Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Sejarah Alas Ketonggo Ngawi yang Penuh Misteri dan Makna
4 Desember 2024 13:31 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Sejarah dan Sosial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sejarah Alas Ketonggo Ngawi memiliki tempat istimewa dalam budaya Jawa, dikenal sebagai hutan keramat yang penuh nilai historis dan spiritual.
ADVERTISEMENT
Terletak di Desa Babadan, Kecamatan Paron, Ngawi, hutan ini tidak hanya menjadi saksi perjalanan sejarah Kerajaan Majapahit, tetapi juga menyimpan warisan kepercayaan yang terus dijaga oleh masyarakat setempat.
Alas Ketonggo dianggap sebagai pasangan spiritual Alas Purwa, di mana keduanya diyakini memiliki peran penting dalam keseimbangan alam tanah Jawa.
Sejarah Alas Ketonggo Ngawi
Dikutip dari ojs.stkippgri-lubuklinggau.ac.id, sejarah Alas Ketonggo Ngawi bermula dari masa kejatuhan Kerajaan Majapahit ketika Prabu Brawijaya V melarikan diri dari serangan pasukan Kerajaan Demak. Saat itu Kerajaan Demak dipimpin oleh Raden Patah.
Tempat ini menjadi salah satu peristirahatan Prabu Brawijaya V sebelum melanjutkan perjalanan ke Gunung Lawu.
Ketika di Gunung Lawu, beliau diyakini memilih menjalani akhir hayatnya dengan cara spiritual untuk memenuhi sumpahnya.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1963, petilasan Prabu Brawijaya V di Alas Ketonggo ditemukan oleh Sumo Darmojo, seorang mantan Kepala Desa Babadan.
Penemuan ini tidak hanya mengungkap jejak sejarah Majapahit, tetapi juga mengukuhkan tempat ini sebagai lokasi penting dalam sejarah dan spiritualitas Jawa.
Beberapa tahun kemudian, pada 1974, Gusti Dorodjatun IX dari Kasunanan Surakarta mengunjungi lokasi ini. Ia menegaskan bahwa tempat tersebut memiliki kaitan erat dengan sejarah Majapahit dan memberikan nama baru, yaitu Pesanggrahan Agung Srigati.
Pembangunan pesanggrahan ini terus berlanjut, hingga pada tahun 1981 sebuah pendopo dibangun untuk melindungi dan mempercantik area tersebut.
Nama Alas Ketonggo sendiri berasal dari kata "Katon" yang berarti terlihat dan "Onggo" yang merujuk pada makhluk halus, menunjukkan keyakinan masyarakat terhadap adanya dimensi supranatural di lokasi ini.
ADVERTISEMENT
Alas Ketonggo tidak hanya memiliki nilai historis, tetapi juga menyimpan filosofi spiritual mendalam.
Di sekitar lokasi, terdapat lebih dari 12 petilasan, termasuk Kali Tempur yang merupakan pertemuan dua aliran sungai dari Gunung Lawu, yaitu Sungai Ketonggo dan Sungai Cangmalang. Kali ini diyakini sebagai tempat meditasi yang memiliki energi spiritual tinggi.
Setiap tahun, masyarakat setempat menggelar upacara adat yang disebut Ganti Langse pada bulan Muharram atau Suro.
Ritual ini dilakukan dengan mengganti kain putih yang membalut Pesanggrahan Agung Srigati sebagai simbol pembersihan diri dan rasa syukur kepada Tuhan.
Upacara ini juga melibatkan sesajen tradisional yang berisi berbagai bahan, seperti bunga, kelapa, telur, dan bahan lainnya yang ditempatkan dalam wadah daun pisang.
ADVERTISEMENT
Pesanggrahan Agung Srigati juga dikenal sebagai pusat kebudayaan dan spiritualitas yang kerap menarik perhatian wisatawan. Tempat ini memiliki filosofi mendalam tentang hubungan manusia dengan Tuhan serta perjalanan spiritual seseorang.
Banyak pengunjung yang datang untuk berdoa, bermeditasi, atau sekadar menikmati ketenangan alam di sekitar hutan ini.
Sejarah Alas Ketonggo Ngawi tidak hanya mencerminkan kekayaan budaya masa lalu, tetapi juga menjadi pengingat akan pentingnya menjaga warisan leluhur.
Tempat ini adalah bukti nyata perpaduan antara sejarah, kepercayaan, dan adat istiadat yang tetap hidup di tengah masyarakat hingga kini. Keberadaannya mengajarkan generasi sekarang untuk menghargai tradisi dan kearifan lokal yang telah diwariskan selama berabad-abad. (Sf)
Baca Juga : Sejarah Gunung Api Purba dan Contohnya
ADVERTISEMENT