Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Menentukan Strategi Marketing Usaha Croffle dengan Analisis Porter 5 Forces
21 Januari 2022 18:30 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Shannon Malena tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Croffle ialah camilan berbahan dasar adonan croissant yang dipanggang dengan mesin waffle. Croffle adalah sebuah inovasi baru yang sangat populer terutama di kalangan generasi Z (1996-2010). Inovasi ini merupakan peluang baru bagi para pengusaha roti. Sebagai bahan analisis, di kota Solo, yang bukan kecil atau kota besar, pada saat awal viral croffle, hanya ada satu atau dua tempat yang menjual croffle. Namun dalam kurun waktu sekitar tiga bulan, croffle sudah ada di berbagai hotel berbintang, kafe, hingga kios di pinggir jalan Kota Solo.
ADVERTISEMENT
Dari sini penulis mendapatkan data bahwa peminat croffle cukup besar sehingga penjual croffle semakin banyak berbanding lurus dengan permintaan pasar. Hal ini menyebabkan persaingan pengusaha croffle semakin ketat. Para pengusaha croffle memerlukan strategi pemasaran yang tepat untuk meningkatkan daya saing dalam penjualan dengan mengamati para pesaing.
Dengan menggunakan teori yang dikemukakan oleh Michael E. Porter, dari Universitas Harvard, yaitu ada lima kekuatan atau faktor persaingan yang berpengaruh dalam perencanaan strategi pemasaran. Oleh karena itu, para pengusaha croffle harus menggunakan teori Porter’s 5 Forces dalam analisis strategi pemasaran untuk meningkatkan penjualan croffle.
Pengertian Teori Porter 5 Forces
Teori Porter’s 5 forces terdiri dari threat of new entrance, threat of substitute product, bargaining power of supplier, bargaining power of buyer, dan rivalry among existing competitor. Teori Porter ini digunakan untuk mengetahui kekuatan industri melalui faktor eksternal. Dengan tujuan agar industri dapat mencapai keuntungan maksimum.
Threat of new entrance industri croffle sangat tinggi. Sekarang banyak pengusaha croffle baru yang berjualan dipinggir jalan hanya dengan bermodalkan kios kecil. Hal ini berarti tidak memerlukan modal besar untuk masuk ke industri croffle, lokasi yang baik bukan masalah besar, dan distribusi produk yang mudah. Pengusaha croffle umumnya hanya berjualan croffle saja. Produknya tidak terdiferensiasi. Hal ini menyebabkan ancaman dari pendatang baru makin besar.
ADVERTISEMENT
Sedangkan ancaman untuk produk substitusi produk croffle tidak terlalu tinggi. Produk substitusi croffle ialah doffle atau donat waffle, donat yang di panggang dengan mesin waffle. Doffle ini memiliki bentuk yang mirip dengan croffle, dari segi rasa pun mirip. Akan tetapi croffle memiliki rasa yang lebih premium karena menggunakan lebih banyak mentega. Segi tekstur croffle lebih unggul karena memberikan tekstur renyah diluar dan lembut di dalam yang tidak dimiliki doffle. Secara keseluruhan croffle lebih unggul dari doffle, croffle juga lebih banyak digemari konsumen. Jadi tidak ada produk yang benar-benar menggantikan croffle dari segi bentuk, rasa, dan tekstur.
Daya tawar-menawar pembeli untuk produk croffle tidaklah tinggi. Karena harga croffle cenderung sudah tetap, jadi sulit untuk ditawar. Tapi sensitivitas harga sangat memengaruhi konsumen dalam pembelian produk, bila harganya ada yang lebih murah sedikit saja, konsumen bisa bergeser ke brand lain. Industri croffle memiliki daya tawar-menawar pemasok yang rendah karena switching cost dari konsumen cukup tinggi serta tidak mengandalkan diskon untuk membeli bahan baku.
ADVERTISEMENT
Untuk persaingan antar pengusaha croffle memiliki high exit barrier. Croffle dipengaruhi oleh tren, bila tren sudah memudar maka penjualan cenderung menurun. Industri croffle memiliki biaya tetap yang relatif rendah, dan biaya variabel yang tinggi. Industri croffle juga memiliki pertumbuhan industri lambat. Maksudnya ialah sulit bagi pengusaha croffle untuk bisa menjadi industri yang besar dalam waktu singkat, sehingga industri croffle memiliki tingkat kompetisi yang cukup tinggi.
Berdasarkan hasil analisis kekuatan dengan teori Porter ini di dapati bahwa dalam industri croffle pesaing mudah masuk dan mudah keluar, kompetisi antar pengusaha sangat sengit, daya tawar pembeli masih memengaruhi penjualan croffle. Untuk mengatasi persaingan yang ketat ini, pengusaha croffle harus menerapkan strategi segmentasi konsumen, strategi ini menjadi kunci keberhasilan dari National Can and Crown Cork & Seal.
ADVERTISEMENT
Dari hasil analisis dengan teori Porter, pengusaha croffle dapat menggunakan strategi segmentasi konsumen dengan target pasar kelas atas. Karena segmen pasar kelas atas kompetisinya di menengah bawah. Aplikasi strategi pasar kelas atas dengan membuat croffle yang premium, menggunakan bahan-bahan terbaik, rasa yang enak atau khas, kemasan premium, layanan konsumen yang memadai, dan tempat yang instagramable.
Jadi menerapkan strategi segmentasi ini juga menciptakan value yang berbeda dibanding kompetitor lainnya. Strategi dengan pembatasan segmen pasar menurunkan tingkat persaingan secara signifikan, mengakibatkan switching cost konsumen menurun, dan memiliki loyalti brand yang tinggi.
Kesimpulannya, teori Porter memudahkan pengusaha croffle untuk menganalisis faktor eksternal dan menentukan strategi yang diambil selanjutnya. Strategi yang diperoleh untuk mengurangi persaingan sengit ini ialah dengan segmentasi konsumen, menjaga kualitas produk sesuai segmen, dan membangun loyalitas brand yang kokoh di segmen pasarnya. Secara keseluruhan teori Porter sangat berguna bagi pengusaha croffle untuk menentukan strategi pemasaran yang tepat.
ADVERTISEMENT
Referensi:
https://ilmumanajemenindustri.com/analisis-lima-kekuatan-porter-porters-five-forces-analysis/
https://sis.binus.ac.id/2018/02/21/porters-5-forces-model/
http://valuationacademy.com/competitive-rivalry-among-existing-firms/