Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pembubaran Ibadah terhadap Mahasiswa Katolik Unpam: Lemahnya Ekosistem Toleransi
7 Mei 2024 15:19 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari SETARA Institute tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kasus pembubaran peribadatan kembali terjadi, kali ini menimpa Mahasiswa Katolik Universitas Pamulang (UNPAM) yang melaksanakan ibadah Rosario. Video dan narasi-narasi terkait peristiwa tersebut viral di berbagai platform, baik media sosial maupun media arus utama.
ADVERTISEMENT
Terkait peristiwa tersebut, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan:
Pertama, peristiwa tersebut merupakan pelanggaran atas Kebebasan Beragama/Berkeyakinan (KBB) sekaligus cerminan dari lemahnya ekosistem toleransi di tengah tata kebinekaan Indonesia. Kasus ini mempertegas bahwa situasi pelanggaran KBB stagnan serta gangguan atas tempat ibadah dan peribadatan masih terus terjadi. Data SETARA Institute menunjukkan, dalam periode tahun 2007-2022 terdapat 573 kasus gangguan terhadap tempat ibadah dan peribadatan yang terjadi di Indonesia.
Kedua, kasus pembubaran ibadah Rosario Mahasiswa Katolik UNPAM menunjukkan bahwa intoleransi dan kebencian terus menjadi ancaman terhadap hak atas KBB yang secara konstitusional harus dijamin oleh negara dan pemerintah.
Dalam kasus pembubaran rosario di Unpam, ada dua faktor utama yang mendorong pembubaran, yaitu intoleransi di kalangan masyarakat dan kegagalan elemen negara, dalam konteks ini RT/RW sebagai unsur negara di tingkat terkecil, di ranah masyarakat, untuk menjamin hak seluruh warga atas KBB.
ADVERTISEMENT
Ketiga, upaya pihak kepolisian untuk mendamaikan para pihak mesti kita apresiasi. Namun demikian, kepolisian perlu memastikan adanya dugaan tidak pidana yang terjadi. Penegakan hukum atas kasus-kasus persekusi penting untuk dilakukan, untuk mencegah perluasan persekusi dan pelanggaran KBB. Dalam pemantauan SETARA Institute selama ini, lemahnya penegakan hukum sering terjadi berkenaan dengan pelanggaran KBB dan secara umum menjadikan kelompok minoritas sebagai korban.
Keempat, sangat diharapkan seluruh pihak untuk menahan diri. Narasi-narasi lanjutan terkait peristiwa yang mereproduksi kebencian dan menaikkan tensi konfliktual mesti dihentikan. Para pihak diharapkan untuk melakukan upaya-upaya cooling down. Hal ini juga diharapkan mendesak para pihak untuk menolak politisasi terkait kasus tersebut dalam rangka dinamika elektoral, khususnya terkait Pilkada pada November 2024 mendatang. Selain itu, sangat diharapkan agar pemerintah melakukan tindakan lanjutan yang dibutuhkan, seperti penanganan korban, jaminan perlindungan hak atas KBB, dan penegakan hukum atas tindak kekerasan yang terjadi.
ADVERTISEMENT
Kelima, berkenaan dengan banyaknya kasus pembubaran, persekusi, dan pelanggaran-pelanggaran lain atas KBB, agenda besar yang harus menjadi perhatian bersama yaitu membangun ekosistem toleransi di tingkat masyarakat. Ekosistem toleransi ini mesti dibangun dengan prakarsa kepemimpinan politik, yang mana wali kota dan seluruh kepemimpinan politik mesti memberikan perhatian untuk agenda pemajuan toleransi.
Di samping itu, diperlukan inisiatif dan kepemimpinan birokrasi, termasuk birokrasi di tingkat Kecamatan dan RT/RW. Lebih dari itu, pembangunan ekosistem juga membutuhkan prakarsa dan kepemimpinan sosial. Seluruh elemen masyarakat terkait, baik dalam bentuk entitas resmi seperti Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Forum Pembauran Kebangsaan (FPK), dan Majelis-Majelis Keagamaan, maupun komunitas-komunitas sosial di berbagai bidang, seperti kebudayaan tradisional, kesenian, dan sebagainya, mesti terlibat dalam pembangunan ekosistem toleransi.
ADVERTISEMENT