Konten dari Pengguna

Memahami Sakit: Sebuah Perspektif Baru Terhadap Kesedihan dan Kekuatan

Salma Luqyana Salsabila
Mahasiswa S1 Kebidanan Universitas Airlangga
8 Juni 2023 13:25 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Salma Luqyana Salsabila tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Sakit. Foto: ShutterStock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Sakit. Foto: ShutterStock
ADVERTISEMENT
Selama ini, kita memandang sakit sebagai sebuah pengalaman negatif yang harus dihindari sebisa mungkin. Dalam bayangan kita, sakit adalah duri yang menusuk, rintangan yang menghalangi langkah, hantu yang mengintai di setiap sudut kehidupan.
ADVERTISEMENT
Tapi, apa jadinya jika kita memandang sakit sebagai guru, bukan musuh? Sebagai sebuah jembatan, bukan jurang?
Sakit—dalam semua bentuk dan intensitasnya—adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan. Menurut World Health Organization (WHO), hampir 1,5 miliar orang di seluruh dunia hidup dengan rasa sakit kronis. Mungkin Anda adalah salah satunya, atau mungkin Anda mengenal seseorang yang berjuang melawan sakit setiap harinya.
Namun, bagaimana jika kita memandang sakit dari perspektif yang berbeda? Dalam kata-kata Victor Frankl, seorang psikolog dan penulis buku Man's Search for Meaning:
Apa arti kata-kata ini dalam konteks sakit? Mungkin sakit bisa dijadikan sebuah "mengapa", sebuah alasan untuk tumbuh dan menjadi lebih kuat.
Ilustrasi pasien dirawat di rumah sakit. Foto: Domareva.Tanya/Shutterstock
Fakta menunjukkan bahwa sakit bisa memicu pertumbuhan. Sebuah studi tahun 2013 dalam Journal of Applied Psychology menemukan bahwa orang yang mengalami trauma atau kesulitan hidup justru menunjukkan tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak.
ADVERTISEMENT
Mengapa demikian? Karena sakit, dalam bentuk apapun, memiliki potensi untuk membangkitkan kesadaran kita terhadap nilai-nilai hidup yang penting.
Saya ingat, ada seorang teman yang pernah berbagi kisahnya tentang berjuang melawan kanker. Ia menjelaskan bahwa sakit yang dirasakan justru membawanya pada pemahaman baru tentang arti hidup dan kekuatan. Ia belajar untuk lebih menghargai setiap momen, setiap pertemuan, setiap napas. Dalam sakit, ia menemukan kekuatan.
Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 di Indonesia menyebutkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan akses informasi tentang kondisi kesehatannya. Ini berarti, kita memiliki hak untuk memahami dan mencari cara terbaik menghadapi sakit.
Apa jadinya jika salah satu cara tersebut adalah memandang sakit sebagai kesempatan untuk belajar dan tumbuh?
ADVERTISEMENT
com-Ilustrasi seseorang dirawat di rumah sakit Foto: Shutterstock
Bahkan filosofi kuno seperti Stoicismus menekankan pada penerimaan terhadap rasa sakit dan penderitaan sebagai bagian dari kehidupan, dan menggunakannya sebagai batu loncatan untuk mengembangkan ketahanan dan kebijaksanaan.
Saya bukan sedang mengajak Anda untuk mencari sakit. Saya hanya ingin mengajak Anda untuk melihat sakit dari perspektif yang berbeda. Apa yang dapat kita pelajari dari sakit? Bagaimana kita dapat mengubah kesedihan menjadi kekuatan?
Sudah banyak bukti menunjukkan bahwa orang-orang yang mengalami sakit atau trauma sering kali menjadi lebih kuat, lebih bijaksana, dan lebih empatik. Dalam konteks ini, sakit bukan lagi hanya tentang penderitaan, melainkan juga tentang transformasi dan pertumbuhan.
Sakit memungkinkan kita untuk memahami kehidupan dalam cara yang lebih mendalam. Dalam kata-kata terkenal oleh Friedrich Nietzsche:
ADVERTISEMENT
Ini bukan berarti kita harus mencari penderitaan, melainkan berarti bahwa saat kita menghadapi sakit, kita memiliki peluang untuk belajar, tumbuh, dan menjadi lebih kuat.
Sakit juga membuka peluang bagi kita untuk belajar empati dan pengertian terhadap orang lain. Dalam sebuah studi tahun 2016 yang dipublikasikan di Journal of Personality, ditemukan bahwa orang yang telah mengalami sakit sering kali lebih mampu merasakan dan menghargai penderitaan orang lain. Dengan kata lain, sakit dapat mempertajam kemampuan kita untuk berempati.
com-Ilustrasi wanita dirawat di rumah sakit. Foto: Shutterstock
Mungkin saatnya kita mulai memandang sakit sebagai sesuatu yang lebih dari sekadar penderitaan. Sebagai suatu proses yang tidak hanya mengubah kita secara fisik, tetapi juga secara psikologis dan spiritual.
Saya tidak mengatakan bahwa sakit adalah sesuatu yang harus kita sukai atau cari. Sakit adalah pengalaman yang sulit, dan kita seharusnya tidak meremehkan apa yang dirasakan oleh orang-orang yang sedang sakit. Tapi, saya percaya bahwa ada nilai dan pelajaran yang bisa kita ambil dari pengalaman sakit.
ADVERTISEMENT
Dalam setiap rasa sakit, ada peluang untuk belajar dan tumbuh. Dalam setiap rasa sakit, ada kekuatan yang menanti untuk ditemukan. Dalam setiap rasa sakit, ada kesempatan untuk menjadi lebih kuat, lebih bijaksana, dan lebih penuh pengertian.
Seperti yang ditulis oleh penulis Amerika, Ernest Hemingway dalam bukunya A Farewell to Arms:
Mungkin saatnya kita memandang sakit tidak hanya sebagai sesuatu yang meremukkan, tetapi juga sebagai sesuatu yang bisa membuat kita lebih kuat.