Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Jihad Transnasional: Jejak Al-Shabaab dan Implikasinya Bagi Indonesia
26 November 2024 14:05 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Sandrina destryanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Transnasional berarti melintasi batas batas negara. Pada konteks ini, Jihad transnasional merupakan usaha membela agama Islam dengan mengorbankan harta benda, jiwa dan raga dalam lintas negara. Apakah ada yang membedakan jihad transnasional dengan jihad lain selain perbedaan cakupan geografis? Tentu ada, tujuan jihad transnasional sendiri tentunya bersifat global. Lalu interpretasi terhadap ajaran Islam dalam jihad transnasional seringkali lebih ekstrem dan rigid. Dalam pendanaan, jihad transnasional seringkali mendapat sumber pendanaan yang lebih besar dan beragam, mulai dari negara-negara yang mendukung ekstrimisme, sumbangan individu sampai hasil kejahatan. Lalu metode yang umumnya digunakan oleh jihad transnasional sendiri seringkali lebih kompleks dan mematikan, salah satu metodenya seperti bom bunuh diri. Umumnya target terorisme bersifat acak dan tidak pandang bulu, terorisme lebih cenderung mengorbankan orang-orang tidak bersalah. Banyak kemungkinan kerjasama antara organisasi teroris dengan baik yang bersifat nasional maupun internasional.
ADVERTISEMENT
Al-shabaab merupakan sekelompok militan Islam yang berbasis di Somalia. Kelompok ini telah ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh banyak negara di dunia. Al-Shabaab merupakan salah satu kelompok jihad transnasional karena mereka terkenal dengan serangan-serangan brutalnya, baik di dalam maupun di luar negara lahirnya kelompok ini, Somalia. Al-Shabaab bermula dari kelompok Islam yang muncul setelah jatuhnya rezim Siad Barre di Somalia pada awal 1990-an. Pada awalnya kelompok ini terbentuk sebagai sayap militer dari Uni Pengadilan Islam (ICU), yang sempat menguasai sebagian besar wilayah Somalia pada tahun 2006. Namun, ICU kemudian kalah dalam perang melawan pasukan Ethiopia yang didukung oleh pemerintah transisi Somalia. Setelah kekalahan ICU, Al-Shabaab pun memisahkan diri dan terus melakukan perlawanan bersenjata. Secara bertahap Al-Shabaab memperluas pengaruhnya dan menjadi salah satu kelompok militan Islam paling kuat di Afrika. “Terrorism is viewed differently among authority responsible for securing its citizens, from an observer who witnessed the terrorist act, from a victim or relation and from the perpetuators of the terrorist act themselves.” (Bamidele et al., 2016). Perbedaan pandangan ini yang memunculkan banyaknya persepsi-persepsi yang datang mengenai terorisme itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Ideologi Al-Shabaab didasarkan pada interpretasi keras terhadap ajaran Islam. Mereka menganut paham Wahabisme, sebuah aliran Islam yang konservatif. Al-Shabaab bertujuan untuk mendirikan negara Islam di Somalia dan menerapkan hukum Islam secara ketat di seluruh wilayah yang mereka kuasai. Al-Shabaab menganggap jihad sebagai kewajiban bagi setiap muslim sejati. Mereka sangat menentang pengaruh barat dan menganggap negara-negara barat sebagai musuh Islam. Al-Shabaab telah melakukan beberapa serangan di negara-negara tetangga, seperti Kenya, dan mengancam akan melakukan serangan di negara-negara barat. Mereka sering melakukan serangan bom bunuh diri, penembakan massal, dan penculikan. Rata-rata Al-Shabaab merekrut anggota baru dari kalangan pemuda yang merasa kecewa dengan kondisi sosial dan politik di Somalia. Lalu dari mana mereka memperoleh dana? Al-Shabaab mengharuskan pembayaran pajak, sumbangan, hingga melakukan penyelundupan. Salah satu kasus yang menjelaskan tentang kekuasaan yang dimiliki oleh Al-Shabaab adalah ketika sebuah helikopter PBB mendarat darurat di wilayah kekuasaan Al-Shabaab. Hal ini membuat terjadinya penyergapan yang memakan korban.
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana dengan ancaman yang ada di negara kita? Ancaman terorisme di Indonesia bersifat dinamis dan terus berubah. Kelompok-kelompok teroris cenderung beradaptasi dengan upaya kontra-terorisme yang dilakukan pemerintah. Salah satu tantangan utamanya adalah Radikalisasi. Penyebaran ideologi radikal melalui media sosial dan internet semakin mudah, terutama di kalangan generasi muda. Namun tidak menutup kemungkinan kelompok teroris di Indonesia memiliki jaringan dengan kelompok-kelompok teroris internasional, seperti ISIS. Hal ini memungkinkan terjadinya pertukaran ideologi, pelatihan, dan pendanaan.
