Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Arus Sejarah: Perjalanan Manusia Menuju Kesatuan Global
3 Juni 2024 18:43 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari SALMA WASFAH KAMILA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sejarah manusia telah menjadi kisah panjang tentang transformasi, di mana perubahan konstan membentuk peradaban yang beragam. Dari awal masa prasejarah hingga zaman modern, evolusi budaya, kekuatan politik, dan tatanan sosial telah menjadi pendorong utama bagi perkembangan umat manusia. Dalam konteks ini, konsep "Panah Sejarah" memberikan kita sudut pandang yang memungkinkan untuk melihat bagaimana arus waktu membentuk dan membawa perubahan pada manusia, budaya, dan masyarakat. Dengan menggunakan lensa ini, kita dapat menjelajahi dinamika kompleks yang membentuk jalan panjang perjalanan umat manusia.
ADVERTISEMENT
Setiap peradaban dan kebudayaan memiliki narasi uniknya sendiri dalam perjalanan sejarah. Dari masa prasejarah hingga zaman modern, pola perubahan yang konsisten dapat ditemukan, mendorong pembentukan identitas kolektif dan nilai-nilai yang membentuk inti dari setiap masyarakat manusia. Dalam setiap sudut sejarah, kita menemukan cerita tentang pertumbuhan, pertentangan, dan adaptasi yang membentuk wajah manusia yang kompleks dan beraneka ragam. Dengan menggali lebih dalam melalui "Panah Sejarah", kita dapat mengungkap rahasia dan makna di balik perjalanan panjang ini.
Panah Sejarah mengilhami kita untuk memahami bahwa kebudayaan manusia bukanlah entitas statis yang tetap, melainkan dinamis yang terus berubah seiring waktu. Dari mitos dan fiksi yang membentuk norma-norma sosial hingga ketegangan internal yang menggerakkan perubahan, setiap kebudayaan menghadapi kontradiksi yang memicu inovasi dan evolusi.
ADVERTISEMENT
Dulu, para ahli meyakini bahwa setiap budaya memiliki esensi yang tak berubah, seperti sebuah alam semesta yang tetap dan harmonis. Namun, pandangan ini telah bergeser. Kini, kita memahami bahwa setiap kebudayaan terus berubah, dipengaruhi oleh lingkungannya dan interaksi dengan budaya tetangga. Bahkan kebudayaan yang terisolasi sekalipun tidak dapat menghindari perubahan, karena setiap tatanan buatan manusia penuh dengan kontradiksi internal.
Salah satu contoh yang menarik adalah kekristenan di Eropa abad pertengahan. Bangsawan Eropa pada masa itu hidup dalam dualisme antara keyakinan agama dan adat kesatria. Dalam gereja, mereka diajarkan untuk merendahkan diri dan menghindari kekayaan serta kekerasan, sementara di kastil mereka merayakan keberanian dan kejayaan perang. Kontradiksi ini mendorong perubahan budaya, seperti Perang Salib dan munculnya kisah-kisah legendaris seperti Raja Arthur dan Sang Graal.
ADVERTISEMENT
Demikian pula, dalam tatanan politik modern, nilai-nilai seperti kesetaraan dan kebebasan individu bertentangan satu sama lain. Perjuangan untuk merangkum kontradiksi ini telah membentuk sejarah politik dunia sejak Revolusi Prancis.
Namun, kontradiksi bukanlah kelemahan, melainkan bagian tak terpisahkan dari setiap kebudayaan manusia. Ketegangan, konflik, dan dilema yang tak terpecahkan adalah bahan bakar kreativitas dan dinamisme kita sebagai spesies. Dengan adanya disonansi kognitif, manusia dapat mempertahankan keyakinan dan nilai-nilai yang bertentangan, membantu dalam pembentukan dan pemeliharaan kebudayaan.
Melalui "Mata-Mata Satelit", kita dapat memahami pola umum dalam arah sejarah manusia. Meskipun terdapat perpecahan dan pecahan, ada kecenderungan menuju kesatuan yang tak terelakkan. Dari ribuan dunia manusia terpisah pada masa lalu, kita bergerak menuju satu mega-budaya global.
ADVERTISEMENT
Pandangan global menunjukkan bahwa sejarah manusia telah melalui proses penyatuan yang berkelanjutan, dari keberagaman menuju kesatuan. Pada titik tertentu, hampir semua manusia membagi sistem politik, ekonomi, hukum, dan ilmiah yang sama.
Namun, kesatuan global ini bukanlah homogen. Seperti tubuh organik yang memiliki berbagai jenis organ dan sel, kebudayaan global kita memiliki berbagai macam gaya hidup dan individu. Namun, mereka saling terhubung dan saling memengaruhi, menggunakan bahasa yang sama dalam argumen dan pertempuran.
Pengaruh global telah mengubah hampir setiap aspek kehidupan manusia, bahkan ke dalam hal paling sederhana seperti makanan. Makanan etnis, yang sering diasosiasikan dengan kebudayaan lokal, sebenarnya telah dipengaruhi oleh pertukaran global. Bahan makanan dari berbagai belahan dunia telah menjadi bagian dari masakan nasional tanpa mengenal batas.
ADVERTISEMENT
Dari perspektif praktis, proses penyatuan global dipercepat oleh perdagangan dan ekspansi kekaisaran. Namun, dari perspektif ideologis, perkembangan yang lebih penting terjadi ketika gagasan tentang tatanan universal mengakar dalam pemikiran manusia.
Merchants, conquerors, dan prophets adalah pelopor gagasan ini, membayangkan dunia sebagai satu entitas yang dapat diatur oleh satu set hukum. Mereka membangun tatanan ekonomi, politik, dan agama yang dapat diterapkan secara universal.
Dalam perjalanan sejarah, upaya-upaya ini mengarah pada penggabungan dunia menjadi satu, dengan semua manusia dianggap sebagai bagian dari satu kesatuan. Meskipun terdapat konflik dan ketegangan, penggunaan mata uang yang sama oleh semua orang menunjukkan bahwa kesatuan global bukanlah impian belaka, melainkan realitas yang terwujud.
Sebagai manusia modern, kita hidup dalam dunia yang semakin terhubung dan terintegrasikan. Melalui pemahaman akan arah sejarah manusia, kita dapat menghargai keragaman kebudayaan sambil menyadari bahwa kita semua adalah bagian dari satu perjalanan panjang menuju kesatuan global.
ADVERTISEMENT
Referensi:
Harari, Y. N. (2015). Sapiens. Harper.