-wanita-tempat-tidur-5699859/
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Foto oleh Alex Green https://www.pexels.com/id-id/foto/wanita-perempuan-kaum-wanita-tempat-tidur-5699859/
ADVERTISEMENT
Tahukah Kamu? Ada kondisi seseorang yang dapat berinteraksi/bersosialisasi sangat nyaman (tanpa rasa tegang atau kaku) dengan gender yang sama. Tetapi, di sisi lain orang tersebut tidak dapat berinteraksi dengan lawan jenis secara normal, biasa, atau umumnya loh!. Kondisi tersebut dapat ditelusuri dari faktor-faktor penyebabnya. Trauma yang dialami pada masa lalu dapat menjadi salah satu penyebabnya. Begitu pula pola asuh orang tua yang strict parents. Anak menjadi cenderung pendiam, ketakutan, dan tidak percaya diri. Pada akhirnya, hubungan sosialisasi yang terbangun di keluarga menjadi tidak nyaman, penuh kekakuan.
ADVERTISEMENT
Faktor-faktor penyebab sulitnya berinteraksi dengan lawan jenis dapat dipengaruhi beberapa faktor, yaitu psikologis, sosial, maupun perkembangan. Faktor psikologis merupakan elemen-elemen dalam diri yang bisa mempengaruhi cara berpikir, baik itu yang membatasi atau malah membantu cara berpikir. Faktor sosial merupakan sesuatu yang dapat mempengaruhi perilaku individu dalam melakukan sebuah tindakan karena pengaruh seseorang ataupun sekelompok orang. Faktor perkembangan merupakan hal-hal yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perubahan seseorang atau sesuatu dari waktu ke waktu.
Apakah memungkinkan ada trauma yang kita tidak sadari?
Kita perlu mengetahui bahwa trauma tidak hanya berupa memori yang kita sadari, tapi juga memori yang tidak kita sadari. Hal tersebut bisa terjadi dikarenakan seseorang melupakan penyebab mengapa traumanya muncul, kemudian orang itu akan merasa dirinya baik-baik saja, beranggapan bahwa dirinya tidak memiliki trauma. Padahal bisa saja bukan tidak memiliki trauma, tapi dia tidak menyadari kalau dia ternyata memiliki sebuah trauma.
ADVERTISEMENT
Seseorang yang memiliki trauma tidak dia disadari biasanya dikarenakan beberapa trauma emosional atau pengalaman pada masa kecil yang terkubur di dalam ingatan seseorang tetapi hal tersebut tetap dapat mempengaruhi perilaku di masa depan. Nah !, Trauma seperti ini tidak selalu terlihat jelas sebagai kejadian dalam benak kita. Hal ini dapat muncul dalam bentuk pola perilaku tertentu seperti sulit dan cemas saat berinteraksi alami dengan lawan jenis (Brown, 2010).
Faktor-faktor mengapa sulit berinteraksi dengan lawan jenis
Ternyata ada lho!, faktor-faktor yang menyebabkan seseorang sulit berinteraksi dengan lawan jenis, antara lain :
1. Pengalaman masa kecil yang tidak disadari
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, terkadang, pengalaman masa kecil yang tampaknya tidak terlalu penting atau bahkan terlupakan dapat membentuk cara seseorang berinteraksi dengan orang lain di masa depan. Misal, ketidakhadiran figur lawan jenis dalam hidup atau pengalaman negatif dalam berinteraksi dengan teman sebaya dapat membentuk pola hubungan yang terpendam. Seseorang mungkin tidak sadar akan pengaruh tersebut tetapi hal ini tetap dapat berpengaruh pada caranya berinteraksi. (Aronson, 2018)
ADVERTISEMENT
2. Pola pengasuhan yang tidak terlihat ketat
Meskipun orangtua tidak secara langsung menerapkan aturan yang ketat, mereka mungkin tanpa sadar mengajarkan perilaku tertentu yang yang bisa menghambat interaksi sosial pada anak. Misal, sikap tidak nyaman terhadap lawan jenis atau kesulitan dalam mengungkapkan perasaan dapat menjadi hasil dari pembelajaran yang tidak langsung dari orang tua. Ini bisa terjadi bahkan pada orang tua yang gaya pengasuhannya cenderung lebih santai.
3. Pengaruh lingkungan dan sosial
Cara kita berinteraksi dengan orang lain, terutama lawan jenis, seringkali dipengaruhi oleh nilai-nilai dan kebiasaan yang kita serap dari lingkungan sekitar. Jika seseorang tumbuh di lingkungan yang lebih tertutup atau memiliki pandangan tradisional tentang hubungan antar jenis kelamin, mereka mungkin merasa kurang nyaman dalam berinteraksi dengan lawan jenis, meskipun orang tua mereka tidak terlalu membatasi. Hal ini menunjukkan bahwa norma sosial dapat membentuk pola pikir kita tanpa adanya pengalaman traumatis.
ADVERTISEMENT
4. Kecemasan sosial (social Anxiety)
Tidak semua kecemasan sosial terkait dengan pengalaman traumatis. Banyak orang mengalami kecemasan yang lebih umum, seperti merasa gugup atau kurang percaya diri saat berinteraksi dengan orang lain. Ketidaknyamanan ini bisa muncul dalam berbagai situasi sosial, termasuk ketika berhadapan dengan lawan jenis. Hal ini sering kali disebabkan oleh kurangnya pengalaman atau kebiasaan dalam bersosialisasi. (Bourne, 2011)
Itulah beberapa penyebab-penyebab mengapa seseorang kesulitan untuk berinteraksi dengan lawan jenis. Solusi dari permasalahan ini adalah dengan cara mulai lagi untuk membuka diri secara bertahap. Jika tidak sanggup berbicara secara empat mata, kalian dapat berinteraksi dengan mengajak teman kalian untuk berinteraksi dengan lawan jenis. Jika kamu atau orang di sekitarmu sudah merasa terganggu dengan perilaku seperti ini, maka sebaiknya kalian pergi kepada orang yang berkompeten di bidang ini contohnya seperti pergi ke psikolog agar mendapat penanganan langsung dengan ahli supaya tidak mendiagnosis diri sendiri (self diagnose).
ADVERTISEMENT
Referensi
Buku: Trauma and Recovery: The Aftermath of Violence--From Domestic Abuse to Political Terror oleh Judith Lewis Herman
Buku: Childhood Trauma and Its Impact on Adult Relationships oleh Laura S. Brown
Buku: The Anxiety and Phobia Workbook oleh Edmund J. Bourne
Buku: The Social Animal oleh Elliot Aronson
Skripsi: Pengaruh Faktor Sosial, Budaya, Pribadi dan Psikologis Terhadap Keputusan Konsumen dalam Pembelian Bunga Potong (Studi Kasus Pondok Lily Rawa Belong, Jakarta Barat) oleh Vivi Ataini