Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Gratifikasi dan Niat Baik
12 Oktober 2024 11:52 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Setiawan Muhdianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Gratifikasi menjadi perbincangan di jagat maya beberapa waktu lalu. Seorang anak pemimpin tertinggi di suatu negara beserta istrinya terbang menggunakan jet pribadi. Numpang ke teman, jawabnya ketika melakukan klarifikasi. Salahkah menerima tawaran dari kawan yang baik? Toh dia bukan bukan aparatur negara, bukan pula penyelenggara negara, apa yang dilanggar?
ADVERTISEMENT
Itu urusan di atas sono, yang sekali terbang nilainya bisa bermilyar rupiah. Di level bawah, yang nilainya goceng atau cebanan sering kita jumpai setiap hari.
Meskipun staf, kawan saya ini sering dipanggil “Bos”. Sebagai “Bos” hampir semua petugas keamanan di gedung kantor kami bekerja pasti memberi hormat kepadanya. Setiap kali datang, dengan sigap petugas keamanan membukakan pintu mobil. Ketika pulang, dengan tanggap petugas akan dibukakan jalan untuk masuk ke jalan besar. Itulah yang saya saksikan saat menumpang mobilnya.
Perlakuan yang berbeda didapat ketika saya menumpang mobil kawan yang lain. Hanya perlakukan “standar” yang didapat, tidak ada yang istimewa. Hanya senyum, sapaan dan prosedur umum. Saya pun hanya duduk diam, senyum dan menjawab sapaan mereka.
ADVERTISEMENT
Mengapa ada perlakuan yang berbeda? Padahal orang-orangnya sama. Setelah saya amati ternyata kawan saya yang dipanggil “Bos” adalah orang yang sangat baik. Baik dalam arti dia sering memberikan uang tip kepada para petugas itu. Sementara kawan yang satu lagi terbilang “pelit”. “Kepelitan” dia bukan tanpa alasan. “Itu tugasnya, dia kan sudah digaji!”, jelasnya.
Pengalaman lain penulis dapat ketika dulu bekerja di Koperasi Simpan Pinjam. Setelah kredit cair, biasanya nasabah memberikan sesuatu sebagai ucapan terima kasih. Tapi celakanya, nasabah yang “baik” tersebut biasanya kreditnya bermasalah. Mereka tidak jujur terhadap tujuan pengajuan pinjaman. Dalam formulir mereka tulis untuk modal usaha. Faktanya mereka gunakan untuk konsumtif sehingga pengembaliannya seret. Mereka berharap, apabila angsuran nanti tersendat bisa dimaklumi.
ADVERTISEMENT
Pemberian
Apabila kita telisik, pemberian semacam itu sangat banyak dalam kehidupan di sekitar kita. Fenomena ini mungkin lumrah karena dianggap suatu hal yang baik, nilainya pun tak seberapa. Sebagai orang timur, untuk saling memberi kepada kawan, sahabat ataupun saudara adalah hal biasa. Terlebih agama pun mengajarkan untuk saling berbagi, pahalalah yang akan didapat.
Setiap agama mengajarkan untuk ikhlas pada setiap sesuatu yang kita berikan pada orang lain. Untuk tidak berharap apapun selain pada-Nya. Bahkan berharap pahala dan surga pun sebaiknya jangan.
Namun tidak dapat dipungkiri, dalam derma sering menyelinap harapan pada selain-Nya. Agar kita nampak sebagai orang baik, atau pun keinginan untuk dibalas atas budi kita di kemudian hari. Atau mungkin penegasan bahwa sang pemberi lebih baik, lebih kaya, lebih mampu, lebih kaya dari pada si penerima.
ADVERTISEMENT
Suatu pemberian dinyatakan bermasalah ketika masuk dalam kategori gratifikasi. Gratifikasi menurut pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001 adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, Berdasarkan penjelasan ini, ada yang menafsirkan gratifikasi yang dianggap suap tidak berlaku untuk anggota keluarga, seperti penjelasan orang yang menumpang pesawat temannya di awal tulisan ini.
ADVERTISEMENT
Niat Baik
Urusan gratifikasi sebenarnya terkait dengan norma dan etika. Mungkin yang yang dilakukan seseorang adalah benar sesuai aturan. Meskipun benar, tapi belum tentu sesuai dengan norma kepantasan dan etika.
Misalnya pun seseorang yang bukan penyelenggara negara tapi dia anak pejabat dan mendapat pemberian, sudah sepantasnya dia untuk menolak dan menghindarinya. Atau seorang ASN meskipun dia kaya karena warisan atau usaha, sungguh kurang pantas apabila dia memamerkan kemewahan.
Suatu pemberian dikatakan gratifikasi atau bukan sebenarnya urusan niat. Hanya dia dan Tuhan yang tahu. Agama sebenarnya telah melarangnya. Tapi ironisnya, dalam beberapa kasus para pelaku gratifikasi menjadikan alasan agama dalam melakukannya.
Seseorang kawan pernah menyarankan untuk melatih dan meluruskan niat. Berdermalah dan berbuat baiklah kepada siapa saja. Berikanlah sesuatu dengan ikhlas kepada rekan kerja, tukang parkir, pedagang kaki lima, pejabat, polisi, satpam, terlebih kepada orang yang memang benar-benar membutuhkan.
ADVERTISEMENT
Meskipun kita harus waspada terhadap gratifikasi, kita juga jangan selalu ber-suudzon terhadap semua pemberian. Kita harus berprasangka baik bahwa semua pada dasarnya semua orang itu baik. Seperti kawan saya yang dipanggil “Bos”. Dia memang dengan siapa saja selalu baik, memberi, mentraktir dan membantu.
Apabila Anda adalah seorang ASN atau penyelenggara negara, layanilah semua masyarakat lebih dari yang seharusnya sesuai prosedur. Pelayanan-pelayanan Anda sesungguhnya adalah ibadah. Janganlah kurangi pelayanan karena Anda tidak mendapat sesuatu. Ataupun melakukan pelayanan lebih kepada orang dekat atau orang yang telah memberikan budi pada Anda.
Kanjeng Nabi Muhammad SAW begitu logis mematahkan argumen seorang petugas pemungut zakat yang menerima hadiah. Dalam HR Muslim, Rosululloh menanyakan apakah ketika petugas itu hanya duduk-duduk di rumah, orang akan begitu saja datang ke rumah mengantarkan hadiah?
ADVERTISEMENT
Apakah mungkin seorang rakyat biasa tiba-tiba didatangi rumahnya oleh seseorang yang menawarkan untuk naik pesawat jet ke Eropa?
Sudah benar sesuai aturan, niat ikhlas, sesuai etika, memenuhi norma kepantasan, apakah sudah cukup? Bagi aparatur dan penyelenggara negara, agar lebih tenang, laporkan saja apabila Anda menerima pemberian. Untuk lebih jelasnya lagi baca saja Buku Saku Gratifikasi-nya KPK.
Ah, ribet amat ya urusan gratifikasi!