Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Hujan Awal Bulan Juni di Tondano
8 Juni 2024 15:00 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Setiawan Muhdianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tondano, kata itu yang sering kali disebut beberapa kawan ketika kami mendarat Manado. Ya, mereka berharap nanti setelah acara selesai bisa jalan-jalan ke sana. Selama 4 hari kami sibuk dengan tugas dan kerjaan masing-masing untuk penyelenggaraan event kegiatan.
ADVERTISEMENT
Kegiatan pun selesai dengan sukses dan mendapat apresiasi dari pimpinan. Sebagai reward-nya kami diperbolehkan jalan-jalan, Tondano lah pilihannya
Jaraknya 40-an kilometer dari Manado. Jalan yang dilewati penuh tikungan dan tanjakan. Udara sejuk segera terasa begitu masuk batas kota bunga, Tomohon. Setelah melewati kota ini perjalanan masih terus ke arah timur.
Pukul 4 sore sampailah kami di tujuan. Tondano, adalah ibu kota Kabupaten Minahasa. Kota ini tepat berada di tepi danau Tondano.
Kendaraan langsung menuju area wisata yang lokasinya di atas bukit. Pemandangan menakjubkan segera terpampang. Tampak hamparan air nan tenang berpadu dengan hijaunya hutan. Pegunungan yang mengelilingi danau tampak gagah laksana pelindung. Puncak-puncaknya diselimuti awan membuat kian menawan.
ADVERTISEMENT
Hari semakin gelap menjelang malam. Rinai hujan semakin deras. Bumi Kawanua masih diguyur hujan setiap hari saat wilayah lain di Nusantara ini masuk kemarau.
Menikmati sore disertai hujan di tepi Danau Tondano di awal Juni sungguhlah syahdu. Pemandangan nan elok, hawa yang sejuk, gerimis dan rinai hujan merupakan harmoni yang sempurna.
Tepian Tondano, hujan dan bulan Juni seolah mengajak berpetualang ke masa silam. Menuju kepada 200 tahun yang lalu. Ketika 60-an lelaki menjalani hukuman. Hukuman akibat dari kekalahan dalam perlawanan.
Diasingkanlah mereka ke tanah seberang. Meninggalkan tanah kelahiran dan handai taulan. Menjalani takdir dengan penuh kegagahan. Percuma meratapi nasib mulailah mereka menjalani kehidupan.
Seperti sajak "Hujan Bulan Juni" karya Legenda Sastra Sapardi Djoko Damono. Rindu itu tetap ada meski mungkin dirahasiakan. Kepada orang-orang tercinta di tanah asal. Ragu dan sungguh berat mereka rasakan. Jejak-jejak kekalahan, kesedihan, mereka tanggalkan. Yang disisakan adalah harapan.
ADVERTISEMENT
Hujan Bulan Juni
Sapardi Djoko Damono
Tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
Diserap akar pohon bunga itu
Berhubung waktu yang singkat saya tidak sempat sowan dan berziarah ke Kampung Jawa Tondano. Tapi saya saya bisa merasakan auranya. Aura para lelaki perkasa di tanah barunya. Dan juga tentu, aura kerinduannya.
Kampung Jaton (Jawa Tondano) nama resminya adalah Kelurahan Kampung Jawa, Kecamatan Tondano Utara,Kabupaten Minahasa, Provinsi Maluku Utara. Sejarah kampung ini bermula dari rombongan Kyai Modjo bersama pengikutnya berjumlah 63 orang. Kyai Modjo merupakan panglima perang dan penasihat spiritual Pangeran Diponegoro.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1828 mereka ditangkap Belanda dan menjadi tahanan politik dan diasingkan ke Tondano. Mulailah kehidupan baru di Tondano. Mereka harus beradaptasi dengan alam dan budaya yang berbeda.
Berhubung rombongan itu semua laki-laki, akhirnya mereka menikah dengan wanita asli Tondano. Setelah sekian lama dan beranak pinak, terbentuklah budaya yang unik. Hasil asimilasi dan akulturasi budaya mereka disebut Jaton, Jawa Tondano.
Mereka menjalani takdirnya. Menyatu dengan alam dan budaya Sulawesi Utara. Saya juga akan melanjutkan takdir saya. Untuk menjalani rutinitas di Jakarta. Selamat tinggal bumi Kawanua. Sampai jumpa lagi di bumi nyiur melambai.
Tanah yang dirindu.