Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Penggunaan Diskresi Polisi dalam Perkara Pidana
19 Februari 2024 7:41 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari samsularifin98 tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Polisi memiliki peran penting dalam menerjemahkan hukum yang abstrak ke dalam penegakan hukum yang nyata, khususnya dalam hukum pidana. Polisi juga memainkan peran penting dalam menegakkan ketertiban dengan menentukan siapa yang harus tunduk pada hukum dan siapa yang harus dilindungi. Melalui tindakan mereka, polisi mewujudkan janji-janji dan tujuan hukum, menjadikan penegakan hukum sebagai perwujudan nyata dari prinsip-prinsip hukum dalam masyarakat.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks masyarakat, polisi sering dipandang sebagai penafsir hukum sehari-hari, yang menjembatani prinsip-prinsip hukum dengan tujuan-tujuan sosial yang diinginkan. Dengan menafsirkan hukum, mereka menavigasi konflik antara persyaratan hukum dan menjaga ketertiban. Hal ini mengharuskan mereka untuk menggunakan kebijaksanaan dalam mengambil keputusan yang mungkin tidak selalu selaras dengan peraturan perundang-undangan, yang menyoroti interaksi yang kompleks antara praktik penegakan hukum dan undang-undang.
Konsep diskresi yang diberikan kepada polisi sebenarnya bertentangan dengan prinsip bertindak berdasarkan hukum. Diskresi, yang memungkinkan fleksibilitas dalam pengambilan keputusan, dapat menciptakan ketidakpastian karena menyimpang dari kepastian hukum yang ingin diberikan oleh hukum. Hal ini menekankan bahwa meskipun hukum menetapkan pedoman umum bagi masyarakat, namun rincian hukum yang berlebihan dapat menyebabkan kemacetan masyarakat dan menghambat fungsi sistem hukum.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks penegakan hukum, diskresi individu mengacu pada pengambilan keputusan langsung oleh petugas polisi tanpa meminta panduan dari atasan. Contohnya adalah petugas polisi yang mengarahkan lalu lintas untuk tetap bergerak meskipun lampu lalu lintas sedang merah untuk mencegah kemacetan. Di sisi lain, keputusan yang dibuat berdasarkan kebijakan organisasi dan kesepakatan di antara para pemimpin dianggap sebagai diskresi birokrasi, bukan diskresi individu.
Kewenangan Pemberian Diskresi
Dalam konteks peradilan pidana, peran dan tugas Kepolisian dan Kejaksaan merupakan komponen yang tidak terpisahkan dari sistem peradilan pidana. Kedua entitas tersebut saling terkait erat dalam menangani masalah kejahatan karena sistem peradilan pidana pada dasarnya terkait dengan kebijakan kriminal. Sistem peradilan pidana bertujuan untuk menegakkan hukum pidana dan memerangi kejahatan melalui proses hukum yang melibatkan lembaga penegak hukum seperti Kepolisian dan Kejaksaan.
ADVERTISEMENT
Kita tahu, bahwa peran utama polisi adalah untuk menegakkan hukum dengan menerima laporan kegiatan kriminal dari masyarakat, melakukan investigasi, menyaring kasus-kasus yang memenuhi syarat untuk penuntutan, melaporkan temuan ke kantor kejaksaan, dan memastikan perlindungan semua pihak yang terlibat dalam proses pidana. Hal ini menekankan bahwa legitimasi dan akuntabilitas polisi hanya terletak pada penegakan hukum, dengan menekankan tanggung jawab mereka terhadap kegiatan penegakan hukum dan proses peradilan pidana.
Dalam kondisi tertentu, polisi mungkin menghadapi situasi di mana mereka harus menggunakan diskresi dalam menegakkan hukum pidana karena keadaan yang tidak terduga yang mungkin tidak sesuai dengan aturan formal.
Diskresi ini melibatkan pengambilan keputusan di lapangan yang pada awalnya tidak dapat diprediksi atau diantisipasi, sehingga memungkinkan polisi untuk beradaptasi dengan situasi yang unik selama penegakan hukum pidana. Peran diskresi dalam kepolisian sangat penting untuk menangani skenario yang kompleks dan tak terduga yang mungkin timbul selama kegiatan penegakan hukum.
ADVERTISEMENT
Penyebab Polisi Menerapkan Kebijakan Diskresi
Polisi diharuskan untuk menggunakan diskresi dalam melaksanakan tugas mereka dan menegakkan hukum pidana. Diskresi ini diperlukan karena berbagai faktor, seperti kebutuhan untuk pengambilan keputusan yang rasional ketika dihadapkan dengan berbagai alternatif dan ambiguitas yang melekat dalam bahasa hukum. Tantangan dan kompleksitas yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan polisi dalam kerangka penegakan hukum pidana antara lain;
Pertama, polisi memiliki wewenang untuk membuat keputusan berdasarkan penilaian rasional dan mendasar ketika dihadapkan pada beberapa alternatif. Para filsuf hukum sering mengaitkan keberadaan pilihan alternatif dengan tantangan dalam menafsirkan hukum karena ketidakpastian bahasa dan maksud dari suatu undang-undang. Perdebatan di antara para ahli, dengan Dworkin yang dikritik karena tidak membahas masalah semantik dalam mendefinisikan diskresi yang kuat dan menyoroti peran kesenjangan hukum dalam proses pengambilan keputusan.
ADVERTISEMENT
Kedua, Dalam konteks hukum, "kesenjangan hukum" mengacu pada situasi di mana terdapat ambiguitas atau ketidakpastian dalam hukum, yang mengarah pada kurangnya solusi normatif yang jelas untuk masalah hukum tertentu. Ambiguitas ini dapat muncul karena ketidakpastian semantik atau ketidakjelasan dalam proposisi hukum, sehingga menyulitkan para penerjemah untuk memilih di antara berbagai alternatif ketika menerapkan hukum. Adanya kesenjangan hukum memungkinkan adanya pelaksanaan diskresi oleh otoritas hukum untuk mengatasi masalah hukum yang belum terselesaikan.
Ketiga, Penggunaan diskresi dalam hukum sering kali diperlukan ketika ada ambiguitas dalam bahasa hukum, yang menyebabkan ketidakpastian dalam interpretasi hukum. Para ahli hukum seperti Hart berfokus pada isu-isu semantik yang menciptakan ketidakpastian dalam hukum, sehingga diskresi menjadi alat yang cocok untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh pejabat yang berwenang. Diskresi memungkinkan para pengambil keputusan untuk mengatasi dilema hukum secara efektif dalam situasi di mana bahasa hukum tidak memiliki kejelasan yang konkret.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan kondisi yang telah diuraikan, dapat kita pahami bahwa persoalan diskresi muncul karena tidak adanya pedoman yang jelas atau adanya pedoman yang terlalu abstrak dan sulit untuk diimplementasikan. Akibatnya, penerapan diskresi oleh Polisi atau Jaksa sangat bergantung pada subjektivitas individu yang terlibat, yang mengarah pada interpretasi dan keputusan yang beragam dalam praktiknya.
Penerapan diskresi dalam penegakan hukum sangat bergantung pada penilaian pribadi petugas penegak hukum. Ini berarti bahwa keputusan yang dibuat oleh polisi atau jaksa mengenai masalah hukum sering kali bergantung pada penilaian dan interpretasi individu mereka terhadap situasi. Penggunaan diskresi dapat mengarah pada rasa keadilan dan kedamaian dalam masyarakat jika dipandu oleh nilai-nilai moral, atau penyalahgunaan kekuasaan jika tidak dilandasi oleh prinsip-prinsip etika.
ADVERTISEMENT