Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Islam dan Femisida
10 Juli 2024 9:05 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Sevgi Ahinsa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Istilah femisida kini semakin dikenal luas di Indonesia. Hal ini dipicu oleh rangkaian pembunuhan pada perempuan yang marak. Sejak awal tahun, Indonesia sudah beberapa kali digemparkan oleh berita pembunuhan atas perempuan. Misalnya kasus pembunuhan ‘wanita dalam koper’ yang dilakukan oleh rekan kerja korban, kasus mutilasi istri yang terjadi di Ciamis beberapa bulan silam, kasus pembunuhan istri oleh suami sebab korban mengigau, dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Femisida didefinisikan sebagai peristiwa pembunuhan yang dilakukan terhadap perempuan karena jenis kelamin atau gendernya. Tidak semua pembunuhan pada perempuan tergolong femisida. Sebaliknya, tidak semua pembunuhan pada perempuan dengan motif lain pasti tidak terindikasi femisida.
Komnas Perempuan membagi femisida menjadi dua macam, yakni femisida intim dan non intim. Femisida intim adalah pembunuhan terhadap perempuan yang dilakukan oleh suami, pacar, atau mantan pasangan. Sementara femisida non intim adalah pembunuhan terhadap perempuan yang dilakukan oleh seseorang yang tidak memiliki hubungan intim dengan korban.
Kasus femisida di Indonesia tidak sedikit. Data Komnas Perempuan menunjukkan bahwa pada tahun 2023, terdapat 159 kasus dengan indikasi femisida yang kuat dalam Catatan Tahunan Kekerasan Terhadap Perempuan (CATAHU). Hal yang mengejutkan adalah angka femisida intim lebih tinggi daripada non intim.
ADVERTISEMENT
Sejarah Femisida
Femisida adalah istilah yang tergolong baru. Namun, ia adalah fenomena kuno. Al Qur’an yang turun pada abad 7 Masehi pun telah merekamnya antara lain dalam QS. At Takwir ayat 8-9. Ayat tersebut menunjukkan bahwa femisida dalam bentuk penguburan bayi perempuan hidup-hidup pernah dianggap normal bahkan menjadi bagian dari tradisi masyarakat Arab.
Alasan utama masyarakat Arab Jahiliyah memelihara tradisi ini adalah keyakinan mereka bahwa perempuan merupakan beban ekonomi yang tidak dapat menghasilkan uang sebagaimana laki-laki. Namun tidak hanya itu, tradisi ini juga didorong oleh faktor misoginis lain seperti keyakinan mereka bahwa perempuan adalah aib keluarga, pembawa sial, serta keyakinan mereka bahwa membunuh bayi perempuan merupakan salah satu cara untuk mengendalikan populasi.
ADVERTISEMENT
Masyarakat India dan Cina kuno pernah mempunyai tradisi Sati, yaitu seorang istri mesti membakar diri hidup-hidup bersama dengan jenazah suami yang dibakar. Mereka meyakini bahwa dengan membakar dirinya, sang istri mendapatkan kemurnian spiritual dan bergabung dengan roh suaminya di akhirat.
Seperti penguburan bayi perempuan hidup-hidup, tradisi Sati sama-sama berakar pada cara pandang masyarakat terhadap perempuan sebagai makhluk yang tidak berharga bahkan hina. Membunuh perempuan tidak dipandang sebagai kejahatan yang harus diberi hukuman, bahkan femisida yang menjadi tradisi dipandang sebagai kemuliaan.
Respon Islam
Sejak awal kehadirannya, Islam menegaskan bahwa perempuan adalah manusia Oleh karena itu, sebagaimana laki-laki, perempuan memiliki kemuliaan sebagai manusia. Bahkan sama-sama mengemban amanah sebagai khalifah sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an, surat Al Ahzab ayat 72:
ADVERTISEMENT
إِنَّا عَرَضْنَا ٱلْأَمَانَةَ عَلَى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱلْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا ٱلْإِنسَٰنُ إِنَّهُۥ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh,”
Membunuh perempuan dipandang sebagai kejahatan besar, sebagaimana membunuh laki-laki. Larangan ini dibahas secara jelas dalam surat An Nisa ayat 93:
وَمَن يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَآؤُهُۥ جَهَنَّمُ خَٰلِدًا فِيهَا وَغَضِبَ ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُۥ وَأَعَدَّ لَهُۥ عَذَابًا عَظِيمًا
Artinya: “Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.”
ADVERTISEMENT
Kehadiran islam mengubah pembunuhan pada perempuan yang semula dianggap sebagai sesuatu yang sepele atau bahkan dilestarikan dalam tradisi menjadi kejahatan yang serius.
Tantangan
Sayangnya hingga kini nyawa perempuan masih banyak dipandang tidak berharga. Bahkan beberapa negara berpenduduk Muslim masih melestarikan honor killing, yaitu pembunuhan yang dilakukan demi kehormatan keluarga di mana pelakunya tidak mendapatkan sanksi hukuman
Meskipun secara teori honor killing dapat berlaku bagi laki-laki dan perempuan, dalam konteks kejahatan seksual perempuan jauh lebih rentan sebagai korban honor killing. Perempuan yang tidak berdarah di malam pertama, korban perkosaan, atau hamil di luar nikah rentan mengalami honor killing. Hal-hal tersebut merupakan pengalaman biologis yang tidak akan dialami oleh laki-laki. Bahkan sebagai pelaku pemerkosaan pun laki-laki dapat dengan mudah mengelak karena tidak ada bukti yang menempel pada tubuhnya.
ADVERTISEMENT
Femisida adalah fenomena lama. Beberapa bentuk femisida seperti penguburan bayi perempuan hidup-hidup dan Sati mungkin sudah punah. Namun cara pandang yang merendahkan kemanusiaan perempuan sebagai akarnya sepertinya belum. Karena itu, penting untuk menghapus femisida dengan membangun budaya yang memanusiakan perempuan seutuhnya, sebagaimana diteladankan oleh Islam.