Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Glass: Akhir dari Trilogi yang Dilematis
18 Januari 2019 17:09 WIB
Diperbarui 15 Maret 2019 3:49 WIB
Tulisan dari Shandy Gasella tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
★★1/2☆☆☆ | Shandy Gasella
Ulasan mengandung bocoran cerita untuk film Unbreakable dan Split.
Di akhir film Split, yang tayang persis dua tahun lalu, Unbreakable adalah twist film tersebut. Jadi, di pengujung film ketika karakter The Beast (Sang Monster), satu dari 24 kepribadian yang terperangkap dalam tubuh Kevin Wendell Crumb — dimainkan James McAvoy — menampakkan dirinya dan mengamuk membunuh semua cewek yang diculiknya, kecuali satu orang yang bernama Casey Cooke (Anya Taylor-Joy), kita lantas diberi gambaran bahwa seluruh kejadian dalam Split mengambil latar dunia yang sama dengan Unbreakable — film rilisan tahun 2000 yang dibuat M. Night Shyamalan pasca-kesuksesan The Sixth Sense.
ADVERTISEMENT
Beberapa detik sebelum credit title bergulir mengakhiri Split, diperlihatkan pada kita sesosok karakter bernama David Dunn (Bruce Willis) dari Unbreakable, sedang minum kopi di sebuah kafe sambil mendengarkan berita tentang kasus penculikan yang dilakukan Sang Monster. Seorang pengunjung kafe yang duduk di samping David berujar kepada temannya bahwa berita tersebut mengingatkannya kepada seseorang yang ia lupa siapa namanya, dan kemudian sambil melirik ke arah kamera, David menimpalinya, “Mr. Glass.”
Nah, Glass lantas menjadi film penutup dari sebuah trilogi yang tak pernah diinginkan oleh siapa pun — setidaknya sebelum film Split muncul. Sebelum membahas Glass ada baiknya kita menengok kembali bagaimana dua film pendahulunya, agar kita memiliki semacam perspektif.
Unbreakable
Pada mulanya Unbreakable hadir sebagai sebuah thriller dengan alur cerita yang amat lambat, dan menjual lebih banyak drama psikologis ketimbang action. Dikisahkan David seorang satpam yang tengah dilanda permasalahan rumah tangga, menjadi satu-satunya orang yang selamat dari sebuah kecelakaan kereta api. Media melaporkan tentangnya hingga terdengarlah oleh Elijah Price alias Mr. Glass (Samuel L. Jackson), seorang pria setengah baya yang memiliki kelainan bahwa tulang di tubuhnya mudah sekali patah. Dan, maka dari itu ia selalu terduduk di kursi roda. Hari-harinya ia habiskan untuk membaca buku-buku komik tentang para jagoan dan penjahat berkekuatan super.
ADVERTISEMENT
Elijah meyakinkan David bahwa dirinya selamat dari kecelakaan bukanlah sebuah mukjizat atau keberuntungan belaka, melainkan bahwa ia memiliki kekuatan super seperti tokoh-tokoh jagoan dalam komik. Di akhir film, karena ini film Shyamalan yang mesti memiliki “twist”, maka twist-nya adalah Elijah ternyata menjadi dalang di balik kecelakaan kereta api tersebut. Dia si tokoh jahat dalam komik yang memiliki kekuatan otak super — seperti Lex Luthor.
Split
Tak seperti Unbreakable yang alurnya begitu lambat, Split tampil jauh berbeda. Penampilan James McAvoy sebagai orang dengan 24 kepribadian, termasuk satu kepribadian yang diberi nama The Beast yang berkemampuan dapat merayap di dinding dan langit-langit serta kekuatan yang dahsyat termasuk kebal peluru, McAvoy membawa Split menjadi sebuah tontonan thriller/horor yang maha seru. Ia seorang pembunuh berantai yang menculik cewek-cewek, dan di antara kesibukannya senantiasa berkonsultasi dengan seorang psikiater. Tak nampak bahwa Split pada mulanya dibuat sebagai sebuah film dengan tema jagoan (superhero).
ADVERTISEMENT
Glass
Dalam Glass, ketiga karakter yang pada mulanya nampak tak berhubungan ini; David, Kevin, dan Mr. Glass dipertemukan. Cerita Glass dimulai tak lama berselang sejak ending Split. David dibantu anaknya, Joseph (Spencer Treat Clark) bahu membahu melacak keberadaan Kevin. Saat keduanya pada akhirnya bertemu dan bergulat, mereka kemudian dibekuk oleh aparat dan dijebloskan ke dalam sebuah fasilitas rehabilitasi yang dipimpin seorang psikiater bernama Dr. Ellie Staple (Sarah Paulson). Ellie berusaha mengacaukan psikologis David, Kevin, dan Mr. Glass dengan mengatakan berulang kali kepada mereka bahwa mereka tidaklah seistimewa yang mereka pikirkan, bahwa mereka tidak memiliki apa yang mereka percayai sebagai “kekuatan super.” Dr. Ellie meyakinkan ketiganya bahwa mereka menderita delusi “jagoan super”, dan tugasnya lah untuk menyembuhkan. Sebuah pilihan penceritaan yang amat saya sayangkan!
ADVERTISEMENT
Dalam Unbreakable, David dikonfrontasi bahwa barangkali ia tidaklah memiliki kekuatan super, bahwa kenyataan dirinya selamat dari kecelakaan tak lain berkat Dewi Fortuna yang menjaganya, psikologis kita sebagai penonton dipermainkan seperti David hingga di pengujung film kita tahu bahwa dirinya memang memiliki kekuatan super. Lantas, aneh rasanya bila Glass mengambil sudut penceritaan yang sama, mencoba menggiring pemahaman kita untuk mempertanyakan kembali apakah karakter-karakter ini memiliki kekuatan super ataukah mereka semua memiliki gangguan jiwa — padahal kita sudah tahu bahwa mereka itu memang memiliki kekuatan super.
Secara gambar dan alur cerita film ini seolah fusion dari Unbreakable dan Split — kadang membosankan kadang tiba-tiba menjadi seru. Namun, Shyamalan kali ini sadar betul bahwa ia membuat film ini dengan menjualnya sebagai film jagoan (superhero) — bukan thriller atau horor, walaupun kedua elemen tersebut masih terasa ada sebagai sisipan.
Kekuatan utama film ini hadir lewat McAvoy yang lagi-lagi menunjukkan kebolehannya dalam bermain banyak peran, berganti satu karakter ke karakter lain dengan begitu lancar tanpa kesulitan berarti. Bruce Willis sebagai aktor dengan bayaran termahal sebagai jagoan kita David Dunn justru tak tergarap maksimal, pun begitu dengan karakter Mr. Glass sendiri. Shyamalan tampak terlalu ambisius kali ini hingga ia kebingungan sendiri seperti kenapa mau repot-repot menghadirkan kembali tokoh Casey Cooke dan Mrs. Spencer manakala mereka tak memiliki fungsi signifikan dalam keseluruhan cerita.
ADVERTISEMENT
Karena ini film Shyamalan, lagi-lagi, tentu film ini memiliki twist — dengan tidak spoiler saya katakan bahwa twist-nya seolah-olah memberi kita gambaran bahwa ada kekuatan yang lebih besar lagi yang siap dieksplorasi oleh Shyamalan dalam film berikutnya (dengan catatan bahwa film ini sukses besar). Tetapi, twist-nya sendiri dan bagaimana trilogi ini diakhiri membawa saya kepada satu dilema; apakah Shyamalan kali ini tidak mengerti apa yang sedang ia ceritakan, atau justru kita?