Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Sejarah Pagar Nusa, Pencak Silat Nahdlatul Ulama
12 April 2025 11:40 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Sejarah dan Sosial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Sejarah Pagar Nusa merupakan bagian penting dari perjalanan pencak silat dalam lingkungan Nahdlatul Ulama. Banyak pihak yang belum memahami sepenuhnya bagaimana proses awal terbentuknya organisasi ini.
ADVERTISEMENT
Oleh sebab itu, mengetahui sejarah dari Pagar Nusa sendiri patut dipahami dengan cermat agar tidak terputus dari akar tradisinya.
Sejarah Pagar Nusa
Dikutip dari pagarnusa.or.id, sejarah Pagar Nusa bermula dari kegelisahan para kiai NU terhadap semakin memudarnya aktivitas pencak silat di pesantren.
Dahulu, pondok pesantren tidak hanya dikenal sebagai pusat ilmu keagamaan, tetapi juga sebagai tempat berkembangnya seni beladiri tradisional.
Para kiai yang juga ahli silat menyadari bahwa generasi muda di pesantren mulai melupakan warisan tersebut, sehingga perlu ada langkah nyata untuk melestarikannya.
Kondisi ini semakin diperparah dengan menjamurnya berbagai aliran pencak silat yang tidak memiliki koordinasi yang jelas. Masing-masing merasa paling kuat dan unggul, hingga menimbulkan potensi konflik di antara para pesilat.
ADVERTISEMENT
Dalam suasana seperti itulah muncul gagasan dari KH. Suharbillah, seorang pendekar dari Surabaya, yang mengajak KH. Mustofa Bisri untuk bertukar pikiran terkait keadaan ini.
Pertemuan dua tokoh itu menghasilkan kesepakatan untuk menemui KH. Maksum Jauhari atau Gus Maksum di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri.
Gus Maksum dikenal sebagai ulama karismatik sekaligus tokoh pencak silat yang disegani di lingkungan pesantren.
Gagasan tersebut kemudian berkembang menjadi musyawarah besar yang digelar di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang pada 27 September 1985.
Musyawarah ini dihadiri oleh perwakilan dari berbagai daerah seperti Jombang, Kediri, Pasuruan, Ponorogo, hingga Kalimantan yang memiliki latar belakang perguruan silat berbeda.
Dari forum ini dibentuklah Tim Persiapan Pendirian Perguruan Pencak Silat NU melalui surat keputusan resmi pada 10 Desember 1985.
ADVERTISEMENT
Tim tersebut diberi tenggat waktu hingga pertengahan Januari 1986 untuk merumuskan struktur organisasi.
Musyawarah kedua diadakan pada 3 Januari 1986 di Pondok Pesantren Lirboyo, yang menjadi tonggak berdirinya organisasi dengan menyusun kepengurusan tingkat Jawa Timur sebagai embrio pengurus pusat.
KH. Maksum Jauhari ditetapkan sebagai ketua umum pertama dan organisasi diberi nama awal Pencak Silat Nahdlatul Ulama (PSNU).
Tidak lama kemudian, muncul usulan nama “Pagar Nusa” dari KH. Mujib Ridlwan, putra pencipta lambang NU, yang akhirnya disepakati sebagai nama resmi.
Sementara lambang organisasi berupa segi lima berwarna hijau dengan bola dunia di tengahnya adalah hasil rancangan KH. Suharbillah.
Di depan bola tersebut terdapat pita bertuliskan “la ghaliba illa billah” yang berarti “tiada kemenangan selain dengan pertolongan Allah”.
ADVERTISEMENT
Kalimat tersebut merupakan gagasan KH. Sansuri Badawi yang menggantikan versi sebelumnya agar lebih sesuai dengan semangat Pagar Nusa.
Pada 6 Juli 1986 atau bertepatan dengan 9 Dzulhijjah 1406 H, PBNU secara resmi meresmikan berdirinya Pagar Nusa sebagai badan resmi di bawah Nahdlatul Ulama.
Penetapan ini dilakukan oleh KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai Ketua Umum dan KH. Achmad Siddiq sebagai Rais ‘Aam.
Kepengurusan Pagar Nusa terus berlanjut dengan para tokoh seperti KH. Suharbillah, KH. Fuad Anwar, KH. Aizuddin Abdurrahman, hingga H.M. Nadjib Haroen atau Gus Nabil yang saat ini menjabat.
Keberadaan organisasi ini menjadi bukti nyata bahwa seni beladiri tetap bisa berdampingan dengan nilai-nilai keislaman dan tradisi pesantren.
Sejarah Pagar Nusa tidak hanya menjadi cerita masa lalu, tetapi juga sumber inspirasi untuk melestarikan pencak silat sebagai bagian dari budaya dan keimanan. (Shofia)
ADVERTISEMENT