Konten dari Pengguna

Apakah Teknologi Membuat Kita Lebih Cerdas atau Justru Ketergantungan?

Shavira Nur Waladan Isnaeni
Mahasiswi program studi sarjana Farmasi di Universitas Sebelas Maret
8 Desember 2024 12:25 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shavira Nur Waladan Isnaeni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Mengupas Peran Teknologi Membentuk Kecerdasan atau Membawa Ketergantungan?

Ilustrasi Manusia menggunakan AI. Foto: Owlie Productions/shutterstock.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Manusia menggunakan AI. Foto: Owlie Productions/shutterstock.
ADVERTISEMENT
Dalam era digital, teknologi telah menjadi bagian integral dari kehidupan kita. Dari smartphone hingga kecerdasan buatan (AI), teknologi menawarkan alat yang memungkinkan manusia bekerja lebih cepat, belajar lebih banyak, dan berkomunikasi tanpa batas. Namun, di balik manfaatnya, muncul pertanyaan kritis: apakah teknologi benar-benar membuat kita lebih cerdas atau justru membangun ketergantungan yang mengkhawatirkan?
ADVERTISEMENT
Tidak dapat disangkal bahwa teknologi telah memperluas kemampuan kognitif manusia. Akses ke informasi yang hampir tak terbatas melalui internet telah merombak cara kita belajar dan menyelesaikan masalah. Sebuah studi oleh Pew Research Center (2021) menunjukkan bahwa 87% pengguna teknologi percaya bahwa perangkat digital membantu mereka belajar lebih efektif dan meningkatkan produktivitas.
Teknologi pendidikan seperti aplikasi pembelajaran adaptif dan platform kursus daring memungkinkan personalisasi pembelajaran sesuai kebutuhan individu. Siswa tidak lagi terbatas pada ruang kelas tradisional, melainkan dapat mengakses sumber belajar dari seluruh dunia. Selain itu, AI dalam penelitian sains membantu memecahkan masalah kompleks yang sebelumnya sulit dijangkau manusia, seperti menganalisis genom manusia untuk menemukan solusi medis.
Dalam pekerjaan, perangkat lunak otomatisasi meningkatkan efisiensi, memungkinkan pekerja fokus pada tugas-tugas yang lebih kreatif dan strategis. Misalnya, penggunaan alat seperti Grammarly atau ChatGPT membantu memperbaiki tulisan, menghemat waktu, dan meningkatkan kualitas pekerjaan.
ADVERTISEMENT
Namun, di balik semua manfaatnya, ketergantungan pada teknologi menghadirkan risiko yang serius. Studi yang diterbitkan dalam Journal of Computer-Mediated Communication (2020) menemukan bahwa penggunaan smartphone berlebihan dapat mengurangi kemampuan individu untuk fokus dan mengingat informasi. Ini dikenal sebagai "digital amnesia", di mana manusia terlalu bergantung pada perangkat mereka untuk menyimpan informasi.
Selain itu, ketergantungan pada teknologi juga menimbulkan ancaman terhadap keterampilan kritis. Sebagai contoh, kalkulator telah menggantikan kemampuan dasar berhitung, dan aplikasi GPS telah mengurangi kemampuan orientasi ruang banyak orang. Ketika teknologi terus mengambil alih fungsi otak manusia, ada risiko penurunan kemampuan untuk berpikir mandiri dan menyelesaikan masalah tanpa bantuan teknologi.
Media sosial, salah satu produk teknologi paling populer, juga sering menjadi sumber masalah. Sebuah laporan oleh We Are Social (2023) mencatat bahwa rata-rata orang menghabiskan 3 jam per hari di media sosial. Alih-alih meningkatkan kecerdasan, media sosial sering menjadi penyebab gangguan mental, seperti kecemasan dan depresi, akibat paparan informasi berlebihan dan tekanan sosial.
ADVERTISEMENT
Untuk menjawab pertanyaan apakah teknologi membuat kita lebih cerdas atau ketergantungan, jawabannya terletak pada bagaimana kita menggunakan teknologi tersebut. Seperti pisau bermata dua, teknologi dapat menjadi alat yang kuat jika digunakan dengan bijak, namun juga dapat melemahkan kita jika disalahgunakan.
Pendidikan literasi digital menjadi kunci untuk mengatasi ketergantungan berlebih. Siswa dan masyarakat umum perlu diajarkan bagaimana memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan kemampuan mereka, bukan menggantikan kemampuan tersebut. Misalnya, menggunakan AI untuk mempercepat riset, tetapi tetap melatih kemampuan analisis kritis secara mandiri.
Selain itu, membatasi waktu layar (screen time) dan menerapkan digital detox secara berkala dapat membantu mengurangi dampak negatif teknologi. Dengan cara ini, kita dapat menjaga keseimbangan antara memanfaatkan teknologi untuk peningkatan kognitif dan tetap melatih kemampuan kognitif tradisional kita.
ADVERTISEMENT
Teknologi, tanpa diragukan lagi, adalah katalis yang memungkinkan manusia mencapai hal-hal luar biasa. Namun, manfaatnya hanya dapat maksimal jika kita tidak membiarkan teknologi mengambil alih kemampuan berpikir dan kreativitas kita. Kecerdasan manusia sejati terletak pada kemampuannya untuk beradaptasi dan menggunakan alat secara bijak, termasuk teknologi.
Dengan memanfaatkan teknologi secara strategis, kita dapat menjadi lebih cerdas tanpa menjadi budaknya. Sebaliknya, jika dibiarkan tanpa pengawasan, teknologi berpotensi membuat kita tergantung, melemahkan kemampuan yang menjadi dasar dari kecerdasan manusia itu sendiri.