Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten Media Partner
Cerita Kapolda Riau Mengajar Murid SD Kelas Jauh di Pedalaman Riau
1 November 2019 8:48 WIB
ADVERTISEMENT
Laporan: SIGIT EKA YUNANDA
ADVERTISEMENT
Tak tanggung-tanggung, lima orang sekaligus maju dengan langkah kaki mantap yakin bisa menjawab pertanyaan diajukan jenderal bintang dua tersebut.
Ya, Agung secara khusus datang dari Pekanbaru, Ibu Kota Riau, berjarak ratusan kilometer hanya untuk menjadi guru matematika bagi puluhan anak-anak harapan bangsa yang tinggal di bawah kaki deretan Bukit Barisan, Dusun Sialang Harapan.
"Saya mengajar mata pelajaran matematika bilangan baris kepada anak-anak kita yang cerdas dan pintar-pintar tersebut. Mereka semangat dan pandai matematika. Ini modal bagi guna memperoleh ilmu lebih tinggi dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari," ungkap jenderal berkaca mata ini, Kamis (31/10).
Bahkan, lulusan Akpol 1988 ini memberikan kesempatan kepada seorang bocah berpakaian batik lengan panjang dipadukan celana merah panjang, bernama Afrizal, untuk memakai topi dengan bintang dua di atasnya serta tongkat komando miliknya.
ADVERTISEMENT
"Saya ingin jadi seperti bapak, ingin jadi polisi, jika saya besar nanti. Itu cita-cita saya pak," kata Afrizal disambut dengan suara tawa dan tepuk tangan saat mendengarkan suara bocah lugu itu.
Agung kemudian menjawab. "Suatu hari semoga bisa menggantikan kapolda," ujarnya berkelakar.
Tak kalah mengharukan terjadi, saat mata Agung berkaca-kaca menahan tangis kala seorang murid SD membacakan puisi berisikan pesan mereka tidak akan lagi mengeluh untuk belajar dan terus bersemangat menuntut ilmu.
"Hari ini kami datang dari tempat sangat jauh, Pekanbaru untuk menguatkan niat kita, serta warga Desa Batu Sasak, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kampar. Pendidikan itu adalah nomor satu," kata Agung sambil menarik napas panjang.
Agung bahagia menjadi guru Matematika sesaat di SDN 01. Ia bangga berada di tengah-tengah anak-anak cerdas tersebut.
Namun, ia lebih bangga lagi saat mengetahui ternyata pembangunan kelas di sekolah dasar tersebut ada peran besar polisi lalu lintas Polda Riau bernama Bripka Ralon Manurung.
ADVERTISEMENT
SDN 010 Desa Batu Sasak semula merupakan sekolah cabang tahun 2006. Bangunan sekolah ketika itu apa adanya dan jauh dari pikiran banyak orang yang serba 'wah'. Orang-orang menyebutnya Sekolah Marjinal.
Awalnya, bangunan kelas terbuat dari kayu, termakan usia akhirnya menjadi lapuk dengan kondisi memprihatinkan. Walau demikian, anak-anak Dusun Sialang Harapan tetap bersemangat belajar di bawah bangunan tersebut.
Bagi murid-murid ingin bersekolah di sekolah induk, SDN 010, mereka harus berjalan kaki membelah hutan serta menyeberangi sungai. Jika air sungai naik, anak-anak tersebut tak bisa bersekolah.
Dengan kondisi tersebut, warga desa bernama Riko, kebetulan teman kuliah istrinya, Maria Farida Naibaho, berkenalan secara tidak sengaja dengan Ralon.
Kala itu, Ralon sedang bertugas di depan kantor Gubernur Riau, Jalan Sudirman, Pekanbaru, mengatur lalu lintas jalan, sekitar November 2017. Ralon melihat sekelompok warga dimotori Riko, sedang meminta bantuan pembangunan lokal sekolah marjinal tersebut.
ADVERTISEMENT
Dari sinilah cerita berawal, hingga tercetus di benak Ralon, ia harus mewujudkan keinginan anak-anak di Desa Batu Sasak untuk memperoleh ilmu dengan bersekolah.
Bahkan emas perhiasan milik istrinya juga disumbangkannya saat mengetahui sekolah marjinal dibangun atas swadaya masyarakat masih mengalami kekurangan dana.
Kondisi tersebut menggambarkan bagaimana Ralon kecil harus berjalan kaki belasan kilometer untuk bersekolah bersama-sama dengan anak-anak Suku Sakai di pelosok Kabupaten Siak, SDN 058 Kandis.
Ralon tak mau, apa yang pernah ia alami menimpa anak-anak tersebut. Ia bertekad membantu membangun sekolah di Dusun Sialang Harapan secara permanen. Setelah dihitung-hitung, jumlah dana dibutuhkan Rp 14,5 juta.
"Padahal, uang sumbangan baru terkumpul Rp 12,5 juta. Ada kekurangan Rp 2 juta. Saya ngomong dengan istri, bagaimana jika kita jual untuk menutupi kekurangan biaya pembangunan. Istri setuju perhiasan emasnya dijual," kata Ralon.
ADVERTISEMENT
Jangan Sebut Sekolah Marjinal, Tapi Sekolah Harapan
Agung mengatakan sebutan sekolah marjinal hendaknya tidak lagi digunakan, jika merujuk pada artian kata tersebut berarti terpinggirkan. Alangkah baiknya istilah tersebut diganti dengan menyebut Sekolah Harapan.
"Sekolah ini tidak boleh disebut sekolah marjinal, tapi sekolah harapan. Tidak hanya harapan desa dan adik-adik namun juga harapan Indonesia," pintanya.
Agung Setya memberikan apresiasi dan terima kasih memuji apa yang dilakukan Rolan.
"Ini adalah aksi natural dan nyata dari seorang Bintara kita membangun sekolah ini menggunakan uang tabungannya, Bripka Rolan Manurung. Ini merupakan sesuatu sangat luar biasa, inilah nilai kita untuk saling membantu ketika saudara kita kesusahan," kata Agung.
Agung berharap, apa yang dilakukan oleh Ralon ini dapat berdampak lebih luas kepada masyarakat di Riau. "Kami ingin melihat ke lapangan secara nyata, hal-hal apa yang ada. Kami ingin bekerja sama dengan guru, dengan Dinas Pendidikan, dengan dinas-dinas lain bersama-sama membangun mewujudkan Indonesia Maju," pintanya.
ADVERTISEMENT
Selama berada di sekolah tersebut, tidak hanya murid-murid saja antusias, namun juga para orang tua murid termasuk warga.