Konten dari Pengguna

Transformasi Ekonomi Sirkular Berbasis Agroindustri Kelapa Terpadu Zero Waste

Samintang
Duta Kampus SDGs Universitas Hasanuddin Mahasiswa Program Studi Akuntansi Universitas Hasanuddin
4 Agustus 2022 20:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Samintang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sulawesi Tenggara dengan julukan “Bumi Anoa” adalah salah satu surga pertanian di Indonesia yang memiliki 12 komoditas tanaman perkebunan unggulan yang memiliki potensi ekspor, salah satu di antaranya adalah kelapa (mencakup produk turunannya seperti kopra, serabut, hingga tepung kelapa/descoated coconut). Kelapa (Cocos nucifera L) sebagai “The Tree of Life” adalah komoditas unggulan yang berperan penting dalam kehidupan masyarakat Sulawesi Tenggara baik dalam tataran sosial, ekonomi, dan lingkungan. Kelapa sebagai komoditas prioritas juga dikembangkan melalui Gerakan Peningkatan Produktivitas, Nilai Tambah dan Daya Saing (GRASIDA), dan Gerakan Tiga Lipat Ekspor (GRATIEKS) pada tahun 2024 mendatang. Perkebunan kelapa di Sulawesi Tenggara diperkirakan mencapai 59.664 hektar pada tahun 2020, dengan total hasil 41.028 ton. Komoditas pertanian tradisional seperti kopra, minyak kelapa, lalapan, dan lain-lain dapat diproduksi di industri komoditas pertanian (BPS Sulawesi Tenggara 2021).
ADVERTISEMENT
Kabupaten Konawe Kepulauan memiliki 4.809 hektar lahan kelapa di Sulawesi Tenggara. Kabupaten Konawe adalah salah satu daerah penghasil dan keluaran kopra utama di Sulawesi Tenggara. Berdasarkan statistik dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Tenggara, Kabupaten Kepulauan Konawe menghasilkan 2.195 ton kelapa pada tahun 2020. Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) khususnya hingga saat ini masih berpeluang mempertahankan sebagai salah satu kabupaten yang memiliki areal perkebunan yang luas khususnya tanaman kelapa dalam/lokal (tall coconut) ataupun kelapa hybrida (hybrida coconut).
Tanaman kelapa lokal mencapai 4.954 hektare yang tersebar pada 25 wilayah kecamatan di Konsel dengan jumlah petani yang terlibat dalam perkebunan itu sebanyak 15.658 orang. Selain perkebunan kelapa lokal yang sudah berproduksi puluhan tahun, juga kelapa hybrida yang mulai dikembangkan di era tahun 90-an itu berjumlah 2.102 hektare yang tersebar pada 5-7 kecamatan, wilayah Konawe Selatan kini menjadi daerah penghasil kopra terbesar dibanding kabupaten kota di Sultra. Tanaman kelapa lokal yang dikembangkan masyarakat di Konawe Selatan itu produksinya baru mencapai 3.650 ton sekali panen dengan rata-rata produksi dalam hektare mencapai 700- 900 kilogram per sekali musim panen (Dinas Perkebunan dan Hortikultura Sultra, 2021).
ADVERTISEMENT
Di samping potensi, terdapat beberapa problematika yang dialami oleh petani setempat seperti petani kelapa di Kabupaten Kepulauan Konawe hanya mengolah kelapa dalam bentuk kopra dengan cara manual atau tradisional yang telah diturunkan secara turun temurun, maka kondisi tersebut tidak dapat dihindari dan akhirnya digunakan sebagai ukuran keberhasilan dan kesejahteraan mereka (Herdhiansyah et.al, 2021). Permasalahan utama yang juga dihadapi petani di Pulau Wawonii ini adalah usia pohon kelapa rata-rata berada di usia tua (Dinas Pertanian Kabupaten Kepulauan Konawe, 2019). Kegiatan pemetikan buah pun dilakukan dengan cara memanjat pohon dengan menggunakan parang sebagai alat pemetik, kegiatan pengangkutan buah kelapa dilakukan dengan membawa menggunakan keranjang sebagai alat pengumpul, kegiatan pemetikan kelapa dilakukan secara manual menggunakan pombungi sebagai alat pengupas buah, dan biji kelapa. Kegiatan pembelahan dilakukan secara manual dengan menggunakan pombungi sebagai pengupas buah. untuk mengeluarkan daging dari tempurung kelapa (Herdhiansyah et.al, 2021).
