Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Krisis Literasi, Perpustakaan Sekolah Beraksi
29 Januari 2024 7:55 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Shonanar Rohman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Mungkin akan terdengar aneh jikalau ada masyarakat Indonesia yang tidak mengetahui betapa buruknya kondisi literasi di negaranya. Inilah fakta besarnya bahwa kondisi literasi di Indonesia begitu miris. Berdasarkan data dari PISA atau Programme for International Student Assessment, posisi literasi Indonesia pada tahun 2018 termasuk di dalam 10 terbawah dari 81 negara yang didata.
ADVERTISEMENT
Sementara, pada tahun 2022 posisi literasi Indonesia naik 5 tingkat di atas sebelumnya. Patut disyukuri memang karena ada trend positif yang terjadi. Namun, kondisi ini bukan berarti sebuah euforia. Ini jelas karena literasi Indonesia masih rendah, masih di dalam daftar 15 terbawah. Sebuah krisis literasi yang terpampang jelas di depan mata.
Jikalau dicari benang merahnya, pastilah salah satu penyebab utama krisis literasi ini ialah kondisi ekonomi masyarakat yang lemah. Masyarakat dengan kondisi ekonomi yang buruk lebih berfokus pada peningkatan pendapatan alias mendulang uang. Bekerja lebih keras hingga keringat mengucur deras menjadi hal yang wajib. Bila perlu bekerja seminggu penuh tanpa henti.
Situasi ini jika terus berlanjut tentu saja memicu masyarakat tak lagi memiliki minat dalam literasi karena kesehariannya disibukkan oleh aktivitas bekerja. Di samping itu, tatkala masyarakat berada pada kondisi keuangan yang tidak baik, hal itu mengakibatkan daya beli yang melemah.
ADVERTISEMENT
Secara otomatis masyarakat pun merasa tidak mampu untuk membeli buku atau sumber bacaan. Kalaupun masarakat masih mampu, buku bukan menjadi perioritas untuk dikonsumsi oleh mereka. Oleh karena itu, buruknya ekonomi masyarakat berpeluang besar terhadap hancurnya literasi.
Meskipun Indonesia kini dihantui oleh krisis literasi, banyak pihak berjuang dengan segenap tenaga untuk membalikkan keadaan. Pihak-pihak seperti pemerintah, organisasi, swasta, komunitas literasi, tokoh-tokoh literasi, pustakawan dan pembuat konten saat ini tengah berjuang dengan cara mereka masing-masing guna meningkatkan angka literasi yang ada di masyarakat.
Muhammad Syarif Bando, Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI, pernah menuturkan dalam sebuah Webinar "Literasi dalam Membangun Ekonomi Masyarakat" di tahun 2020 bahwa literasi sesungguhnya merupakan kemampuan dalam memahami, mencerna dan menganalisis suatu teks dan konsep untuk bisa ditransformasikan ke dalam perbuatan individu sehari-hari, dan tidak semata-mata hanya kemampuan membaca dan menulis saja. Ditambah lagi, baiknya kondisi literasi akan berdampak positif pada produktivitas dan inovasi masyarakat. Maka dari itu, untuk mengubah wajah literasi Indonesia membutuhkan keterlibatan banyak pihak.
ADVERTISEMENT
Di antara banyaknya pihak yang terlibat dalam mengatasi krisis literasi yang ada di Indonesia, sekolah, dalam hal ini perpustakaan sekolah, semestinya memiliki andil yang begitu besar. Hal ini dikarenakan perpustakaan sekolah adalah salah satu pondasi awal atau jantungnya pertumbuhan literasi.
Perpustakaan sekolah sendiri merupakan suatu sarana dan prasarana yang dimiliki dan dikelola sedemikian rupa oleh sekolah untuk kepentingan masyarakat sekolah dalam mencari informasi yang dibutuhkan. Sumber informasi yang disediakan oleh perpustakaan sekolah bisa dalam bentuk fisik seperti surat kabar, majalah, buku, maupun bentuk non-fisik seperti bacaan digital dari internet.
