Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pundak Renta Pemikul Derita
13 Mei 2020 15:19 WIB
Tulisan dari Salsabila Jihan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tidakkah kausadar, usiamu sudah renta?
Teriknya sang fajar ditemani tetesan peluhmu tak serta-merta menyurutkan tekadmu untuk berjualan, menjajakan dagangan yang kaubawa dari rumah.
ADVERTISEMENT
Tak sengaja kaulewat depan rumah saat aku hendak pergi. Tubuhmu yang renta bahkan hampir terjatuh, terlihat lemas, seakan tubuhmu yang rapuh itu membuktikan betapa kerasnya dirimu berjuang untuk tetap hidup.
Aku bisa merasakan betapa beratnya kayu yang kaususun sedemikian rupa agar bisa membawa barang-barang daganganmu. Ditambah lagi mainan dan balon-balon yang kaubawa saat itu. Memikul kayu saja sudah berat, bagaimana kalau ditambah beban lainnya? Apakah tidak terasa berat?
Saat itu, aku urungkan sejenak niat untuk pergi untuk membantumu mengistirahatkan diri. Usiaku masih terbilang muda, namun aku bisa merasakan beratnya beban yang dipikul pada bahu itu.
Hari itu, saat aku hendak membantu meringankan bebanmu. Walau sedikit. Namun, kau enggan menerimanya dengan pamrih. Aku tahu, niatmu itu sebagai pedagang yang berjualan untuk menghidupi dirimu, bukan sebagai pengemis yang meminta belas kasihan tanpa berusaha.
ADVERTISEMENT
“Dibeli saja. Saya kan jualan. Kalau enggak mau, saya lanjut jalan saja,” ucapmu kala itu.
Sungguh, sangat kuat semangat dan tekadmu. Kau juga berusaha agar aku tidak hanya sekadar mengasihi dirimu. Kau tetap menawarkan daganganmu agar aku membelinya.
Akhirnya, dengan kegigihanmu, aku luluh. Aku membeli beberapa daganganmu agar bebanmu berkurang sedikit. Saat aku ingin memberimu sedikit bonus manis, kautetap bersikeras untuk mengembalikan lembaran yang telah kuberi sebagai rezeki.
Hingga akhirnya kaululuh. Kaumenerima hadiah yang kuberikan dan kembali melanjutkan niatmu itu, berjualan. Aku sudah memintamu untuk kembali saja ke rumahmu untuk beristirahat, namun kau tetap saja ingin berkeliling menjajakan daganganmu. Aku tahu, dirimu juga tahu, kalau tubuhmu itu sudah bergetar, seolah sudah tidak cukup kuat untuk memikul beban itu.
ADVERTISEMENT
Setelah hari itu, aku sempat melihat tubuh rentamu lagi. Beberapa kali. Tubuh yang masih bergetar seperti saat itu. Tubuh yang juga masih memikul kayu itu. Tubuh yang masih ditemani dengan topi baret dan sepatu lusuh.
Entah, aku tidak tahu bagaimana caramu bisa sampai ke lingkungan rumahku yang jaraknya begitu jauh dari lokasi rumahmu. Kuharap jarak itu tidak ditempuh dengan berjalan kaki ditemani teriknya sang fajar.
Tidak pernah terpikir olehku bagaimana bisa seorang yang sudah tua renta ini dibiarkan berjualan, memikul beban yang sangat berat untuk seukuran tubuhnya itu?
Rasanya aku yang masih muda ini tak pantas disandingkan dengan kegigihanmu. Terlalu banyak hal dikeluhkan dan tidak pandai bersyukur atas apa yang Tuhan berikan.
ADVERTISEMENT
(Salsabila Jihan - Politeknik Negeri Jakarta)