ADVERTISEMENT
Selain itu, di Kabupaten Kolaka Timur, lebih banyak kelapa yang dijual langsung sebagai hasil pertanian, masih sedikitnya bentuk agroindustri kelapa, akses permodalan terbatas, dan mayoritas petani mengandalkan modal usaha dari keuntungan usaha sebab kelapa masih dikelola secara tradisional (Herdhiansyah, D., Alwi, L. O., & Asriani, 2022). Pada sektor pertanian, subsektor tanaman perkebunan rakyat memberikan kesejahteraan paling rendah dibanding subsektor lainnya. Harga produk kelapa sawit, kelapa, kakao, merica, kacang mete Sultra masih di bawah biaya produksi dan biaya hidup yang harus dikeluarkan petani. Di sisi lain, luas lahan pertanian yang dimiliki petani sektor perkebunan rakyat belum memenuhi skala ekonomis (Kajian Fiskal Regional Triwulan II, 2021).
Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk mendayagunakan potensi kelapa Sulawesi Tenggara sebagai penggerak utama (main mover) dalam mendorong terbentuknya sentra ekonomi baru yang dirancang melalui peta jalan agroindustri kelapa terpadu dengan perspektif baru Factor Fn dalam meningkatkan bargaining power kelapa menjadi bahan baku pangan (food), pakan (feed), papan (fiber), bahan bakar (fuel), bahan industri farmasi (farmacy), dan didukung oleh akses keuangan (finance). Sistem yang terintegrasi antara inclusive responsible agribusiness linkaged and renewable clean energy diharapkan mampu meningkatkan nilai jual dan diversifikasi produk di Kabupaten Kolaka Timur sebagai “kota satelit” yang mendorong perekonomian rakyat berbasis agribisnis dan bio-energi terbarukan, membuka kesempatan kerja, mendorong partisipasi aktif generasi muda dalam bertani, mengurangi limbah kelapa dan pencemaran udara dari proses gasifikasi, meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani kelapa khususnya smallholders (young farmers, tenant farmers, dan landowners) di desa-desa penghasil kelapa di Sulawesi Tenggara.
ADVERTISEMENT
Ekonomi sirkular (sircular economy) adalah model yang berupaya memperpanjang siklus hidup dari suatu produk, bahan baku, dan sumber daya yang ada agar dapat dipakai selama mungkin. Prinsip dari ekonomi sirkular mencakup pengurangan limbah dan polusi, menjaga produk dan material terpakai selama mungkin, dan meregenerasi sistem alam (Ellen Macarthur Foundation dalam LCDI 2021). Ekonomi sirkular merupakan pendekatan sistem ekonomi melingkar dengan memaksimalkan kegunaan dan nilai bahan mentah, komponen, serta produk, sehingga mampu mereduksi jumlah bahan sisa yang tidak digunakan dan dibuang ke tempat pembuangan akhir (Bappenas, 2021). Di Denmark, transisi ke Ekonomi Sirkular diperkirakan akan meningkatkan PDB lebih dari 7 miliar USD, meningkatkan ekspor bersih 3-6% dan mengurangi emisi CO2 sebesar 3-7% (Duta Besar Denmark di Indonesia, Lars Bo Larsen, 2021).