Meskipun Al-Shabaab berbasis di Somalia mereka telah berhasil merekrut anggota di berbagai negara. Al-Shabaab menyebarkan propaganda melalui platform media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Telegram. Mereka menggunakan konten yang menarik, emosional, dan seringkali menyesatkan untuk menarik perhatian calon anggota. Lalu mereka membentuk grup-grup tertutup di media sosial untuk melakukan indoktrinasi secara lebih intensif. Dengan memanfaatkan rasa ketidakpuasan individu terhadap kondisi sosial, politik, atau ekonomi. Mereka menawarkan solusi sederhana namun radikal untuk masalah-masalah kompleks. Para individu yang pernah mengalami trauma atau diskriminasi, merasa kesepian atau terisolasi dari lingkungan sosialnya lebih rentan terpengaruh oleh ideologi radikal. Dan yang mengejutkan, kampus menjadi salah satu sasaran utama karena banyak mahasiswa yang mencari identitas dan tujuan hidup. Lembaga pendidikan seperti pesantren pun cukup rentan, meskipun tidak semua pesantren mengajarkan ideologi radikal, namun ada beberapa pesantren yang menjadi tempat berkembangnya paham-paham ekstrem. Interpretasi agama yang ekstrem dan sempit, serta propaganda yang menjustifikasi kekerasan atas nama agama, dapat menarik individu yang mencari makna dan tujuan hidup dalam agama. Al-Shabaab seringkali memanfaatkan agama untuk merekrut anggota baru.
ADVERTISEMENT
Al-Shabaab, seperti banyak kelompok teroris lainnya, mengadopsi struktur selular. Artinya, organisasi ini terbagi menjadi sel-sel kecil yang beroperasi secara independen. Hal ini membuat mereka sulit dilacak dan diinfiltrasi. Kelompok teroris seperti Al-Shabaab beroperasi secara sembunyi-sembunyi, sehingga sulit dilacak. Anggota kelompok juga sering menggunakan identitas palsu untuk menghindari deteksi. Dan komunikasi antara anggota seringkali dienkripsi untuk menjaga kerahasiaan. Bagaimana jika adanya pertukaran ideologi antara Al-shabaab dengan kelompok teroris lainya? Pertukaran ideologi antara Al-Shabaab dan kelompok teroris lainnya dapat meningkatkan ancaman terorisme di Indonesia. Pertukaran ideologi dapat memicu munculnya kelompok teroris baru yang terinspirasi oleh Al-Shabaab atau kelompok teroris lainnya. Lalu ancaman terorisme menjadi semakin kompleks karena adanya jaringan global yang saling mendukung.
ADVERTISEMENT
Meskipun tidak ada data resmi yang secara terbuka menyatakan jumlah pasti warga negara Indonesia yang terlibat dalam kegiatan semacam itu, namun beberapa indikasi dan laporan menunjukkan adanya potensi tersebut. Dengan beberapa faktor yang mendukung kemungkinan tersebut, seperti jaringan global yang mampu merekrut anggota dari berbagai negara, termasuk Indonesia, fasilitas pelatihan militer yang cukup canggih, dan terbuka bagi siapa saja yang ingin bergabung, dan bagi sebagian orang, ideologi Al-Shabaab bisa tampak menarik, terutama bagi mereka yang merasa terpinggirkan atau memiliki pandangan ekstrem. Mengapa sulit mendapatkan data yang akurat? Karena kegiatan kelompok teroris seperti Al-Shabaab bersifat rahasia dan sulit dilacak. Dan para anggota kelompok teroris sering menggunakan identitas palsu untuk menghindari deteksi.
ADVERTISEMENT
Implikasi bagi keamanan nasional Indonesia salah satunya yaitu memungkinan adanya serangan teroris yang dilakukan oleh kelompok yang berafiliasi dengan Al-Shabaab atau individu yang terinspirasi oleh ideologi mereka. Penyebaran ideologi radikal yang dapat memicu konflik sosial dan memecah belah masyarakat. Upaya pencegahan dan penanggulangan pencegahan radikalisasi dapat melalui pendidikan, dialog antaragama, dan pemberdayaan masyarakat. Lalu dengan menindak tegas kelompok-kelompok radikal dan individu-individu yang terlibat dalam kegiatan terorisme. Dan yang terpenting yaitu meningkatkan literasi digital masyarakat agar dapat membedakan informasi yang benar dan hoaks. Dalam menanggulangi terorisme Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No.46 Tahun 2010 sebagaimana telah dirubah dengan Perpres No.12 Tahun 2012 tentang Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). BNPT memiliki tugas dan fugsi untuk menyusun dan mengeluarkan kebijakan, strategi sekaligus menjadi koordinator dalam bidang pencegahan, perlindungan, deradikalisasi (soft approach), penindakan (hard approach), pemyiapan kesiapsiagaan nasional serta kerjasama internasional.
ADVERTISEMENT
Ditulis oleh: Sandrina Destryanti Mahasiswa Pengantar Ilmu Politik Prodi Ilmu Komunikasi, FISIP UNTIRTTA
Referensi: