Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Leani, Ratu Bulutangkis Paralimpiade Tokyo
19 September 2021 8:05 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Shofiyatun tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Begitu mendengar perolehan medali emas Leani Ratri Oktila di cabang bulutangkis Paralimpiade Tokyo saya merinding. Leani/Khalimatus meraih medali emas para-badminton SL3-SU5 di Paralimpiade Tokyo setelah melawan pasangan ganda putri asal China, Cheng He Fang/Ma Hui Hui 21-18, 21-12 di Yoyogi National Stadium, Tokyo.
ADVERTISEMENT
Medali tersebut menjadi perolehan bukan hanya medali emas pertama untuk Leani—sebelumnya dia mendapat medali Perak untuk kategori Woman Single—tapi juga perolehan medali emas pertama untuk kontingen Indonesia di ajang Paralimpiade Tokyo.
Pikiran saya melanglang buana ke Afghanistan, ketika Kabul jatuh ke tangan Taliban kemudian dikenal dengan istilah Kabul has Fallen, warga dunia waswas akan masa depan perempuan di sana. Waswas perempuan di sana akan kembali ke masa-masa ketika Taliban berkuasa. Perempuan hanya boleh berada di rumah, duduk-duduk di teras rumah sendiripun tidak boleh. Bahkan beberapa setelah Kabul has fallen banyak salon tutup, gambar-gambar yang menampilkan foto perempuan dipilox.
Kita beruntung menjadi warga perempuan di negara Indonesia ini. Kita bisa bersekolah tinggi, bisa memiliki mimpi yang tinggi, bisa memilih untuk bekerja secara bebas dan merdeka. Atlet-atlet perempuan kita pun tidak mendapat cibiran dan hujatan ketika harus berpakaian pendek sesuai aturan cabang olahraganya.
ADVERTISEMENT
"Setelah masa transisi (pemerintahan) dari Pak Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) ke Pak Jokowi, kami disetarakan sekali. Termasuk dari sisi jumlah bonus kejuaraan. Waktu Asian Para Games Incheon, bonus kami belum sama (dengan atlet Asian Games). Tapi pas masa Pak Jokowi berubah. Saat saya mau main tanding di final 2018 di Senayan (Asian Para Games), bonus teman-teman yang sudah bertanding langsung diberikan sebelum keringat ini mengering. Perhatian pemerintah memang luar biasa mengapresiasi perjuangan kami," ujar Leani dikutip dari Radar Solo.
Sehingga atlet-atlet seperti Leani bisa maksimal untuk konsentrasi latihan tanpa perlu lagi memikirkan permasalahan biaya.
Sebelumnya, Leani menjadi atlet Bulutangkis normal sejak usia 7 tahun. Hingga kemudian pada tahun 2011 dia mengalami kecelakaan sepeda motor yang menyebabkan panjang kaki kiri tidak sama dengan kaki kanan. Ada selisih sekitar kurang lebih 7 cm kaki kiri lebih pendek dibanding kaki kanan. Tentu ini tidak mudah bagi Leani.
ADVERTISEMENT
Setelah menonton pertandingan badminton untuk para atlet akhirnya Leani berkeyakinan bahwa “ada orang yang berjuang lebih keras, jadi saya pikir saya bisa bermain lagi dan—tentu saja—berjuang lebih keras lagi.” Dikutip dari wawancara dengan grid.Indo. pada tahun 2018.
Butuh waktu untuk Leani agar terbiasa dengan keadaan kakinya. Ketika berlatih pun sering kali Leani jatuh terguling karena merasa kakinya sudah menapak tanah padahal aslinya belum. Dan itu terjadi berulang kali. Support keluarga menjadi penyemangatnya.
Pertandingan Leani/Khalimatus-Cheng/Ma berlangsung dengan sengit. Walau sempat tertinggal tiga poin di awal pertandingan namun kemudian berhasil mengamankan skor 21-18 pada set pertama. Dan 21-12 pada set kedua dengan total waktu 32 menit.
Akhirnya sejarah terukir. Indonesia tidak hanya mendapat emas untuk Olimpiade Tokyo namun juga untuk Paralimpiade pada cabang olahraga yang sama yaitu bulutangkis dan juga kategori yang sama yaitu Ganda Putri.
ADVERTISEMENT
Dia tengah sibuknya latihan, Leani sekarang sedang menempuh pendidikan master jurusan bahasa Indonesia di Universitas Veteran Bangun Nusantara di Sukoharjo.
Kantor berita Indonesia, Antara, menuliskan beberapa prestasi yang ditorehkan Leani, di antaranya Kejuaraan Dunia BWF (emas ganda campuran di Korea 2017, emas tunggal putri di Swiss, 2-19, emas ganda campuran di Swiss 2019).
Lalu Asian Paragames (emas ganda campuran di Incheon 2014, emas ganda putri di Jakarta 2018, emas ganda campuran di Jakarta 2018), kemudian Asean Paragames (emas tunggal putri di Singapura 2015, emas ganda putri di Singapura 2015, emas ganda putri di Kuala Lumpur 2017, emas ganda campuran di Kuala Lumpur 2017).
Gelar lain di turnamen internasional (7 emas, dua perak di Indonesia Para-Badminton International 2014-2016), 5 emas di Thailand Para-Badminton International 2017-2018, dan 3 emas dan satu perak Australia. Para-Badminton International 2018, 5 emas dan 3 perak Dubai Para-Badminton International 2019, 6 emas di Canada Para-Badminton International 2019, dan 2 emas dan 1 perak di Brazil Para-Badminton International 2020)
ADVERTISEMENT
"Kuis kumparan:"ATLET INDONESIA YANG JADI IDOLAMU”"
"Kuis kumparan:"ATLET INDONESIA YANG JADI IDOLAMU”"
"Kuis kumparan:"ATLET INDONESIA YANG JADI IDOLAMU”"