ADVERTISEMENT
Kredit Karbon adalah izin yang dapat diperdagangkan yang memungkinkan perusahaan mengeluarkan sejumlah karbon dioksida atau gas rumah kaca yang setara. Perusahaan yang melakukan pencemaran diberi kredit yang memungkinkan mereka untuk mencemari sampai batas tertentu, tetapi batas tersebut akan dikurangi secara berkala. Satu kredit mengizinkan emisi massa yang setara dengan satu ton karbon dioksida.Tujuan utama adanya carbon credit adalah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca serta emisi karbondioksida yang berasal dari kegiatan industri (World Economic Forum, 2020). Indonesia telah meratifikasi Persetujuan Paris melalui UU No. 16/2016 dan menyampaikan proposalnya dalam bentuk NDC (Nationally Determined Contribution) dengan target Indonesia adalah pengurangan emisi di tahun 2030 sebesar 29% dengan usaha sendiri dan 41% apabila ada bantuan asing, dengan basis tahun yang diproyeksikan adalah 2010 (Pengantar Pasar Karbon Untuk Perubahan Iklim, 2018).
ADVERTISEMENT
Kelapa adalah salah satu komoditas yang seluruh bagiannya berguna dan kerapkali disebut sebagai “pohon kehidupan”. Luas areal perkebunan kelapa di Indonesia sangat potensial yang diperkirakan lebih dari 3,81 juta hektar dengan 98,16% milik petani kecil, sektor swasta memegang 1,69% dan pemerintah memegang 0,14% (CKC A True Coconut Story, 2018). Kelapa dalam kaitannya sebagai usaha berbasis rumahan, UMKM, maupun big brands memiliki beragam manfaat dan side effects. Kelapa bermanfaat bagi metabolisme, meningkatkan energi tubuh, kesehatan tulang, detoksifikasi, dan kesehatan jantung (Adriane Marie dalam Heal Abel, 2022).
Dari segi ekonomi, Indonesia merupakan eksportir terbesar untuk produk kelapa dan turunannya di dunia namun ekspor produk kelapa Indonesia saat ini masih didominasi ekspor kelapa segar. Sehingga para pelaku usaha diharapkan mulai meningkatkan ekspor produk yang bernilai tambah sebagai upaya untuk menjaga plasma nutfah Indonesia. Namun, sisi lain dari industri kelapa adalah dampak terhadap lingkungan hidup. Kelapa tergolong sebagai komoditas yang berstatus moderate water footprint dan moderate carbon footprint. Dibutuhkan 2.687 liter air untuk menghasilkan 1 kilogram buah kelapa. 322 galon air untuk menghasilkan 1 pon kelapa, jejak air yang relatif moderat (Water Footprints of Food List, 2022). Selain itu, dibutuhkan 2,1 kg CO2e untuk menghasilkan 1 kilogram atau 2,2 pon kelapa, sebuah mobil mengemudi setara dengan 5 mil atau 8 kilometer (Carbon Footprints of Food List, 2022). Oleh karena itu, kelapa tergolong moderately sustainable khususnya pada sektor yang masih menggunakan menggunakan metode konvensional dan pupuk kimia yang tidak proporsional.
ADVERTISEMENT
Industri pengolahan kelapa memiliki keterkaitan yang dapat menimbulkan multiplier effect yang cukup besar bagi pembangunan industri pangan, farmasi dan kosmetik di Sulawesi Tenggara di mana formulasi yang berbasis bahan alam dan pasar ekonomi sirkular mencapai 4.5 triliun USD (World Economic Forum, 2021) telah menjadi trend dunia saat ini. Hal ini mencakup keterkaitan ke depan (forward linkage) dengan kegiatan budidaya kelapa yang masih didominasi oleh perkebunan rakyat serta keterkaitan ke belakang (backward linkage) dengan industri penyediaan sarana dan prasarana alat industri, industri pangan, farmasi dan kosmetik, pengemasan, transportasi, serta lainnya. Analisis ini mengunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan menguraikan potensi kelapa yang akan menjadi sumber utama bahan baku industri kelapa terpadu berbasis agribisnis dan energi terbarukan. Untuk mengetahui potensi bahan baku tersebut maka yang dianalisis adalah sistem kelapa terpadu yang memadukan penerapan inclusive responsible agribusiness linkaged and renewable clean energy.
