Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Sejarah Pura Pucak Mangu di Bali
16 Desember 2024 17:38 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Sejarah dan Sosial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Dibangun sebagai tempat pemujaan Dewa Wisnu, Pura Pucak Mangu berdiri kokoh di tengah hamparan alam yang mempesona, dikelilingi perbukitan hijau dan udara pegunungan yang sejuk.
Keberadaannya tak hanya menjadi pusat ibadah, tetapi juga menjadi saksi perjalanan panjang tradisi keagamaan di Bali yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Sejarah Pura Pucak Mangu
Dikutip dari laman desapalaga.badungkab.go.id, sejarah Pura Pucak Mangu di Bali merupakan bagian penting dari warisan budaya dan spiritualitas pulau ini.
Pura ini adalah salah satu dari sembilan pura yang tersebar di penjuru Bali, yang dikenal sebagai simbol Padma Bhuwana, yang melambangkan alam semesta atau Bhuwana Agung.
Pura Pucak Mangu terletak di arah barat laut Bali, sebagai tempat pemujaan Tuhan dalam manifestasinya sebagai Batara Sengkara, dewa tumbuh-tumbuhan.
ADVERTISEMENT
Batara Pucak Mangu dipuja di Meru Tumpang Lima, dengan upacara piodalan yang digelar setiap Purnamaning Sasih Kapat. Selain itu, upacara melasti diadakan di Pesiraman Pekebutan, Desa Bukian, sebelah timur Desa Plaga.
Pura Pucak Mangu memiliki dua Pura Penataran, yang pertama di Pura Ulun Danu Beratan, yang didirikan pada tahun 1555 Saka (1633 M) oleh Cokorda Sakti Blambangan, Raja Mengwi pertama, dan yang kedua di Pura Penataran Tinggan, yang dibangun pada tahun 1752 Saka (1830 M) oleh Cokorda Nyoman Mayun.
Pendirian Penataran kedua ini bertujuan untuk memudahkan umat Mengwi yang mengalami kesulitan saat berziarah ke Pura Penataran di Ulun Danu Beratan.
Upacara di Pura Pucak Mangu dilakukan dua kali setahun, yaitu upacara piodalan pada Purnama Sasih Kapat dan upacara Ngebekin pada Purnama Sasih Kapitu.
ADVERTISEMENT
Upacara Ngebekin bertujuan untuk memohon kesuburan tanaman, terutama padi, dengan tirtha yang disiramkan ke sawah dan ladang.
Ritual ini serupa dengan memandikan Lingga dalam tradisi Siwa Pasupata, dan menjadi simbol penting dalam hubungan manusia dengan alam.
Banten utama yang digunakan di Pura Pucak Mangu adalah Banten Pelupuhan Bebek, berbeda dengan Banten Pelupuhan Babi yang digunakan di Pura Penataran Tinggan.
Sejarah Pura Pucak Mangu di Bali tidak hanya mencerminkan pentingnya hubungan spiritual umat Bali dengan Tuhan.
Selain itu, hal tersebut menggambarkan penghormatan terhadap alam dan sumber kehidupan yang menjadi dasar dari keberlanjutan hidup umat manusia. (DANI)
Baca juga: Sejarah dan Tokoh Perjanjian Roem Royen