Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Memandang Kotabaru : Dari Angkringan Jadi Ngopi Kekinian
11 Desember 2024 12:00 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Shiddiq Nur Rohman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kotabaru menjadi salah satu daerah ikonik di Yogyakarta sejak dahulu. Bukan tanpa sebab, Kotabaru telah menjadi saksi bisu perkembangan Kota Yogyakarta sejak masa kemerdekaan. Kalau sedang berkeliling di kawasan ini, rasanya sangat tak asing dengan arsitektur dan tata kota ala Eropa yang tak ada di sisi Yogyakarta yang lain. Sejarah ini menjadikan Kotabaru sebagai salah satu kawasan cagar budaya di Yogyakarta. Di era modern, Kotabaru juga menjadi saksi bisu perkembangan budaya nongkrong di Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Sebelum pandemi, Kotabaru sangat identik dengan Masjid Syuhada dan berbagai macam angkringan yang berjejer di Jalan Prau. Diiringi dengan hiruk pikuk pemotor yang memadati area ini untuk menikmati jajanan ringan di malam hari. Berbagai jajanan, mulai dari cemilan ringan seperti tempe mendoan sampai makanan berat seperti mie rebus menjadi teman hangat menikmati malam syahdu di Kotabaru. Tak lupa minuman sederhana seperti es teh maupun teh hangat menjadi pelengkap sesi bercengkrama dengan teman. Menu yang disajikan pun tergolong murah. Menikmati seporsi makan mie rebus dan es teh saja hanya dibanderol dengan kisaran harga Rp13.000 sampai Rp15.000.
Para penikmat angkringan di Kotabaru bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengobrol dengan teman. Duduk di atas tikar sederhana tak terasa melelahkan ketika dibarengi dengan canda tawa. Mulai dari pasangan, teman sekolah, hingga komunitas motor sangat mudah dijumpai di kawasan ini setiap malam. Kegiatan sederhana yang sudah melekat di Kotabaru. Budaya yang tak akan lepas dari ingatan para penikmatnya.
ADVERTISEMENT
Perubahan Setelah Masa Pandemi
Sekarang Kotabaru telah mengalami perkembangan yang signifikan. Jalan Prau yang dulunya dipadati para penikmat jajanan angkringan mulai menjadi sunyi. Budaya nongkrong menyisiri Kali Code mulai luntur di benak remaja Yogyakarta. Setelah pandemi COVID-19, budaya nongkrong di Kotabaru mengalami perubahan. Remaja yang dulu senang menikmati angkringan mulai berganti menjadi penikmat kopi.
Tren menikmati kopi ini menjadi begitu populer di kawasan Kotabaru. Berbagai macam penjual kopi sangat mudah ditemui kalau sedang mengitari jalanan kawasan Kotabaru. Ada penjual yang berdagang di dalam kios sederhana, menggunakan gerobak kayuh, motor, hingga menggunakan bajaj sebagai tempat berdagang. Semuanya baru dan unik. Berbagai macam varian penjual kopi ini memadati kawasan Kotabaru, dari jalanan di depan Telkom maupun di depan Masjid Syuhada menyisir hingga jalanan ke arah Gereja Kotabaru. Hiruk pikuk yang dulu terjadi di Jalan Prau kini menyebar dan bergeser ke berbagai sisi lain kawasan Kotabaru.
ADVERTISEMENT
Dari sekian banyak varian penjual kopi, terdapat satu kesamaan yang dimiliki hampir sebagian besar para penjualnya, yaitu kursi kecil untuk duduk di pinggir jalan. Dulu, angkringan Kotabaru mengandalkan tikar untuk para konsumennya bisa duduk. Namun sekarang, dengan membawakan konsep “street coffee bar”, sangat banyak penjual kopi yang mengandalkan kursi kecil ini. Pelanggan menikmati makanan dan minuman di pinggir jalan, beramai ramai di trotoar atau bahkan sampai duduk di area pinggir aspal jalan. Meski hanya menggunakan kursi kecil, rata-rata pelanggan bisa menghabiskan 1 sampai 3 jam untuk menikmati kopi dan bercengkrama dengan teman.
Berkembangnya Preferensi Konsumen di Kotabaru
Dari minuman kopi, timbul juga berbagai macam jajanan baru di Kotabaru. Mulai dari makanan ringan sampai berat, semuanya muncul dengan konsep yang baru dan unik. Terdapat kudapan seperti puding, makanan berat seperti gultik, sate, dimsum dan masih banyak lagi varian jajanan lainnya. Semuanya menjadi teman santapan sembari menikmati secangkir kopi. Sebuah perubahan yang signifikan, apalagi kalau mengingat Kotabaru yang dulunya hanya sesak dipenuhi angkringan sederhana dengan jajanan tradisionalnya.
ADVERTISEMENT
Tak hanya para penjualnya, pengunjung di area Kotabaru ini juga mengalami sedikit perubahan. Dulu banyak warga sekitar, pasangan, maupun komunitas motor yang datang menikmati malam di Kotabaru. Sekarang, Kotabaru semakin banyak digandrungi sekumpulan remaja “skena” yang menjadikan Kotabaru sebagai preferensi tempat berbincang mereka. Celana cargo atau jeans, setelan kaos oversize, dan jajaran sepatu kekinian menjadi fenomena yang lumrah terjadi di Kotabaru. Segmen penikmat Kotabaru mengalami perubahan dari dulunya didominasi pelajar dan mahasiswa, sekarang dipenuhi oleh para pekerja, terutama di industri kreatif.
Kemunculan kios-kios jajanan unik dan perubahan segmen penikmat Kotabaru bukan tanpa sebab. Pandemi COVID-19 yang sempat menidurkan kawasan ini mengubah geliat perekonomian di sekitarnya. Pasca pandemi, masyarakat cenderung semakin menikmati waktu bersama dengan teman terdekat, kolega, maupun keluarga. Sejak kemunculan budaya work from home, budaya kerja lain sepeti work from cafe juga timbul. Mendorong masyarakat terutama Gen Z dan milenial untuk kian bersahabat dengan budaya kopi. Street coffee sendiri menjual konsep yang berbeda. Menikmati kopi secara lebih kasual, terlepas dari jerat pekerjaan yang terikat pada konsep kafe konvensional. Hal ini menimbulkan preferensi tempat nongkrong yang baru dan berbeda dari sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Kalau kamu sendiri bagaimana? Sudah pernah mencicipi jajanan di kawasan Kotabaru? Kalau belum, cobalah sesekali menikmati syahdunya malam Kotabaru, ya!