ADVERTISEMENT
Berbagai uraian tersebut di atas, telah menjadi latar belakang adanya usulan Program Agroindustri Kelapa Terpadu Zero Waste menjadi sangat penting dilakukan, mengingat saat ini kelapa sangat diperlukan untuk keperluan pangan, farmasi dan kosmetik sehingga menghasilkan nilai tambah yang lebih besar. Pada usulan ini digunakan data primer dan sekunder yang dikumpulkan melalui studi literatur pada daerah industri kelapa terpadu (di antaranya Kabupaten Kolaka Timur, Kabupaten Konawe Kepulauan, Kabupaten Konawe Selatan, dan Kabupaten Muna Barat).
Usulan Lokasi Agroindustri Kelapa Terpadu
Kabupaten Kolaka Timur berpotensi sebagai daerah pengembangan agroindustri dan sebagian besar kelapa berada pada umur produktif, yaitu rata-rata berumur di atas 10 tahun dan kurang dari 35 tahun (Herdhiansyah et.al, 2022). Program ini akan berlokasi pada lima kecamatan yaitu Kecamatan Aere, Ladongi, Lambandia, Loea, dan Poli-Polia, Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara.
ADVERTISEMENT
Regulasi & Integrasi Dua Sistem (Agribisnis dan Energi Baru Terbarukan)
Selain mengolah kelapa menjadi produk yang mempunyai nilai tambah tinggi, agroindustri juga menghasilkan nilai tambah terhadap limbah yang dihasilkan dengan cara memprosesnya menjadi energi baru terbarukan (new and renewable energy). Integrasi ini harapannya dapat mendukung pemerintah Kabupaten Kolaka Timur dalam mencapai 30% pengurangan sampah khususnya limbah organik agroindustri dengan pendekatan daur ulang (recycling) sampai dengan tahun 2025. Target pengurangan tersebut diatur dalam Peraturan Daerah Pengelolaan Sampah (Jakstrada) serta Kebijakan Strategis Nasional Pengelolaan Sampah (Jakstranas). Peraturan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 Tentang Kebijakan Strategis Nasional Pengelolaan Sampah. Selain itu, di dalam dokumen NDC, pengurangan target emisi gas rumah kaca untuk sektor pertanian sebesar 0,32%. Adapun produk bio-energi (biomassa dan biochar) yang prospektif di antaranya: Briket arang (coconut shell charcoal briquettes), asap cair non-pangan, arang batok kelapa, pembakaran (sisha, carbon active, pembangkit listrik), biocoal, bio fuel, bio lubricants, dan bioavtur.
Manajemen Agroindustri - Bio-energi Kelapa Terpadu (Sumber: Penulis)
Mekanisme Kerjasama (Stakeholders Mapping)
ADVERTISEMENT
Dalam mendukung percepatan pencapaian ekonomi sirkular agroindustri kelapa terpadu, diperlukan pemetaan stakeholders berdasarkan kepentingan (interest) dan wewenang (power). Berikut adalah rancangan matriks stakeholders mapping Program Agroindustri Kelapa Terpadu Zero Waste di Kabupaten Kolaka Timur.
Stakeholders Mapping Agroindustri Kelapa Terpadu Zero Waste (Sumber: Penulis)
Kelayakan Aspek Teknis Teknologis
Industri kelapa terpadu yang prospektif dikembangkan meliputi dessicated coco, coco powder, minyak kelapa, nata de coco, coir fibre, briket arang, asap cair. Produk yang dirancang pada agroindustri kelapa terpadu meliputi dessicated coco, coco powder, dan coco oil dengan produk samping coir fiber, asap cair dan nata de coco, dan arang aktif (biochar).