Di sisi lain, manfaat perpustakaan sekolah juga sangat penting bagi seluruh warga sekolah, khususnya siswa. Beberapa manfaat perpustakaan sekolah di antaranya ialah meningkatkan minat baca, memperkaya pengalaman belajar, menumbuhkan kebiasaan belajar mandiri, mengembangkan kecakapan bahasa, membantu dalam menyelesaikan tugas sekolah dan mendorong dalam mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Semua ini secara gamblang membuktikan esensi peran perpustakaan sekolah tidak bisa dikesampingkan dalam memberantas krisis literasi yang ada.
ADVERTISEMENT
Langkah jitu menaklukkan krisis literasi bermula dari lingkungan sekolah. Dalam Permendikbud No.23 Tahun2015 tentang Gerakan Literasi Sekolah tertuang sebuah aturan di mana 15 menit sebelum kegiatan belajar-mengajar dimulai, siswa harus membaca buku apa pun yang ia minati. Aturan tersebut ditujukan untuk membentuk kebiasaan membaca siswa.
Upaya pemerintah dalam meningkatkan literasi melalui Permendikbud ini memang begitu bagus. Pelaksanaannya pun juga tercapai dengan baik. Akan tetapi, mengandalkan aturan tersebut tentu saja tidak cukup. Sekolah, dalam hal ini perpustakaan sekolah, perlu mengambil langkah yang lebih aktif dan kreatif agar percepatan peningkatan literasi dapat terwujud.
Pertama, aksi yang bisa diambil oleh perpustakaan sekolah yakni menyediakan sumber informasi dan bacaan baik dalam bentuk buku maupun non-buku yang lebih relevan terhadap berbagai kebutuhan warga sekolah. Dengan adanya sumber informasi yang sesuai dengan kebutuhan, warga sekolah akan jauh lebih tertarik untuk datang ke perpustakaan sekolah dan mengakses sumber informasi tersebut.
ADVERTISEMENT
Kedua, perpustakaan sekolah harus secara aktif merombak diri dalam konteks pemberian layanan yang lebih profesional dan ramah kepada warga sekolah. Tidak bisa dipungkiri, keprofesionalan dari staf perpustakaan sekolah akan memberikan kemudahan bagi warga sekolah yang hendak mencari sumber informasi yang dibutuhkan secara tepat dan cepat karena sifatnya yang tidak hanya sebagai penunjuk, melainkan juga pembimbing bagi warga sekolah yang menggunakan perpustakaan sekolah.
Staf perpustakaan sekolah yang profesional juga akan mampu mengelola perpustakaan dengan baik dan sesuai standar. Selain itu, aspek keramahan staf perpustakaan berdampak penting bagi kenyamanan pengguna perpustakaan sekolah sehingga citra positif akan senantiasa melekat di hati dan pikiran mereka. Ketiga, Kegiatan kreatif untuk ajang promosi mesti menjadi sorotan besar perpustakaan sekolah.
ADVERTISEMENT
Kegiatan kreatif yang dimaksud dapat berupa pengadaan sosialisasi literasi dengan mendatangkan penulis, penerbit dan bahkan tokoh literasi besar yang ada di Indonesia. Kemudian, perpustakaan sekolah bisa mengerahkan segenap tenaga dan pikiran untuk mengadakan lomba rutin menulis karangan atau me-review buku. Tidak hanya itu, perpustakaan sekolah bersama-sama dengan siswa memanfaatkan teknologi untuk membuat konten edukasi dan literasi di media sosial, serta berkolaborasi untuk membangun taman baca di daerah dengan cara terjun langsung ke masyarakat.
Intinya, perpustakaan sekolah perlu segera bergerak dalam mengatasi krisis literasi di Indonesia. Namun, ini perlu disadari bahwa perpustakaan sekolah juga harus didukung secara penuh oleh banyak pihak, mulai dari pemerintah, guru hingga orang tua siswa. Dukungan penuh dari semua pihak akan membuat perpustakaan sekolah jauh lebih fleksibel dalam melaksanakan peran sebagai jantungnya pertumbuhan literasi Indonesia.
ADVERTISEMENT