Pengembangan Teknologi Best Practices Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan
1. Teknologi Multi-Produk
Pilihan teknologi sangat ditentukan pada pertimbangan teknis sistem produksi dan pemeliharaannya serta aspek ekonominya, terutama kebutuhan modal investasi (CAPEX) dan modal kerja (OPEX). Untuk pabrik bioenergi-pembangkit listrik yang multi produk akan memberikan keuntungan ekonomi lebih kendati CAPEX tinggi namun OPEX rendah. Pilihan proses konversi sangat menentukan jumlah gas, biochar/biocoal, dan bio-oil yang dihasilkan. Hal ini pertimbangan khusus dan dikaitkan dengan target bisnis perusahaan. Dengan mengadopsi teknologi gasifikasi biomassa di Jerman, usulan program ini akan mengadopsi Biomass Gasification Engine System (BGES) yang mampu menghasilkan listrik dan biocoal/biochar secara bersamaan. Biochar atau arang aktif adalah material padat yang terbentuk dari karbonisasi biomassa dan bermanfaat sebagai pembedah tanah yang ramah lingkungan.
ADVERTISEMENT
Proses gasifikasi ini dapat memberikan banyak keuntungan. Mulai dari menjadi pembangkit listrik, memproses input bahan bakar, mengolah sampah menjadi produk yang bernilai, hingga lebih ramah lingkungan untuk udara. Teknologi BGES juga memberikan berbagai manfaat untuk berbagai sektor. Teknologi ini menggantikan peran diesel dan minyak bumi untuk menciptakan listrik, memiliki waktu instalasi dan mobilisasi yang cepat, biaya maintenance yang lebih ekonomis, ramah lingkungan, dan juga memanfaatkan limbah biomassa dengan sangat baik. Teknologi BGES ini cocok untuk pabrik yang terletak di area yang memiliki banyak limbah biomassa dan kekurangan listrik. Terlebih lagi, teknologi ini menghasilkan carbon negative cycle yang menghasilkan emisi yang jauh lebih rendah ketimbang carbon positive cycle (Kosasih S, 2022).
ADVERTISEMENT
2. Sultra Biochar Carbon Credits
Sultra Biochar Carbon Credits adalah program yang diperuntukkan kepada investor, pemerintah, dan perusahaan di kawasan Sulawesi Tenggara untuk melakukan offsetting jejak karbon (carbon footprint) mereka dengan melakukan purchasing karbon kredit melalui ekosistem Biochar Carbon Credits. Setiap 1 kg Biochar Carbon Credits akan memulihkan 1 kg emisi gas rumah kaca (GHG) di alam. Hal ini selaras dengan IPCC 6th Assessment Report bahwa biochar dapat mengurangi sekitar 1,8 hingga 4,1 CO2 gigaton/tahun. Mekanisme yang digunakan menerapkan Methodology for Biochar Utilization in Soil and Non-Soil Applications melalui Verified Carbon Standard (VCS) dari Verra.
• Pemerintah atau pihak berwenang lainnya menetapkan batasan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh perusahaan. Merujuk pada kondisi di mana pengurangan emisi secara langsung tidak memungkinkan secara ekonomi bagi beberapa perusahaan, mereka dapat membeli carbon credit untuk memenuhi batasan emisi. Di sisi lain, perusahaan yang berhasil menurunkan emisi gas rumah kaca (mencapai carbon offset) dan diberikan carbon credit tambahan untuk mendorong CSR dan ESG Strategy. Nantinya, surplus Biochar Carbon Credits tersebut dapat digunakan untuk mensubsidi pengurangan emisi untuk proyek-proyek mendatang.
ADVERTISEMENT
• Biochar Carbon Credits digunakan mendanai upaya pengurangan emisi GRK dengan memanfaatkan biochar seperti regenerative agriculture, soil remediation, stormwater management, green urban infrastructure, dan water treatment systems sebagai “tebusan” dari emisi GRK yang dihasilkan oleh korporat, brands, maupun pemerintah.
3. Program Peningkatan Kapasitas (Decent Work) Petani, Sektor Informal, dan IKM Kelapa
Salah satu hambatan utama dalam sistem manajemen pengelolaan Limbah Kelapa Berpotensi Terbuang (LKBT) adalah belum maksimalnya pemberdayaan sektor informal seperti petani subsisten, buruh harian lepas, IKM, dan masyarakat sekitar yang berada dalam posisi marginal. Padahal sektor informal ini adalah kunci dari rantai pengumpulan dan daur ulang limbah organik agroindustri kelapa. Akibatnya, limbah kelapa yang seharusnya masih dapat direvitalisasi, hanya digunakan untuk sekali, dibiarkan menumpuk, dan bahkan tidak didaur ulang sama sekali karena tidak ada peroses pemilahan dari sumber timbulnya. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan kapasitas individu dan lembaga dalam operasional, melalui pendekatan teknologi, kesehatan dan keselamatan kerja (K3) sebagai subsistem agroindustri kelapa terpadu di Kolaka Timur melalui:
ADVERTISEMENT
a. Pelatihan pengumpulan dan pemilahan LKBT di pusat pengolahan kelapa terpadu (khususnya recycling industry) dengan mengutamakan keselamatan dan kesehatan kerja para buruh lepas.
b. Pelatihan perkuatan lembaga khususnya korporasi petani tua dan muda pemula dan IKM terkhusus legalitas Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL).
c. Unit usaha petani memenuhi syarat perbankan (bankable) dan accountable melalui pendekatan community-based organizations (CBO’s).
4. Digitalisasi Guna Meningkatkan Akuntabilitas dan Efektivitas Pengelolaan Limbah Kelapa Berpotensi Terbuang (LKBT)
Untuk memaksimalkan pengumpulan LKBT maka diperlukan adanya program digitalisasi dalam proses agroindustri kelapa untuk meningkatkan akuntabilitas, pelacakan dan pelaporan data pengelolaan limbah/residu secara terintegrasi dan real time. Program digitalisasi di Kolaka Timur ini akan menghasilkan sebuah output berupa Platform Coconut Circular serta program peningkatan kapasitas individu dan lembaga dari sektor informal. Program ini akan menghasilkan output teknologi berupa aplikasi untuk korporasi petani dan pekerja informal, serta dashboard pelacakan dan pelaporan data LKBT dari hulu hingga ke hilir. Beberapa fitur penting yang terdapat pada aplikasi, seperti fitur pencatatan dan pembukuan keuangan, fitur pencatatan barang masuk dan keluar, serta fitur informasi harga dan akses ke industri daur ulang. Fitur-fitur tersebut kemudian menyajikan laporan ke dashboard untuk tracking dan monitoring aktivitas. Tujuan akhirnya adalah meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja dari kelompok petani dan pekerja informal sehingga berkontribusi bagi peningkatkan diversifikasi produk kelapa yang ramah lingkungan serta berdampak positif terhadap pengurangan dan penanganan limbah/residu dalam sistem agroindustri kelapa di Kolaka Timur.
ADVERTISEMENT
Penerapan integrasi konsep dua sistem yaitu agribisnis dan bio-energi pada industri kelapa terpadu di Sulawesi Tenggara mampu mengkaji semua aspek-aspek yang terlibat langsung maupun tak langsung dalam upaya pendayagunaan komoditi kelapa sebagai basis industri. Pengembangan komoditi kelapa ke arah agroindustri dengan kemampuan memberikan produk untuk pangan, pakan, papan, bahan bakar, dan farmasi (6F: Food, Feed, Fiber, Fuel, Farmacy, dan Finance) akan memberikan nilai tambah ekonomi, manfaat sosial dan budaya industri, serta upaya pelestarian lingkungan dalam memitigasi isu krisis iklim. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, penerapan integrasi konsep sistem agribisnis-bioenergi untuk agroindustri kelapa mampu mencapai 11 dari 17 target pembangunan berkelanjutan.
Penulis:
Firdaus & Samintang (Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Hasanuddin)
ADVERTISEMENT
*Esai ini diikutsertakan pada kegiatan Kompetisi Esai Sultra Ecofest 2022 yang diselenggarakan oleh KPwDN Provinsi Sulawesi Tenggara.